POLITIK TEKNOKRASI: TRANSISI ENERGI KETENAGALISTRIKAN INDONESIA

AGUNG MARSALLINDO, Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A

2023 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Studi ini adalah kajian politik teknokrasi yang tersirat dalam praktek dan proses transisi energi ketenagalistrikan di Indonesia. Transisi energi adalah proses yang kompleks, dan tranformasi ini dijalani dengan alat bantu: peta jalan energi. Adanya peta jalan membantu mengoperasionalkan policy makers, dan menyajikannya sebagai Rencana Umum Energi Nasional. Langkah teknokratik untuk menjadikan issue transisi energi masih governable ini adalah sebentuk politisasi teknokrasi.

Sebuah peta jalan sebagaimana fungsinya sebagai panduan untuk proses keberlanjutan energi, di mana terdapat proses transisi dengan penggunaan energi terbarukan sebagai solusi mitigasi perubahan iklim. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa peta jalan ini berisi bergaai simplifikasi, sampai-sampai proses transformasi direduksi sekedar sebagai transisi. Dari peta jalan energi Indonesia ini tidak terpetakan apa saja yang harus dilakukan dalam mengarungi proses transformasi. Proses policy-making masih terjebak dalam ego-sektoral, menjebak para pelaku kebijakan terpecah, dan seakan-akan teknokrasi apolitik. Oleh karena itu, keniscayaan untuk mengarungi Trilema Energi sebetulnya diingkari. Ketika proses kebijakan dipetakan dimensi-dimensinya sebagaimana disarankan Steven Lukes, kebijakan sebetulnya ditekuni sebagai proses yang berdimendi tunggal, bukan proses kerumitannya terbentang dalam tiga dimensi.  Pendekatan pemikiran yang terfragmentasi dan ketidakjelasan dalam mengelola dilema diatasi dalam diagnosis masalah, yang mana faktanya bahwa peta jalan tersebut telah gagal menjawab tantangan masa depan yang memiliki limitasi kenaikan suhu permukaan bumi.

Lebih dari itu, permasalahan yang dihadapi bersifat sistemik. PLN sebagai energi provider yang enggan untuk mengkaselarasi desentralisasi energi terbarukan dengan persepektif business as usual, menggambarkan betapa politiknya teknokrasi dalam kebijakan energi di Indonesia, mulai dari regulasi yang tidak optimis, hingga monopolistik yang tidak menyokong pasar untuk akselerasi transisi energi, melalui kontrol kekuasaan dan pengetahuaan negara.

The study examines the technocratic political aspects involved in the implementation and progression of the power energy transition in Indonesia. The energy transition is a multifaceted undertaking, and this conversion is facilitated by a tool known as the energy roadmap. A road map facilitates the implementation of policies by providing a clear and comprehensive plan known as the General National Energy Plan. The implementation of this technocratic measure to ensure the manageability of the energy transition problem is a manifestation of the politicization of technocracy.

A roadmap serves as a navigational tool for the energy sustainability process, encompassing a transition phase that involves the adoption of renewable energy as a strategy to mitigate climate change. It is important to emphasize that this road map includes some simplifications, to the extent that the transformation process is merely reduced to a transition. The energy roadmap of Indonesia lacks clarity regarding the necessary steps to navigate the transformation process. The policy-making process remains ensnared in the egos of different sectors, confining policy actors behind divisions and creating the illusion of an apolitical technocracy. Thus, the inescapable task of addressing the Energy Trilemma is effectively rejected. According to Steven Lukes, when the policy process is analyzed using his suggested dimensions, it is evident that policy is pursued as a one-dimensional process, rather than a multi-dimensional one. The diagnostic of the problem reveals that the fragmented thinking approach and lack of clarity in handling the situation have been solved. Specifically, it is found that the road map has failed to address future challenges, resulting in restricted increases in the earth's surface temperature.

Furthermore, the issues encountered are systemic. PLN, as an energy provider, demonstrates a reluctance to align the decentralization of renewable energy with a conventional business perspective. This highlights the prevalence of political technocracy in Indonesia's energy policy, evident in regulations that lack optimism and a monopolistic approach that hinders market support for expediting the energy transition. This is further compounded by the control exerted over power and knowledge of the state.

Kata Kunci : Transisi Energi, Roadmap Energi Indonesia, Energy Trilemma. / Energy Transition, Indonesian Energy Roadmap, Energy Trilemma