Laporkan Masalah

The Development of 'Cultural Genocide' in International Criminal Law

Samiel Amadeus H, Devita Kartika Putri, S.H., LL.M.

2024 | Skripsi | ILMU HUKUM

Genosida Kultural adalah istilah yang diperkenalkan pada tahun 1944, bersamaan dengan Genosida. Saat ini, genosida kultural tidak dikriminalisasi di bawah instrumen hukum internasional mana pun, meskipun ada kasus-kasus di masa lalu, seperti yang terjadi di Kanada, dan kasus yang sedang berlangsung saat ini di Xinjiang. penelitian hukum ini menganalisis perkembangan "genosida kultural" untuk mencoba mendefinisikannya. Setelah itu, diikuti dengan diskusi tentang kriminalisasi internasional, untuk membangun framework dalam mengeksplorasi potensi perkembangan "genosida kultural". Penelitian ini kemudian membahas urgensi mengkriminalisasi "genosida kultural", yang kemudian diikuti dengan analisis metode yang memungkinkan untuk mengadili, yaitu amandemen Statuta Roma atau pembentukan pengadilan ad hoc.

Penelitian ini menggunakan metodologi normatif untuk menjawab pertanyaan penelitian, melengkapi penelitian ini dengan studi literatur yang ekstensif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup sumber-sumber primer, sekunder, dan tersier. Data-data ini diperiksa dan didukung oleh analisis deskriptif, dengan fokus pada pengamatan dari jurnal dan buku-buku hukum, serta beberapa kasus hukum.

Penulis menemukan bahwa ada urgensi untuk mengkriminalisasi "genosida kultural" secara eksplisit dengan mempertimbangkan kekosongan dalam framework HPI. Hal ini dikarenakan hal tersebut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam instrumen HPI manapun.Selanjutnya, penulis menemukan bahwa metode yang memungkinkan untuk mengadili kejahatan "genosida kultural" adalah melalui amandemen Statuta Roma, atau pembentukan pengadilan ad hoc. Meskipun 'genosida kultural' memenuhi persyaratan substantif dari dua metode yang memungkinkan, ada beberapa tantangan. Hal ini dikarenakan amandemen Statuta Roma membutuhkan persetujuan dari negara-negara penandatangan Statuta Roma, yang akan memakan waktu lama, tidak sesuai dengan urgensi yang ditimbulkan oleh situasi di Xinjiang. Selanjutnya, pembentukan pengadilan ad hoc mengharuskan Dewan Keamanan PBB untuk menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional, yang mengarah pada implikasi lebih lanjut.

Cultural Genocide was a term which was introduced in 1944, along with Genocide. Currently, it is not criminalized under any international legal instrument, despite there being past cases, such as the one in Canada, and a current ongoing case in Xinjiang. This legal research analyzes the developments of “cultural genocide” to attempt to define it. It is then followed by the discussion of international criminalization, to establish a framework for exploring the potential developments of “cultural genocide”. This paper then establishes the urgency of criminalizing “cultural genocide”, which is then followed by the analysis of possible methods of adjudication, which is an amendment to the RS or the establishment of an ad hoc tribunal.

This study employs a normative methodology to address its research question, supplementing its approach with extensive literature research. The data gathered in this study encompass primary, secondary, and tertiary sources. These data are examined and bolstered by descriptive analysis, focusing on observations from law journals and books, and also several case laws.

The author finds that there is an urgency to explicitly criminalize “cultural genocide” considering the gap within the ICL framework. This is because it is not included explicitly in any ICL instrument. Furthermore, the author has found that possible methods to adjudicate the crime of “cultural genocide” are through an amendment to the Rome Statute, or the establishment of an ad hoc tribunal. Although ‘cultural genocide’ fulfills the substantive requirements of the two possible methods, there are several challenges. This is because an RS amendment requires for among RS state parties, which would take a long time, unfitting for the urgency posed by the situation in Xinjiang. The establishment of an ad hoc tribunal requires for the UNSC to determine that there is threat to international peace and security, leading to further implications.

Kata Kunci : Cultural Genocide, Legality Principle, Rome Statute Amendment, Ad Hoc tribunal.

  1. S1-2024-444273-abstract.pdf  
  2. S1-2024-444273-bibliography.pdf  
  3. S1-2024-444273-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2024-444273-title.pdf