Laporkan Masalah

PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN PENILAIAN RISIKO TERHADAP PENGAMBILAN AIR TANAH DI CAT PONOROGO-NGAWI PADA WILAYAH KABUPATEN NGAWI

Rury Septiani, Prof. Dr. rer. nat. Ir. Heru Hendrayana, IPU. ; Fikri Abdurrachman, ST., M.Sc.

2024 | Tesis | S2 Teknik Geologi

Kabupaten Ngawi menjadi salah satu pemanfaat air tanah dari CAT Ponorogo-Ngawi. Tahun 2021 kabupaten Ngawi menjadi produsen padi terbesar pertama di Jawa Timur dengan produktivitas 6.39 Ton/Ha. Air irigasi banyak bersumber dari air tanah, dimana terdapat 111 sumur jaringan irigasi air tanah (JIAT) dan sumur dalam yang dibangun oleh petani di persawahan dikenal sebagai “sumur pantek”. Pengaturan dan pengelolaan terhadap pembangunan sumur irigasi yang belum tersedia menyebabkan tidak terkontrolnya pemanfaatan air tanah yang mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas air tanah. Penelitian ini bertujuan untuk pengelolaan air tanah yang didasarkan pada efektifitas pemanfaatan air tanah guna meminimalkan dampak negatif dari pengambilan air tanah dengan pembuatan jaringan sumur pantau berdasarkan penilaian risiko terhadap pengambilan air tanah. Penilaian risiko didasarkan pada parameter kerentanan air tanah terhadap pengambilan air tanah oleh Putra & Indrawan (2014) dan Adams dan MacDonald (1998) yang telah dimodifikasi sehingga menghasilkan 7 parameter penilaian yaitu Karakteristik Respon Akuifer, Karakteristik Penyimpanan Akuifer, Ketebalan Akuifer, Kedalaman Muka Air Tanah, Stratifikasi Akuifer Ketebalan Akuitar & Akuiklud, dan Kompresibilitas Akuitar & Akuiklud. Sedangkan perencanaan sumur pantau didasarkan pada metode Tuinhof, et.al (2006) yang membagi sumur pantau menjadi 3 berdasarkan fungsinya, yaitu primer,sekunder dan tersier. Daerah penelitian memiliki rentang nilai kerentanan terhadap pengambilan air tanah antara 12-20, terbagi dua kelas rendah dan sedang. Nilai risiko terhadap pengambilan air tanah didasarkan pada peta tata guna lahan dan peta pola tata ruang untuk menggambarkan 5-10 tahun akan datang memiliki rentang nilai yang sama yaitu antara 2-4, terbagi dua kelas risiko rendah dan sedang. Daerah penelitian direncanakan sumur pantau primer sebanyak 6 unit untuk memantau perilaku air tanah secara ilmiah, sekunder 8 unit untuk melindungi lokasi yang memiliki risiko tinggi, dan tersier 8 unit sebagai peringatan dini bahaya kontaminasi atau pencemar.

The Ngawi Regency is a beneficiary of groundwater from the Ponorogo-Ngawi Aquifer System. In 2021, Ngawi Regency became the foremost rice producer in East Java, with a productivity rate of 6.39 tons per hectare. Irrigation water comes primarily from groundwater sources, facilitated by 111 Groundwater Irrigation Network Wells (JIAT) and deep wells constructed by farmers in rice fields, known as "pantek" wells. The absence of regulations and management regarding the development of irrigation wells has resulted in uncontrolled groundwater utilization, leading to a decline in the quantity and quality of groundwater. The objective of this study is to manage groundwater based on its effective utilization to minimize the negative impacts of groundwater extraction by establishing a monitoring well network and assessing the hazard of groundwater extraction. Hazard assessment is based on groundwater susceptibility parameters for extraction as defined by Putra & Indrawan (2014) and Adams and MacDonald (1998), modified to produce seven assessment parameters: Aquifer Response Characteristics, Aquifer Storage Characteristics, Aquifer Thickness, Groundwater Depth, Aquifer Stratification of Thickness & Aquiclude, and Aquifer & Aquiclude Compressibility. The planning of monitoring wells was based on the Tuinhof et al. (2006) method, which categorizes monitoring wells into three functions: primary, secondary, and tertiary. The research area exhibited a susceptibility range for groundwater extraction of between 12-20, divided into low and moderate classes. Based on land use maps and spatial planning maps for the upcoming 5-10 years, the Hazard value for groundwater extraction also falls within the same range of 2-4, divided into low- and moderate- classes. In the research area, six primary monitoring wells were planned to monitor groundwater behavior scientifically, eight secondary wells to protect high-risk locations, and eight tertiary wells for early warning of contamination or pollution hazards.

Kata Kunci : Kerentanan Air Tanah, Sumur Pantau, Risiko Pengambilan Air Tanah ?

  1. S2-2024-501816-abstract.pdf  
  2. S2-2024-501816-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-501816-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-501816-title.pdf