Seleksi Genotipe, Lokasi Tumbuh, dan Penambahan Hara K:Ca untuk Pengembangan Fine Flavor Cocoa
INDAH ANITA SARI, Prof. Dr. Rudi Hari Murti, SP., MP; Dr. Misnawi; Eka Tarwaca Susila Putra, SP., MP., Ph.D.
2024 | Disertasi | S3 Ilmu Pertanian
Mutu cita
rasa merupakan indikator penting produk kakao spesialti (FFC/Fine Flavor
Cocoa). Indonesia dikenal sebagai penghasil Java Fine Flavor Cocoa
yang dihasilkan dari kakao berbiji putih. Namun demikian, kakao bulk
atau kakao berbiji ungu asal Indonesia akhir-akhir ini diakui sebagai produk Fine
Flavor Cocoa di kompetisi internasional karena karakteristik dari cita
rasanya. Pemanfaatan genetik potensial aromatik dari kakao berbiji ungu baik
dari kelompok Trinitario maupun Forastero, lingkungan/geografis yang tepat dan managemen
input menjadi salah satu strategi dalam pengembangan kakao FFC di Indonesia. Pengelolaan
unsur hara K dan Ca dilaporkan mampu mengubah cita rasa pada beberapa komoditas
sehingga dapat diproyeksikan mampu mempengaruhi karakter cita rasa pada biji
kakao. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi potensi genetik, lingkungan
spesifik, dan penambahan hara K-Ca yang dapat mendukung pembentukan cita rasa
biji kakao. Penelitian yang dilakukan
yaitu (penelitian 1) identifikasi profil mutu fisik, kimia dan cita rasa pada
10 klon kakao Indonesia, (penelitian 2) identifikasi pengaruh genetik dan
lingkungan terhadap mutu fisik, kimia dan cita rasa pada biji kakao dari empat
lokasi dengan tipe agroklimat berbeda dan (penelitian 3) identifikasi pengaruh
penambahan unsur K-Ca terhadap mutu cita rasa pada biji kakao. Penelitian 1
dilakukan di Kebun Kaliwining, Jember, menggunakan 10 klon. Penelitian 2
dilakukan di empat lokasi dengan tipe agroklimat berbeda yaitu Jember-
Jawa Timur (rendah kering), Pesawaran- Lampung (menengah basah), Pringsewu-
Lampung (rendah kering) dan Soppeng- Sulawesi Selatan (lokasi pembanding FFC
yang telah diakui dalam kompetisi Cocoa of Excellent) menggunakan tiga klon
unggul kakao dengan cita rasa berbeda
berdasar riset 1 (MCC 02, Sulawesi 1, Sulawesi 2). Penelitian 3 dilakukan di
Kebun Kaliwining, Jember, menggunakan rancangan split plot dengan petak
utama adalah jenis klon terdiri dari kelompok klon aromatik dan non aromatik
berdasar riset 1 (MCC 02 dan Sulawesi 1) dan perlakuan enam dosis pupuk K-Ca.
Rancangan lingkungan yang digunakan pada ketiga penelitian adalah rancangan
acak kelompok lengkap dengan tiga blok sebagai ulangan. Pengamatan dilakukan
terhadap mutu fisik, mutu kimia dan mutu cita rasa. Metode analisis mutu fisik
biji kakao mengacu pada SNI 2323: 2008. Analisis kandungan kimia biji dilakukan
di Laboratorium Biosain, Politeknik Jember terhadap kandungan senyawa volatil
dan non volatil. Analisis komposisi tanah dan mutu cita rasa dilakukan di LP
Puslitkoka yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan
nomor LP-592-IDN. Analisis data menggunakan analisis varian, varian gabungan, PCA,
heatmap GGE, dan AMMI dengan menggunakan program excell, R dan
STAR. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan karakter cita rasa (taste
dan aroma), sepuluh klon kakao yang ditanam di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia Jember Jawa Timur dapat dikategorikan (1) kelompok dengan intensitas
kuat pada katakter rasa (taste) dan tidak bersifat aromatik (kelompok
Forastero : KEE 02, KW 516 dan Trinitario berbiji ungu: Sulawesi 1 dan Sulawesi
2), (2) kelompok dengan intensitas kuat pada karakter rasa (taste) cocoa
dan bersifat aromatik (Trinitario berbiji ungu: ICCRI 09, ICCRI 03, ICCRI 07,
MCC 02 dan TSH 858) serta (3) kelompok dengan intensitas lemah pada karakter rasa
(taste) dan bersifat aromatik (Trinitario berbiji putih: DR2). Kelompok
aromatik cenderung memiliki indeks fermentasi, kandungan karbohidrat, dan polifenol
lebih tinggi dan menunjukkan kompleksitas senyawa volatil lebih
besar dibanding dengan kelompok non aromatik. Kelompok non aromatik didominasi
hanya oleh dua kelas senyawa yaitu acid dan alkohol, sementara pada kelompok
aromatik selain mengandung senyawa alkohol dan acid juga mengandung kelas
senyawa lain yaitu ester, pirazin, furan, furanone, piran, pirol, terpenoid,
aldehid dan alanin dengan setiap klon memiliki komposisi senyawa turunan yang
berbeda. Lokasi dataran menengah dengan tipe iklim sangat basah, tinggi unsur K dan Na seperti di
Pesawaran (Lampung), dan lokasi dataran rendah, tipe iklim sangat basah dan
tinggi kandungan unsur C, C/N, Ca, dan
Cu serta kondisi fisik tanah liat dan berpasir seperti di Soppeng (Sulawesi
Selatan) menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap aromatik biji kakao.
Interaksi genetik dan lingkungan juga menunjukkan pengaruhnya terhadap mutu
fisik dan kandungan kimia biji kakao, kecuali kandungan sukrosa dalam biji.
Penambahan dosis K:Ca meningkatkan intensitas aroma khususnya aroma browned
fruit, roasted dan spicy. Biji dari kelompok aromatik memiliki aroma
browned fruit dan roasted selalu lebih tinggi dibanding dengan
biji non aromatik. Perlakuan penambahan K:Ca di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia Jember, menggunakan dosis K:Ca dua kali dosis rekomendasi dapat
berpengaruh terhadap perubahan cita rasa pada kelompok klon non aromatik
menjadi bercita rasa aromatik.
Flavor quality is the main indicator for specialty cocoa beans (FFC-Fine
Flavor Cocoa). Indonesia is known as a producer of Java Fine Flavor Cocoa which
is produced from white bean color. Nevertheless, bulk cocoa or purple bean
cocoa from Indonesia has recently been recognized as a Fine Flavor Cocoa
product in international competition because its flavor characteristics.
Utilization of the aromatic genetic potential of bulk cocoa (purple bean) from
both Trinitario and Forastero groups, the right environmental/geographical
condition and input management are one of the strategies in developing FFC
product in Indonesia. Management of the nutrient K and Ca is reported to be
able to change the quality of several commodities, so that it can be projected
to influence the flavor characteristics of cocoa beans. The research was
conducted (research 1) identification of physical, chemical and flavor quality profiles
on ten Indonesian cocoa clones, (research 2) identification of genetic and environmental
influences to physical, chemical and flavor quality of cocoa beans from four
different locations with different agro-climatic types, and (research 3)
identify the effect of adding K:Ca elements on the flavor quality of cocoa
beans. Research 1 was conducted at Kaliwining Research Station, Jember, using ten
clones. Research 2 was conducted at four locations with different environmental
condition, namely Jember-East Java (low land- dry area), Pesawaran- Lampung
(medium land- wet area), Pringsewu-Lampung (low land- dry area), and Soppeng- South
Sulawesi (FFC comparation location that has been recognized in the competition
Cocoa of Excellent), using three superior cocoa clones with different flavor
characteristics based on research 1 (MCC 02, Sulawesi 1, Sulawesi 2). Research
3 was conducted at Kaliwining Research Station, Jember, using split plot design
with main plot being clones types consisting of groups of aromatic and
non-aromatic cocoa clones based on research 1 (MCC 02 and Sulawesi 1) and
treated with six doses of K-Ca fertilizer. The environmental design used in the
three studies was a complete randomized block design with three blocks as
replications. Observations were made on physical quality, chemical quality and
flavor quality. The method for analyzing the physical quality of cocoa beans
refers to SNI 2323: 2008. Analysis of the chemical content of the beans was
carried out at Biosciences Laboratory, State Polytechnic of Jember for the
content of volatile and non-volatile compounds. Analysis of soil composition
and flavor quality was carried out at the Testing Laboratory of ICCRI (LP
Puslitkoka) which has been accredited by the National Accreditation Committee
(KAN) with number LP-592-IDN. Data analysis used analysis of variance, combined
variance, PCA, GGE, heatmap, and AMMI using excel, R and STAR programs. The research
results showed that based on flavor characteristics (taste and aroma), ten clones
which planted at Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute Jember East
Java were categorized as (1) group with strong intensity of taste
characteristics and non-aromatic (Forastero group: KEE 02, KW 516 and
Trinitario purple beans: Sulawesi 1, Sulawesi 2), (2) group with strong intensity
of taste and aromatic (Trinitario purple beans: ICCRI 03, ICCRI 07, ICCRI 09,
MCC 02 and TSH 858) and (3) group with weak intensity of taste and aromatic (Trinitario
white beans: DR 2). The aromatic group showed to have fermentation index, carbohydrate content and polyphenol
higher and richer of volatile compounds than those of non-aromatic group. The non-aromatic group was
dominated by only two classes of volatile compound, namely acid and alcohol,
while on aromatic group, apart from containing alcohol and acid compounds, also
contains other classes of compounds, namely esters, pyrazines, furans,
furanones, pyrans, pyrroles, terpenoids, aldehydes and alanine. Each clone had different compositions of derivatives
compounds. Medium altitude with a wet climate type and rich of elements K and
Na such as in Pesawaran (Lampung) and dry lowlands area with a wet climate type
and dominant content of elements C, C/N,
Ca, and Cu as well as the physical condition of clay and sandy soil such as
Soppeng (South Sulawesi) had a positive effect on the aromaticity of cocoa beans. Genetic and
environment interactions also showed an influence on the physical quality and
chemical content of cocoa beans, except for the sucrose content in the beans.
The additional dose of K:Ca increased the intensity of aroma, especially the
aroma browned fruit, roasted and spicy.
Beans from the aromatic group had higher aroma browned fruit and roasted aroma than non-aromatic beans. The K:Ca
addition treatment at the Indonesian Coffee and Cocoa Research Station Jember,
using a dose of K:Ca twice the recommended dose, had an effect on changing the flavor of the
non-aromatic clone group to an aromatic flavor.
Kata Kunci : aromatik, cita rasa, genetik, mutu biji, K:Ca, lingkungan, Theobroma cacao L.