Pandangan Universalisme Hak Asasi Manusia terhadap Pengesahan Undang-Undang Perzinaan di Indonesia dalam Wacana Komentar Akun Instagram @brutofficiel
SITI NUR HIMMI, Dr. Aprillia Firmonasari, M. Hum., DEA.
2024 | Skripsi | SASTRA PERANCIS
Pengesahan Pasal Perzinaan yang diatur dalam Pasal 411 KUHP tentang Larangan Perzinaan atau hubungan seksual di luar pernikahan yang disahkan pada Desember 2022 lalu telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Dua perspektif yang saling bertentangan dalam penegakan hak asasi manusia antara kubu universalis (kontra) dan relativis (pro) berakhir dengan upaya saling mendominasi dan melegitimasi satu sama lain dengan menggunakan wacana. Seiring berkembangnya teknologi, media sosial telah menjadi salah satu arena praktik sosial bagi pihak-pihak dominan untuk terus memapankan berbagai praktik hegemoni melalui upaya denaturalisasi terhadap ideologi lain. Penelitian dengan metode kualitatif ini bertujuan untuk menguak adanya pelanggengan praktik-praktik hegemoni ideologi universalisme HAM melalui identifikasi pola-pola tuturan pro dan kontra beserta konteks yang melatarbelakangi produksi tuturan. Sumber data primer penelitian ini adalah kumpulan tuturan komentar warganet dalam video akun pemberitaan Brutofficiel tentang pengesahan Pasal Perzinaan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough dan teori Universalisme HAM. Dari 856 komentar warganet, data diklasifikasikan berdasarkan orientasi pro dan kontra, kemudian dianalisis secara tekstual berdasarkan pemilihan satuan lingual dan tataran gramatikal. Dalam analisis wacana komentar menghasilkan temuan: kosakata yang paling sering muncul dalam komentar kontra adalah la régression ‘kemunduran’, sedangkan kosakata yang paling sering digunakan dalam komentar pro adalah respecter ‘menghormati’. Selanjutnya, bentuk negasi merupakan aspek gramatikal yang paling banyak digunakan dalam keduanya. Selain itu, wacana komentar juga dilatarbelakangi oleh konteks hukum, sosial, politik, dan agama dalam memanifestasikan ideologi dan pandangan terhadap kebijakan Pasal Perzinaan yang disahkan di Indonesia.
The ratification of the Adultery Article stipulated in Article 411 of the Indonesian Criminal Code on the prohibition of adultery or sexual relations outside of marriage, which was passed in December 2022, has created pros and cons in society. The two conflicting perspectives in upholding human rights between the universalist (cons) and relativist (pros) camps end up with efforts to dominate and legitimize each other by using discourse. As technology develops, social media has become one of the social practice arenas for dominant parties to continue to establish various hegemonic practices through denaturalization efforts against other ideologies. This qualitative method research aims to reveal the perpetuation of hegemonic practices of human rights universalism ideology through the identification of pro and contra discours patterns and the context behind the discours production. The primary data source of this research is a collection of speech of netizens’ comments on Brutofficiel's video about the ratification of the Adultery Article in Indonesia. This research was analyzed using Norman Fairclough's Critical Discourse Analysis theory approach and Human Rights Universalism theory. From 856 netizen comments, the data were classified based on pro and con orientations, then textually analyzed based on the selection of lingual units and grammatical aspects. The analysis resulted in the following findings: the most frequently occuring vocabulary in the contra comments was la régression ‘regression’, while the most frequently occuring vocabulary in the pro comments was respecter ‘to respect’. Furthermore, the negation form is the most frequently used grammatical aspect in both. In addition, the comment discourse is also motivated by legal, social, political, and religious contexts in manifesting ideologies and views on the legalized adultery article policy in Indonesia.
Kata Kunci : analisis wacana kritis, universalisme HAM, Pasal Perzinaan, wacana komentar, media sosial