Laporkan Masalah

Perubahan Penghidupan Masyarakat Desa Hutan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Negara

Tya Rahmasari Sulistianto, Prof. Dr. Ahmad Maryudi; Dr. Micah Fisher

2024 | Tesis | S2 Ilmu Kehutanan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara menyatakan bahwa ibu kota negara Indonesia akan direlokasi dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) mengharuskan pemerintah untuk membuka lahan termasuk lahan di kawasan hutan guna membangun kantor pemerintahan, perumahan, dan infrastruktur lainnya yang dibutuhkan Kalimantan sebagai calon IKN yang baru. Pengurangan luas kawasan hutan secara tidak langsung akan mempengaruhi penghidupan masyarakat desa hutan yang menggantungkan hidupnya pada berbagai produk dan jasa hutan.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengaruh pembangunan KIPP-IKN terhadap penghidupan masyarakat desa yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya hutan. Penelitian dilaksanakan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) yang terletak di Kelurahan Pemaluan dan Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku. Metode pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan kerangka Social Impact Assessment (SIA) atau Penilaian Dampak Sosial untuk memahami pengaruh pembangunan KIPP-IKN yang dilihat berdasarkan tiga aspek penelitian yaitu hak properti, penghidupan dan budaya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui terdapat dua bentuk pemanfaatan kawasan hutan di wilayah KIPP yaitu pemanfaatan lahan dan pemanfaatan kayu. Masyarakat memanfaatkan lahan pada kawasan hutan sebagai perkebunan kelapa sawit dan kayu pada kawasan hutan dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan. Pembangunan di wilayah KIPP mempengaruhi hak properti, penghidupan, dan budaya masyarakat desa hutan. Masyarakat kehilangan lahan dan akses yang dimiliki sebelumnya untuk memanfaatkan hutan. Hal tersebut membuat masyarakat melakukan penyesuaian terhadap tempat tinggal, pekerjaan, dan adat istiadat untuk melanjutkan hidup. Pemanfaat lahan perlu mencari lahan baru untuk melanjutkan aktivitas berkebun dan pemanfaat kayu tidak lagi dapat mencari kayu di sekitar tempat tinggal dan melakukan penyesuaian penghidupan dengan berkebun atau membuka usaha. Sedangkan dari segi budaya, tidak adanya bukti kepemilikan lahan yang kuat membuat masyarakat adat yaitu masyarakat Paser Balik khawatir apakah hak masyarakat adat dapat diakui atau tidak.

The Law of the Republic of Indonesia Number 3 of 2022 on the National Capital City states that the Indonesian national capital will be relocated from Jakarta to Penajam Paser Utara Regency and Kutai Kartanegara Regency, East Kalimantan. The development of the National Capital City (IKN) requires the government to clear land including land in forest areas to build government offices, housing, and other infrastructure needed by Kalimantan as a new IKN candidate. The reduction in forest area will indirectly affect the livelihoods of forest villagers who depend on various forest products and services.

This study aims to understand the influence of KIPP-IKN development on the livelihoods of villagers who depend on forest resources. The research was conducted in the Government Center Core Area (KIPP) located in Pemaluan Village and Bumi Harapan Village, Sepaku Sub-district. Data collection methods included interviews, observation and secondary data. This research uses the Social Impact Assessment (SIA) framework to understand the impact of KIPP-IKN development, which is seen based on three aspects of research, namely property rights, livelihoods and culture.

Based on the results of the research conducted, it is known that there are two forms of forest area utilization in the KIPP area, namely land use and timber utilization. The community utilizes land in the forest area as an oil palm plantation and timber in the forest area is used as a source of livelihood. Development in the KIPP area affects the property rights, livelihoods and culture of forest village communities. Communities lose their previously owned land and access to utilize the forest. This has led communities to make adjustments to their homes, jobs, and customs to continue living. Land users need to find new land to continue gardening activities and timber users are no longer able to find wood around their residence and adjust their livelihoods by gardening or opening businesses. Meanwhile, from a cultural perspective, the absence of strong evidence of land ownership makes indigenous peoples, namely the Paser Balik community, worried about whether their rights can be recognized or not.

Kata Kunci : Penghidupan, masyarakat desa hutan, pembangunan, ibu kota negara, dampak sosial

  1. S2-2024-490213-abstract.pdf  
  2. S2-2024-490213-bibliography.pdf  
  3. S2-2024-490213-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2024-490213-title.pdf