Analisis Tether sebagai Aset Kripto yang Memenuhi Syarat Komoditi Untuk Diperjualbelikan Menurut Ketentuan Hukum Islam

HINDAMI ZEIN SYAFIRIN, Dr. Destri Budi Nugraheni, S.H., M.SI.

2024 | Skripsi | ILMU HUKUM

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis jenis aset kripto yang mengandung underlying dan terhindar dari unsur gharar, dharar, dan qimar sebagai syarat aset kripto/komoditi yang dapat diperjualbelikan menurut ketentuan Hukum Islam, serta untuk mengetahui dan menganalisis tether termasuk aset kripto yang memenuhi kualifikasi sebagai komoditi yang dapat diperjualbelikan menurut ketentuan Hukum Islam.

Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif, dengan melakukan penelitian terhadap data sekunder, yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset), Peraturan BAPPEBTI Nomor 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Lainnya yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka, POJK Nomor 10/POJK.05/2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah Dan Unit Usaha Syariah Perusahaan Pembiayaan Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VII tentang Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Umat, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, Fatwa DSN-MUI Nomor 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek, Fatwa DSN-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi, dan Fatwa Dewan DSN-MUI Nomor 155/DSN-MUI/V/2023 tentang Produk Asuransi Jiwa Dwiguna Murni Syariah. Data sekunder tersebut didukung dengan data penunjang berupa studi kepustakaan dan hasil wawancara dengan Makhrus Munajat selaku Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa jenis aset kripto stablecoin dapat diklasifikasikan sebagai aset kripto yang mengandung underlying, dan terhindar dari unsur gharar, dharar, dan qimar. Selain itu, tether memenuhi klasifikasi prasyarat untuk dapat dikatakan sebagai aset kripto yang layak diperjualbelikan dan memenuhi ketentuan Hukum Islam berupa Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VII, namun dalam praktiknya tetap harus memperhatikan kejelasan data underlying yang diperbarui triwulanan oleh pihak Tether.Ltd, adanya perbedaan harga jual antara pembelian melalui website resmi dan platform bursa jual beli aset kripto, serta adanya maslahat dan mudharat yang terkandung di dalam aset kripto token tether.

The purpose of this study is to determine and analyze the type of crypto asset that contain underlying and avoid elements of gharar, dharar, and qimar as a condition of crypto assets / commodities that can be traded according to the provisions of Islamic Law, and to determine and analyze tether including crypto assets that qualify as commodities that can be traded according to the provisions of Islamic Law.

This research was conducted using the juridical-normative method, by conducting research on secondary datas, namely Law Number 21 of 2008 concerning Sharia Banking, Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia No. 99 of 2018 concerning General Policies for the Implementation of Crypto Asset Futures Trading, BAPPEBTI Regulation Number 3 of 2019 concerning Commodities that can be Subject to Futures Contracts, Sharia Derivative Contracts, and / or Other Derivative Contracts Traded on the Futures Exchange, (POJK) Number 10/ POJK.05 /2019 concerning the Implementation of the Business of Sharia Financing Companies and Sharia Business Units of Financing Companies Decision of Ijtima' Ulama of the VII Indonesian Fatwa Commission on Optimizing Fatwas for the Benefit of the Ummah, Compilation of Sharia Economic Law, Fatwa of DSN-MUI Number 80/DSN-MUI/III/2011 concerning the Application of Sharia Principles in the Trading Mechanism of Equity Securities in the Regular Market of the Stock Exchange, Fatwa DSN-MUI Number 117/DSN-MUI/II/2018 concerning Information Technology Based Financing Services, and Fatwa of DSN-MUI Number 155/DSN-MUI/V/2023 concerning Sharia Pure Dwiguna Life Insurance Products. Those secondary datas are supported by supporting data in the form of literature studies and interviews with Makhrus Munajat as Chairman of the Fatwa Commission of the Indonesian Ulama Council (MUI) Yogyakarta Special Region (DIY).

Based on the results of research and discussion, it is concluded that the type of stablecoin crypto asset can be classified as a crypto asset that contains underlying, and avoids elements of gharar, dharar, and qimar. In addition, Tether meets the prerequisite classification to be considered a crypto asset that is eligible for trading and meets the provisions of Islamic Law in the form of the Decree of the Ijtima' Ulama of the VII Indonesian Fatwa Commission, but in practice it must still pay attention to the clarity of the underlying data that is updated quarterly by Tether.Ltd, the difference in selling prices between purchases through the official website and the crypto asset trading exchange platform, and the existence of maslahat and mudharat contained in tether token crypto assets.

Kata Kunci : Aset Kripto, Tether, Majelis Ulama Indonesia/Crypto Assets, Tether, Indonesia’s Ulama Council