Marjinalisasi perempuan dalam Bekisar Merah dan Belantik Karya Ahmad ohari :: Tinjauan kritik sastra feminis
WIRJOSUTEDJO, Muhammad Nurrachmat, Prof.Dr. Rachmat Djoko Pradopo
2003 | Tesis | S2 SastraPersoalan gender berkembang cukup pesat dan mendapat perhatian dari segala lini. Hal ini terjadi karena analisis-analisis sebelumnya mengesampingkan analisis yang berwacana gender. Maggie Humm (2002:177) memberikan pengertian bahwa gender adalah kelompok atribut dan perilaku yang ada pada laki-laki atau perempuan, yang dibentuk secara kultural. Sebagai sebuah teori, tugas analisis gender adalah memberi makna, konsepsi, asumsi dan ideologi bagaimana hubungan laki-laki-perempuan dan implikasinya terhadap aspek kehidupan sosial, politik ekonomi, kultural yang belum disentuh oleh teori sosial lainnya. Dwilogi Bekisar Merah ini dipilih karena adanya asumsi bahwa dunia “blasteranâ€, peranakan Jawa-Jepang, mencerminkan berbagai ketidakadilan sosial yang disebabkan oleh gender yang memiliki relevansi dan urgensi yang sifgnifikan terhadap realitas sosial. Sebagai fenomena sosial, karya sastra tidak terlepas dari tradisi-tradisi dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat pengarangnya (Wellek, 1993:110). Cerita dwilogi BM dibahas melalui Tinjauan Kritik Sastra Feminis karena dwilogi BM menggambarkan kemarjinalan perempuan sekaligus kesetiaan seorang perempuan dalam upaya keluar dari cengkeraman laki-laki (Handarbeni dan Bambung), sebagaimana ditampilkan oleh Lasi, tokoh utama cerita ini. Sebagai seorang anak peranakan, blasteran Jawa-Jepang, ia menerima dan pasrah terhadap nasib yang menimpa dirinya. Ia harus menerima menjadi istri simpanan dan bahkan harus mau menjadi istri pinjaman untuk memenuhi kebutuhan seksual lakilaki. Oleh masyarakatnya, ia dianggap sebagai pembawa sial sehingga belum ada pemuda yang mau meminangnya. Kesetiaan menjaga kehormatannya sebagai seorang istri, perempuan yang telah bersuami, ditunjukkan dengan setianya Lasi menjaga diri dengan penolakan secara halus dari dominasi laki-laki, dan kemudian kembali kepangkuan Kanjat. Melalui Tinjauan Kritik Sastra Feminis, perempuan baik sebagai anak peranakan maupun istri sah, istri simpanan, ditempatkan pada posisi yang tersubordinasi sekaligus termarjinalisasi. Polarisasi hubungan yang asimetris (dominasisubordinasi- marjinalisasi) melahirkan anggapan bahwa perempuan merupakan milik laki-laki sehingga harus tunduk kepada laki-laki. Melalui sistem partriarkhi, sistem yang memandang bahwa laki-laki dominan atas perempuan dan anak-anak dalam keluarga maupun masyarakat (Lenner, 1986:239), Lasi ditekan secara halus dan dipaksa memangku status sebagai istri simpanan dan istri yang dipinjamkan. Lasi dianggap sebagai barang dagangan. Anggapan ini mendorong laki-laki untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk pornografi, pelacuran, pelecehan seksual. Dalam hal ini, identitas perempuan hanya direduksi pada aspek biologis–seksual dengan memanfaatkan tubuh sebagai objek kepemilikan.
Gender as a problem develops quickly recently and got a lot of attentions. This happens because the previous analyses ignored discussion about gender. Maggie Humm (2002:177) defined gender as attributes and behavior which are on men or women, which were formed culturally. As a theory, gender analysis is to give meaning, concept, assumption and ideology how the relationship between men and women and the impact to all aspects of social, politic, economic, cultural life which haven’t been analyzed by other social theories. Bi-logy Bekisar Merah was chosen because there was an assumption that “blasteran†, mix of Javanese-Japanese, reflects various social injustice caused by gender which has significant relevance to social realities. As a social phenomenon, literature does not go out from traditions and norms upheld in the society where the author lives (Wellek,1993:110). The story of Bi-logy BM is analyzed through Feminist Literary Criticism point of view because it describes women in margin position and their loyalty to man as well as an effort to be out from men superiority, as performed by Lasi, the leading actor of this story. As an indo, she is fatalist for everything she gets in her life. She has to accept the reality that she is a “second wifeâ€, even as a “stock wife†who can be lent to other men. The community considers her as a bad luck, so no young boy who wants to propose her. Her loyalty to keep her dignity as a wife, a wife of a husband, showed by keeping herself and refusing politely from men superiority, and then return to Kanjat. By Feminist Literary Criticism, a woman who is indo, a legal wife, a “stock wife†posted in inferiority and marginalization as well. The asymmetric polarization leads to a condition that women belong to men so they have to follow men. Patriarchy system which considers men are superior to women and their children in their family and their society (Lenner, 1986:239). Lasi was forced to keep her status as “second and lent wifeâ€. She is considered as a goods. This consideration forces men to do violence to women in a kind of pornography, sexual harassment and prostitution. In this case, the women identity is reduced on bio-sexual aspect by using body as an object of possession.
Kata Kunci : Sastra Indonesia,Bekisar Merah dan Belantik,Ahmad Tohari