Wujud Kearifan Lokal Untuk Mendukung Konservasi Di Hutan Adat Wonosadi, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul
Miftahul Hasan, Dr. Ir. Lies Rahayu Wijayanti Faida, M.P.,IPU.; Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc.
2023 | Tesis | S2 Ilmu Kehutanan
Kearifan lokal merupakan salah satu unsur dalam terjaganya kelestarian hutan. Itulah yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengelola hutan adat Wonosadi selama bertahun-tahun melalui pemikiran-pemikiran yang cenderung dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat magis dan sakral. Dari fenomena ini seperti sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh masyarakat adat, bahwasanya dibalik keberadaan tempat yang dikeramatkan serta sifat-sifat magis dan sakral tersebut ada suatu pesan moral yang dijadikan acuan dalam memahami lingkungan hidup agar dapat lestari. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk (1) Mengidentifikasi bentuk kearifan dan praktik secara nyata di hutan adat Wonosadi, (2) Menggali sistem makna budaya dari segi konservasi di hutan adat Wonosadi, (3) Mengkonstruksikan budaya masyarakat adat dengan hutan adat Wonosadi.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme sosial untuk melihat individu mencari pemahaman tentang dunia tempat mereka hidup dan dengan perspektif emic. Penelitian ini termasuk dalam penelitian yang bersifat etnografi baru (ethnoscience). Data yang diambil adalah data primer yang bersumber dari warga setempat di Hutan Wonosadi dengan penentuan informan kunci. Data sekunder yang diambil meliputi literatur yang berkaitan dengan kearifan lokal dari penelitian ini dengan arsip-arsip dari instansi yang terkait. Pengambilan data diambil dengan metode wawancara mendalam kepada informan dengan menggunakan snowball sampling. Analisis data menggunakan analisis etnografi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa (1) Kearifan lokal dan bentuk praktek secara nyata masih eksis sampai hari ini. Mereka masih melangsungkan warisan sadranan di hutan adat Wonosadi dalam rangka menjaga moralitas hutan. (2) Sistem makna budaya dengan perspektif konservasi membentuk makna budaya sebagai dasar masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk adanya pandangan hutan oleh masyarakat atas kejadian empiris yang saling berhubungan dengan mitos-mitos yang ada. Kepercayaan itu disimbolkan dengan simbol konstitusi yang berisi tentang keyakinan yang diterima sebagai rangkaian dogmatis yang tidak dapat dijelaskan dengan akal tentang arti kebenarannya atau sebaliknya. Dengan begitu masyarakat yang mempunyai kepercayaan itu menjadikan sebagai dasar etika dengan konteks sesudah maupun sebelumnya. (3) Budaya Masyarakat dengan hutan kemudian menjadikan hutan adat Wonosadi sebagai pusat budaya dengan landasan rasa terimakasih. Pemahaman konservasi serta lestarinya tradisi ditengah-tengah kehidupan Masyarakat menjadi tolak ukur masyarakat untuk melihat kelestarian hutan. Mereka percaya dengan adanya tradisi, maka hutan akan baik-baik saja dan tetap lestari.
Local wisdom is one element in preserving the sustainability of the forest. That is what the community has been doing in managing the Wonosadi customary forest for years through thoughts that tend to be influenced by magical and sacred elements. This phenomenon is like a message that indigenous people want to convey that behind the existence of sacred places and their magical and sacred properties, there is a moral message that can be used as a reference in understanding the environment so that it can be sustainable. Therefore, this research was conducted to (1) Identify natural forms of wisdom and practice in the Wonosadi traditional forest, (2) Explore the system of cultural meaning from a conservation perspective in the Wonosadi traditional forest, (3) Construct the culture of indigenous peoples with the Wonosadi traditional forest.
This research uses the social constructivism paradigm to interpret or interpret the meaning conveyed by other people from an emic perspective. This research is included in new ethnographic research (ethnoscience). The data taken is primary data sourced from residents in the Wonosadi Forest by determining key informants. Secondary data consists of this research's literature related to local wisdom and archives from related agencies. Data were collected using in-depth interviews with informants using snowball sampling. Data analysis uses ethnographic analysis.
Based on the research that has been carried out, the results show that (1) Local wisdom and forms of practice still exist today. They still carry out the legacy of sadranan in the Wonosadi traditional forest to maintain forest morality. (2) A cultural meaning system with a conservation perspective forms cultural meaning as the basis for society to do something, including the community's view of the forest regarding empirical events interconnected with existing myths. This belief is symbolized by the constitutional symbol, which contains ideas accepted as a dogmatic series that cannot be explained by reason regarding the meaning of truth or otherwise. In this way, people with this belief use it as a basis for ethics in previous and previous contexts. (3) Community culture with the forest makes the Wonosadi traditional forest a cultural center based on gratitude. Understanding conservation and preserving traditions during community life is a benchmark for communities to view forest sustainability. They believe that with practice, the forest will be fine and remain sustainable.
Kata Kunci : Kearifan Lokal, Makna Budaya, Konservasi Hutan, Etnografi, Local Wisdom, Cultural Significance, Forest Preservation, Ethnography