Impacts of volcanic eruptions on the landscape evolution of Lombok Island, Indonesia
Mukhamad Ngainul Malawani, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc.; Prof. Dr. Franck Lavigne
2023 | Disertasi | S3 Geografi
Letusan gunungapi mampu menimbulkan efek domino atau efek berjenjang seperti adanya lahar, aliran puing-puing, tsunami, dan dampak terhadap iklim global. Letusan gunungapi juga mampu menimbulkan dampak sosial seperti mortalitas, migrasi, kekacauan ekonomi, gangguan transportasi, dan kegagalan pertanian. Untuk menelusur berbagai dampak tersebut, studi multidisiplin dengan menggabungkan berbagai pendekatan seperti vulkanologi, geologi, geomorfologi, sejarah, dan arkeologi mampu menilai secara komprehensif dampak letusan gunungapi. Namun, hanya sedikit studi yang menggabungkan penyelidikan dampak fisik dan sosial dalam satu peristiwa letusan gunungapi terutama letusan jaman dahulu. Isu ini sangat menarik di Indonesia, di mana catatan sejarah yang banyak, dan akses terhadap data vulkanologi di lapangan cukup mudah didapatkan. Disertasi ini bertujuan untuk menginvestigasi masalah dampak fisik dan sosial dari letusan Gunungapi Samalas di Lombok, dengan menyelidiki dua letusan besar, yaitu sebuah letusan Holosen yang menimbulkan runtuhan sektor gunungapi dan letusan Plinian pada tahun 1257.
Runtuhan sektoral gunungapi dapat menimbulkan konsekuensi yang signifikan akibat adanya potensi longsoran puing yang mampu tertransportasi hingga puluhan kilometer. Lanskap gunungapi dan sekitarnya dapat berubah secara signifikan akibat longsoran puing tersebut. Endapan longsoran puing gunungapi (atau disebut DAD/debris avalanche deposit) yang sangat besar menutupi area yang luas di Pulau Lombok. DAD ini menjadi sebuah penghalang topografi aliran PDC saat letusan Plinian tahun 1257. Longsoran puing yang terjadi pada masa Holosen ini memiliki keunikan karena jejak kaldera longsor telah hilang akibat letusan besar Samalas di tahun 1257. Tujuan dari investigasi longsoran puing gunungapi di Lombok adalah (1) identifikasi morfologi dan (2) struktur DAD, (3) pemodelan paleotopografi, (4) pemodelan longsoran puing, dan (5) penanggalan kejadian (dating). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa DAD yang terjadi pada 5000 – 2600 BCE di Lombok adalah longsoran puing gunungapi terbesar ketiga di Indonesia, dan kedelapan di dunia berdasarkan perhitungan volume depositnya. Investigasi yang komprehensif dengan memperhitungkan berbagai fitur DAD dan implikasinya terhadap lingkungan sekitar dapat memberikan informasi bahwa sebuah letusan besar zaman dahulu dapat mempengaruhi dinamika perubahan bentanglahan baik di zona proksimal maupun distal, serta dinamika yang terjadi pada periode post-avalanche hingga saat ini.
Erupsi Samalas tahun 1257 juga memodifikasi sebagian wilayah Pulau Lombok, terutama di bagian utara, barat, dan timur. Berfokus pada bagian barat Pulau Lombok, tujuan kedua dari penelitian ini bermaksud untuk merekonstruksi paleotopografi dan hidrografi sebelum dan sesudah letusan Samalas tahun 1257. Saat ini, bagian barat Pulau Lombok menjadi pusat populasi penduduk. Oleh karena itu, kronologi evolusi bentangalam dan proses geomorfologi yang menyertainya menjadi sangat menarik untuk dilakukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi kajian yang ada di Kota Mataram dan sekitarnya telah mengalami agradasi lahan yang masif akibat endapan PDC (pyroclastic density current). Material hasil rombakan dari PDC kemudian tertransportasi di daerah hilir Mataram yang mengakibatkan perubahan hidrografi dan modifikasi garis pantai. Perubahan garis pantai yang terjadi selama kurang lebih 700 tahun telah membuatnya begeser kurang lebih sejauh 1,6 km dari posisi garis pantai pre-erupsi tahun 1257. Informasi mengenai kondisi paleotopografi ini dapat berguna sebagai informasi dasar untuk investigasi lebih lanjut terkait paleolingkungan di Pulau Lombok.
Sumber sejarah tertulis pertama yang ditemukan di Lombok yang menyebutkan letusan Samalas tahun 1257 adalah Babad Lombok. Sumber lain yang menggambarkan letusan gunungapi yang sama adalah Babad Suwung. Penemuan lain dari penelitian ini adalah Babad Sembalun, sebuah dokumen yang tidak populer bagi masyarakat Lombok yang secara umum juga menggambarkan kejadian yang sama. Ketiga dokumen tersebut memiliki nexus yang sama, yaitu menceritakan sebuah letusan gunungapi, yaitu tidak lain adalah Samalas tahun 1257. Sumber tertulis tersebut meski ditulis dalam waktu yang relatif baru (sekitar tiga abad yang lalu), namun isinya merekam tradisi lisan dan tradisi rakyat dari masa-masa sebelumnya. Dampak lokal dari letusan Samalas tahun 1257 dapat ditelusuri melalui ketiga dokumen babad tersebut, terutama respon penduduk saat terjadi letusan. Tujuan ketiga disertasi ini menyajikan interpretasi terhadap ketiga babad tersebut yang mengilustrasikan situasi pada saat pra-erupsi, tanggap darurat, dan strategi pemulihan yang dilakukan oleh penduduk Lombok di tengah bencana erupsi Samalas 1257. Selain itu, rekonstruksi migrasi penduduk setelah erupsi Samalas membantu menelusuri jejak kerajaan kuno Pamatan yang diperkirakan hilang terkubur oleh endapan piroklastik. Pengalaman generasi terdahulu dalam menghadapi dan bertahan hidup dari erupsi Samalas yang disampaikan secara turun-temurun dan didokumentasikan dalam teks babad menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang dalam menghadapi bencana alam, terutama yang berkaitan dengan letusan gunungapi, tidak hanya bagi masyarakat Lombok, namun juga bagi masyarakat yang lebih luas. Hal ini disebabkan karena strategi tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana yang dilakukan generasi terdahulu di Lombok masih relevan dengan strategi yang ada saat ini dan masih banyak dipraktekkan di berbagai belahan dunia.
Volcanic eruptions in Indonesia and other parts of the world have had many impacts, both physical and social. However, only limited studies combine the investigation of physical and social impacts in a single eruption, especially for past events. The investigation of these issues is applied to Lombok Island, in this thesis, primarily assessing the impacts of the 1257 CE Samalas eruption and a Holocene debris avalanche. The first objective is to reconstruct the old sector collapse and the morphometry of the resulting debris avalanche deposit (Kalibabak DAD). The results show that Kalibabak DAD ranks among the top three DADs in Indonesia based on its volume (after Raung and Galunggung volcanoes), and ranks eighth among the largest DADs worldwide. This DAD was emplaced during the subplinian eruption that expelled the Propok pumice between 5,000 and 2,600 BCE. The second objective is to reconstruct the geomorphological impact of the 1257 CE Samalas eruption in western part of Lombok. The study area has undergone both abrupt and gradual changes. The abrupt changes in the upstream part were caused by the deposition of 110+3x106 m3 of pyroclastic density current (PDC) during the eruption. In contrast, the downstream area experienced gradual changes by post-eruptive lahars and fluvial sedimentation (208+3x106m3). The last objective is to analyze the inhabitant’s response following the eruption of Samalas in 1257 CE. Exegesis of three indigenous written sources (babad) from Lombok was conducted. The geographical context mentioned in the babad is one of the unique features of the texts from Lombok, which helps reconstruct the emergency-crisis up to the recovery period.
Kata Kunci : debris avalanche, volcanic geomorphology, Samalas volcano; landscape evolution, written sources, Indonesia