Efektivitas Implementasi Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi ?pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Intan Puspa Sari, Dr. Ratminto, M.Pol.Admin.
2023 | Tesis | S2 Ilmu Administrasi Negara
Reformasi birokrasi di Indonesia muncul sebagai respons terhadap kebutuhan akan tata pemerintahan yang lebih efektif dan efisien, khususnya dalam penyelenggaraan layanan publik. Namun, meskipun secara umum kualitas pelayanan publik terus mengalami perbaikan dari waktu ke waktu, Government Effectiveness Index menunjukkan bahwa Indonesia masih cukup tertinggal dalam kinerja pemerintahan dan layanan publik, dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Patologi birokrasi dengan struktur yang kompleks, dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kelambanan dalam kinerja pemerintahan dan pelayanan publik. Sehingga, dalam agenda Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024, Penyederhanaan Birokrasi menjadi salah satu fokus yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo, dan dilaksanakan dalam 3 tahap kebijakan, di antaranya; Penyederhanaan Struktur Organisasi, Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional, dan Penyesuaian Sistem Kerja.
Kemenkumham sebagai salah satu unsur pelaksana kebijakan, secara administratif telah melaksanakan seluruh tahapan kebijakan penyederhanaan birokrasi. Namun, keberhasilan implementasi kebijakan harus dinilai dari efektivitasnya dalam mencapai tujuan penyederhanaan birokrasi, sehingga kajian lebih lanjut dibutuhkan, untuk menilai sejauh mana kebijakan berhasil meningkatkan kinerja pemerintah dan pelayanan publik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan efektivitas implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi pada Kemenkumham dalam mewujudkan tujuan kebijakan. Dengan melakukan analisis terhadap lima variabel (Substansi Kebijakan, Sumber Daya, Karakteristik, Komunikasi dan Disposisi) yang relevan dengan konteks implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi pada Kemenkumham, dilanjutkan dengan analisis tingkat ambiguitas–konflik kebijakan, penulis mengidentifikasi efektivitas dari pelaksanaan kebijakan penyederhanaan birokrasi pada Kemenkumham.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat dari lima variabel yang dianalisis, mengindikasikan implementasi kebijakan penyederhanaan birokrasi pada Kementerian Hukum dan HAM belum efektif dalam mewujudkan tujuan kebijakan. Argumentasi ini dikuatkan pula dengan hasil analisis menggunakan pendekatan tingkat ambiguitas-konflik kebijakan, yang menunjukkan bahwa dengan tingkat konflik yang rendah, namun tingkat ambiguitas yang relatif tinggi, model/tipe implementasi kebijakan yang paling ideal adalah Model Implementasi Eksperimental. Namun dalam proses implementasi kebijakan, masih terdapat gap yang signifikan antara model implementasi yang ideal, dengan model implementasi yang dilaksanakan pada Kemenkumham, yang dinilai berpotensi menghambat efektivitas implementasi kebijakan dalam mewujudkan tujuan kebijakan.
Bureaucratic reform in Indonesia emerged as a response to the need for more effective and efficient governance, particularly in the provision of public services. However, despite ongoing improvements in public service quality over time, the Government Effectiveness Index indicates that Indonesia still lags behind in government performance and public services compared to other Southeast Asian countries. Bureaucratic pathologies with complex structures are considered a major factor causing sluggishness in government performance and public services. Therefore, in the priority agenda of the Indonesia Maju Cabinet for the 2019-2024 period, Bureaucratic Simplification was emphasized by President Joko Widodo, and established through three policy stages: Organizational Structure Simplification, Equivalence of Administrative Positions into Functional Positions, and Work System Adjustment.
The Ministry of Law and Human Rights, as one of the policy implementor, has administratively executed all stages of bureaucratic simplification policies. However, the success of these implementation must be evaluated based on its effectiveness in achieving the goals of bureaucratic simplification policy. Therefore, a further evaluation is needed to assess the extent to which the policy implementation has succeeded in improving government performance and public services.
The aim of this study is to comprehend, analyze, and elucidate the effectiveness of implementing bureaucratic simplification policies at the Ministry of Law and Human Rights in achieving policy objectives. By analyzing five relevant variables (Policy Substance, Resources, Characteristics, Communication, and Disposition) in the context of implementing bureaucratic simplification policies at the Ministry of Law and Human Rights, followed by an analysis of the level of ambiguity-conflict of policies, the study identifies the effectiveness of implementing bureaucratic simplification policies at the Ministry of Law and Human Rights.
The research findings indicate that four out of five analyzed variables suggest that the implementation of bureaucratic simplification policies at the Ministry of Law and Human Rights has not been effective in achieving policy objectives. This argument is further strengthened by the analysis results using the ambiguity-conflict policy approach, showing that with low conflict but relatively high ambiguity levels, the most ideal model/type of policy implementation is the Experimental Implementation Model. However, there is still a significant gap between the ideal implementation model and the actual implementation at the Ministry of Law and Human Rights, hindering the effectiveness of policy implementation in achieving policy goals.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Efektivitas, Penyederhanaan Birokrasi