Tata Kelola Kolaboratif Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat Lokal Di Kabupaten Sumba Timur (Studi Kasus Pada Obyek Wisata Pantai Walakiri Dan Kampung Adat Prailiu)
Melkianus H. Jacob, Dr. Suripto, S.I.P., M.P.A.
2023 | Tesis | S2 Administrasi Publik
Kabupaten Sumba Timur memiliki potensi pariwisata yang
didominasi oleh obyek wisata kampung adat dan alam khususnya pantai yang dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah dan juga kesejahteraan masyarakat. Tetapi
pada saat yang sama memiliki berbagai permasalahan seperti kemiskinan ekstrem,
stunting, rendahnya literasi dasar, konflik agraria, konflik masyarakat adat
dengan investor. Oleh karena itu konsep pariwisata berbasis masyarakat lokal
dengan pendekatan kolaboratif dapat digunakan sebagai alternatif solusi.
Penelitian ini dilakukan di obyek wisata pantai Walakiri dan kampung adat
Prailiu, pemilihan kedua obyek
wisata ini karena karakteristik pariwisata Sumba Timur yang didominasi oleh
kampung adat dan pantai serta pada kedua obyek wisata ini telah berjalan
kolaborasi dalam pengelolaan pariwisata. Kedua obyek wisata ini memiliki
potensi wisata berupa wisata alam dan budaya tetapi pada saat yang sama juga
memiliki masalah keterbatasan sumber daya, pelestarian alam, budaya dan juga
sejarah. Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan tata kelola kolaboratif
pembangunan pariwisata berbasis masyarakat lokal pada obyek wisata pantai
Walakiri dan kampung adat Prailiu.
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data primer diperoleh langsung dari
pemangku kepentingan yang terlibat sedangkan data sekunder berupa catatan,
sumber data tertulis dan foto. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjalin
kolaborasi pembangunan pariwisata berbasis
masyarakat lokal pada obyek wisata pantai Walakiri dan kampung adat
Prailiu. Dilihat dari proses kolaborasi, dampak terhadap pelestarian budaya dan
ekonomi serta faktor yang mempengaruhi, maka kolaborasi Proyek Penguatan Desa
Wisata Tangguh, Inklusif dan Adaptif SIAP SIAGA Sumba Timur (PUSAKA SIAP SIAGA
Sumba Timur) pada obyek wisata pantai Walakiri merupakan kolaborasi yang
berhasil. Kolaborasi yang kedua yaitu Program Sosial Bank Indonesia pada
kampung adat Prailiu merupakan kolaborasi setengah berhasil. Kolaborasi ketiga yaitu Program Revitalisasi Ekosistem
Mangrove pada obyek wisata pantai Walakiri merupakan kolaborasi yang gagal.
Tata kelola kolaboratif pembangunan pariwisata berbasis masyarakat lokal mampu memberikan manfaat terhadap pengembangan dan pelestarian budaya
serta kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal oleh karena prosesnya yang
inklusif, disesuaikan dengan karakteristik budaya, pekerjaan, kebutuhan
masyarakat lokal serta adanya peran yang besar dan kuat dari masyarakat lokal.
Pada sisi yang lain berdasarkan temuan penelitian, tata kelola kolaboratif
tidak akan memberikan manfaat yang signifikan ketika dalam pelaksanaannya para
pemangku kepentingan yang terlibat memiliki keterbatasan sumber daya tetapi
pada saat yang sama juga tidak melibatkan pemangku kepentingan lain yang dapat
membagikan sumber daya yang dibutuhkan serta kepemimpinan fasilitatif tidak
mampu memfasilitasi forum kolaborasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan
terkait.
Berdasarkan temuan penelitian, motif
yang mendasari komitmen pemangku kepentingan khususnya masyarakat lokal untuk
berpartisipasi dalam kolaborasi yaitu motif keterbatasan sumber daya, motif
ekonomi dan motif pelestarian budaya. Adapun
faktor pendorong keberhasilan kolaborasi adalah aturan dasar yang jelas, faktor sumber daya manusia dan alam, keterbatasan sumber daya,
sejarah dan
budaya, serta kepemimpinan fasilitatif. Sedangkan
faktor penghambat adalah faktor sejarah dan budaya, partisipasi yang tidak sepenuhnya inklusif dan minmnya
peran kepemimpinan fasilitatif.
East Sumba Regency has tourism potential which is dominated
by traditional villages and natural tourist attractions, especially beaches,
which can increase local income and community welfare. But at the same time, it
has various problems such as extreme poverty, stunting, low basic literacy,
agrarian conflicts, and conflicts between indigenous communities and investors.
Therefore, the concept of local community-based tourism with a collaborative
approach can be used as an alternative solution. This research was conducted at
the Walakiri beach tourist attraction and the Prailiu traditional village.
These two tourist attractions were chosen because of the characteristics of
East Sumba tourism which is dominated by traditional villages and beaches and
at these two tourist attractions there has been collaboration in tourism
management. These two tourist attractions have tourism potential in the form of
natural and cultural tourism but at the same time also have problems with
limited resources, nature conservation, culture, and history. Therefore, this
research aims to analyze the implementation of collaborative governance for
local community-based tourism development at the Walakiri Beach tourist
attraction and the Prailiu traditional village.
This research uses a qualitative approach. Primary
data was obtained directly from the stakeholders involved, while secondary data
took the form of notes, written data sources, and photos. Data collection
techniques in this research are through observation, interviews, and
documentation.
The results of the research show that there has been
collaboration in local community-based tourism development at the Walakiri
Beach tourist attraction and the Prailiu traditional village. Judging from the
collaboration process, the impact on cultural and economic preservation, and
the influencing factors, the collaboration of the East Sumba SIAP SIAGA
Resilient, Inclusive and Adaptive Tourism Village Strengthening Project (PUSAKA
SIAP SIAGA East Sumba) on the Walakiri beach tourist attraction was successful.
The second collaboration, namely the Bank Indonesia Social Program in the
Prailiu traditional village, was semi-successful. The third collaboration,
namely the Mangrove Ecosystem Revitalization Program at the Walakiri Beach
tourist attraction, was a collaboration that failed.
Collaborative governance of local community-based
tourism development can provide benefits to the development and preservation of
culture as well as the economic welfare of local communities because the
process is inclusive, adapted to the cultural characteristics, work, and needs
of local communities, and the large and strong role of local communities. On
the other hand, based on research findings, collaborative governance will not
provide significant benefits when in its implementation the stakeholders involved
have limited resources but at the same time do not involve other stakeholders
who can share the required resources and facilitative leadership. unable to
facilitate a collaborative forum involving all relevant stakeholders.
Based
on research findings, the motives underlying the commitment of stakeholders,
especially local communities, to participate in collaboration are limited
resource motives, economic motives, and cultural preservation motives. The
factors driving successful collaboration are clear basic rules, human and
natural resource factors, limited resources, history and culture, and
facilitative leadership. Meanwhile, inhibiting factors are historical and
cultural factors, participation that is not fully inclusive, and the lack of a
facilitative leadership role.
Kata Kunci : Collaborative governance, local community-based tourism, Walakiri beach, Prailiu traditional village