Laporkan Masalah

SUBJECTIVE WELL-BEINGS AND MARITAL STATUS: 80 COUNTRIES RESEARCH

Jovan Permana, Amirullah Setya Hardi, S.E., Cand.Oecon., Ph.D

2023 | Skripsi | ILMU EKONOMI

Kesejahteraan subyektif sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup atau kesejahteraan seseorang secara keseluruhan dan mencapai SDGs PBB. Meneliti faktor determinan yang mungkin memiliki hubungan dengan kesejahteraan subjektif sangatlah penting. Penelitian ini mengkaji salah satu faktor penentu yang mungkin terjadi, yaitu status perkawinan.

Penelitian ini mencoba menyadarkan isu pengukuran kesejahteraan tidak hanya berdasarkan PDB, namun juga lebih dari itu. Penelitian ini juga mewakili gagasan untuk menggunakan kesejahteraan subjektif dalam menilai kualitas hidup atau kesejahteraan secara keseluruhan dibandingkan hanya mengandalkan PDB untuk membantu pemerintah dan pembuat kebijakan mengembangkan, memantau, dan meninjau kebijakan yang lebih baik demi kemajuan seluruh umat manusia. masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan dan seberapa besar odds rasio antara status perkawinan dan kesejahteraan subjektif dari 80 negara.

Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari World Values Survey (WVS). Survei ini diselenggarakan secara gelombang, yang dilakukan setiap lima tahun di 120 negara, mewakili 94,5% populasi dunia. Sampel yang diperoleh yang adalah individu berusia 18 tahun ke atas yang tinggal dalam rumah tangga pribadi di setiap negara, tanpa memandang kebangsaan, kewarganegaraan, atau bahasa mereka. Sampel individu yang diambil mewakili distribusi yang diamati pada populasi suatu negara.

Penelitian ini menemukan bahwa pernikahan secara signifikan meningkatkan kemungkinan kepuasan hidup dan kebahagiaan secara keseluruhan lebih baik dibandingkan dengan lajang. Akibat perceraian menghasilkan hubungan negatif dengan kepuasan hidup dan kebahagiaan dibandingkan dengan lajang. Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang bercerai cenderung kurang puas dan bahagia dalam hidup dibandingkan orang yang masih lajang atau belum pernah menikah. Penelitian ini menemukan adanya hubungan positif antara peningkatan pendapatan dan kelas sosial terhadap kepuasan dan kebahagiaan hidup. Hal ini memberikan wawasan betapa pentingnya hal ini dalam meningkatkan situasi ekonomi seseorang. Penelitian ini juga menemukan kurva berbentuk U antara usia, kepuasan hidup, dan kebahagiaan.

Subjective well-being is essential in improving the overall quality of a person's life or well-being and achieving the United Nations SDGs. Researching the determinant factor that may have a relationship with subjective well-being is crucial. This research examines one of the possible determinant factors, which is marital status.

This research tries to bring awareness to the issues of measuring well-being not only based on GDP, but also beyond. This research also represents the idea of using subjective well-being in assessing the overall quality of life or well-being instead of only relying on GDP to help government and policymakers develop, monitor, and overview a better policy for the betterment of all humans in society. This research was conducted to analyse the relationship and how much the odds ratio between marital status and subjective well-being from 80 countries.

All the data used in this research are taken from the World Values Survey (WVS). The survey was organized as a wave, which is conducted every five years across 120 Countries, representing 94.5% of the world population. The obtained sample is individuals aged 18 and above who reside within private households in each country, regardless of their nationality, citizenship, or language. The individual samples taken are representative of the distributions observed in the country population.

This research found that marriage significantly increases the likelihood of better overall life satisfaction and happiness than a single-person. The result of divorce yields negative association with both life satisfaction and happiness compared to single. The result shows that a divorced person is more likely to be less satisfied and happy in life than a person who is single or never married. This research found a positive association between the increase of income and social class in life satisfaction and happiness. This gives an insight into how it is important in increasing an individual's economic situation. This research also found a U-shaped curve between age, life satisfaction, and happiness. 

Kata Kunci : subjective well-being, marital status, economic, kesejahteraan subjektif, status perkawinan, ekonomi

  1. S1-2023-438330-abstract.pdf  
  2. S1-2023-438330-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-438330-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-438330-title.pdf