Laporkan Masalah

PAGELARAN WAYANGAN DAN NARASI GANTUNG DIRI DI WANUJOYO SRIMARTANI PIYUNGAN BANTUL

Muftikhatul Muna, Fuji Riang Prastowo., M.Sc

2023 | Skripsi | Sosiologi

Pagelaran Wayangan merupakan kesenian klasik yang telah ada sejak zaman dahulu. Di Wanujoyo, Srimartani, Piyungan memiliki narasi unik yang menyertai pagelaran tersebut. Narasi ini berbunyi “Jika tidak ada wayangan, maka akan terjadi gantung diri”. Penelitian ini ingin melihat bagaimana pagelaran wayang yang dikenal sebagai pertunjukkan hiburan dapat digunakan sebagai media mencegah kasus gantung diri di Wanujoyo melalui memori sosial masyarakat. Penelitian ini akan fokus terhadap bagaimana padangan masyarakat terkait narasi atau mitos yang hidup di dalam masyarakat dan mengapa Tradisi Wayangan masih dilanggengkan hingga saat ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang mampu menarasikan bagaimana memori masyarakat dan bagaimana jalannya praktek tradisi pagelaran Wayangan di Wanujoyo. Dengan pendekatan tersebut, digunakan teori rasionalitas Weber, teori ritual Bell dan teori warisan sosial Halbawch untuk melihat, memahami dan menganalisis data-data yang didapatkan. Data ini diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan informan yang merupakan Warga lokal Wanujoyo. Selain itu penelitian ini menggunakan studi kepustakaan yang membahas terkait wayang dan lakon wayang dengan tujuan mengetahui makna atau arti dari pagelaran wayang secara umum.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa narasi atau mitos wayangan yang dikaitkan dengan kasus gantung diri lahir akibat kasus gantung diri yang  terjadi pada tahun 1989-2003 yang bersamaan dengan vakumnya tradisi Wayangan. Tradisi tersebut kemudian direkonstruksi menjadi satu rangkaian acara disebut Rasulan atau Merti Dusun. Rangkaian acara ini terdiri dari Kirab Budaya, Tahlilan, Kenduri dan Wayangan. Namun dari tradisi dan narasi tersebut memunculkan tiga tipe pandangan diantaranya yaitu menolak narasi, menerima narasi dan netral. Ketiga pandangan ini memiliki ketegangan secara tersirat yaitu kata Musyrik yang dilabelkan kepada pandangan yang menerima narasi menjadikan tradisi wayangan cenderung dimaknai secara religious dan ditujukan sebagai bentuk pelestarian budaya.


Wayang performance is a classic art that has existed since ancient times. In Wanujoyo, Srimartani, Piyungan has a unique narrative that accompanies the performance. This narration reads "If there are no puppets, there will be hanging himself". This research wants to see how wayang performances, which are known as entertainment shows, can be used as a medium to prevent suicide in Wanujoyo through the social memory of the community. At the moment. This study uses a qualitative method with a descriptive approach that is able to narrate how the people's memory and how the practice of the Wayang performance tradition in Wanujoyo is. With this approach, Weber's rationality theory, Bell's ritual theory and Halbwach's social inheritance theory are used to see, understand and analyze the data obtained. This data was obtained through direct interviews with informants who are local residents of Wanujoyo. In addition, this study uses a literature study that discusses wayang and wayang plays with the aim of knowing the meaning or meaning of wayang performances in general.

Based on the results of the research that has been done, it is known that the wayang narrative or myth that is associated with the hanging case was born as a result of the hanging case occurred in 1989-2003 which coincided with the vacuum of the Wayang tradition. The tradition was then reconstructed into a series of events called Rasulan or Merti Dusun. This series of events consisted of Cultural Carnival, Tahlilan, Kenduri and Wayang. However, from these traditions and narrations, three types of views emerged, namely rejecting narration, accepting narration and being neutral. These three views have an implicit tension, namely the word Musyrik which is labeled as a view that accepts narration makes the wayang tradition tend to be interpreted religiously and is intended as a form of cultural preservation.

 

Kata Kunci : Wayang, bunuh diri, tradisi, rasionalitas.

  1. S1-2023-430845-abstract.pdf  
  2. S1-2023-430845-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-430845-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-430845-title.pdf