Laporkan Masalah

Model Penyelesaian Konflik Agraria Urut Sewu di Desa Setrojenar Kabupaten Kebumen

Ihza Maulana Emha, Dr. Lutfi Muta’ali, S.Si., M.T.

2023 | Skripsi | PEMBANGUNAN WILAYAH

Konflik agraria yang terjadi secara khusus di Desa Setrojenar atau secara umum di Kawasan Urut Sewu antara masyarakat dengan TNI masih belum ada ujung penyelesaian hingga masih menunggu keputusan tentang kejelasan sertifikasi tanah hak pakai ke TNI. Sepuluh dari 15 desa di Urut Sewu menyetujui bahwa pesisirnya diperuntukkan hak pakai TNI, sementara 5 sisanya belum setuju akan keputusan itu. Kondisi stagnan ini mendasari penelitian dilaksanakan dengan tujuan mengeksplorasi konflik agraria yang melihat pola konflik, faktor penyebab konflik, dan upaya penyelesaian konflik dengan pemodelan penyelesaiannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui pendekatan induktif secara deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi di lapangan, wawancara (indepth interview), dokumentasi, hingga pemetaan partisipatif. Pengolahan data dari transkripsi data, pengorganisasian data, pengkodean data, dianalisis hingga pola, tema, dan konsep dapat teridentifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik agraria membentuk pola berulang dengan dua karakteristik, dimana di lapangan, klaim pemilikan tanah dan pemanfaatannya yang saling bersaing serta diskusi tanpa penyelesaian jelas. Di luar lapangan, terjadi diplomasi antara pihak-pihak berkepentingan, pencarian basis massa untuk bekerja sama, ketidak konsistenan pihak berkepentingan, dan penggunaan kekuasaan hierarki dalam penyelesaian konflik. Faktor penyebabnya mencakup perbedaan kepentingan pemanfaatan tanah yang berubah ke klaim pemilikan tanah (penumpukan kepentingan) di pesisir. Model penyelesaiannya berfokus pada pemilikan dan pemanfaatan tanah dengan pengaruh lokasi dari kondisi geografis dan histokultura, hingga kejelasan hukum dan kekuatan politik secara pertimbangan perilaku. Aspek ini menjadi tumpuan pemenuhan asas keseimbangan kepentingan sosial ekonomi dan kepentingan militer yang dimusyawarahkan secara konkret oleh semua pihak berkepentingan untuk jangka waktu konsensus dan pelaksanaan yang disepakati.

The agrarian conflict that occurred specifically in Setrojenar Village or in general in the Urut Sewu Area between the community and the TNI still has no end in sight and is still waiting for a decision regarding the clarity of land use rights certification to the TNI. Ten of the 15 villages in Urut Sewu agreed that their coast would be designated for TNI usage rights, while the remaining 5 did not agree with this decision. This stagnant condition underlies research carried out with the aim of exploring agrarian conflict by looking at conflict patterns, factors causing conflict, and efforts to resolve conflict by modeling the resolution. This research uses a qualitative research method through a descriptive inductive approach with data collection through field observations, in-depth interviews, documentation, and participatory mapping. Data processing from data transcription, data organization, data coding, analysis until patterns, themes and concepts can be identified. The results of the research show that agrarian conflicts form a recurring pattern with two characteristics, where in the field, claims for land ownership and its use are competing with each other and discussions without a clear resolution. Outside the field, there is diplomacy between interested parties, the search for a mass base for cooperation, inconsistent parties with interests, and the use of hierarchical power in resolving conflicts. Causative factors include differences in land use interests that have turned into land ownership claims (accumulation of interests) on the coast. The model of conflict resolution focuses on land ownership and use with the influence of location, from geographical and historical conditions, to legal clarity and political power in behavioral considerations. This aspect is the basis for fulfilling the principle of balancing socio-economic interests and military interests, which is discussed concretely by all interested parties for an agreed period of consensus and implementation.

Kata Kunci : konflik agraria, Urut Sewu, masyarakat, TNI, model penyelesaian

  1. S1-2023-412083-abstract.pdf  
  2. S1-2023-412083-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-412083-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-412083-title.pdf