Laporkan Masalah

PROGRAM BANTUAN SOSIAL TUNAI DAN IMPLIKASINYA PADA PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR DAN PERUBAHAN POLA KONSUMSI PANGAN: STUDI KASUS RUMAH TANGGA TERDAMPAK COVID-19 DI KABUPATEN SLEMAN

Shafa Aisya Putri, Dr. Mulyadi Sumarto, MPP

2023 | Skripsi | ILMU SOSIATRI

    Perekonomian 70 juta rumah tangga di Indonesia berada di bawah tekanan ekstrim akibat pandemi COVID-19. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 bahwa konsumsi rumah tangga Indonesia mengalami kontraksi sebesar -2,63%. Selain itu, pandemi COVID-19 juga mengubah pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia, ditunjukan dengan angka prevalensi ketidakcukupan pangan nasional pada tahun 2020 mencapai 8,34%. Kabupaten Sleman menjadi salah satu kabupaten/kota di Indonesia yang terkena dampak pandemi COVID-19. Ditunjukan dengan lahirnya keluarga miskin baru pada tahun 2020 sebanyak 119.770 keluarga dan kembali meningkat pada tahun 2021 menjadi 130.447 keluarga. Guna mengatasi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan berbagai skema perlindungan sosial salah satunya yaitu Bantuan Sosial Tunai (BST). BST menjadi program jangka pendek dan program yang baru pertama kali dirintis pada saat pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, implementasi BST masih menyimpan beberapa kendala.

Penelitian ini menggunakan konsep perlindungan sosial milik Barrientos yang menjelaskan bahwa perlindungan sosial bertujuan untuk melindungi konsumsi dasar rumah tangga. Lebih jauh, implementasi BST juga dipahami menggunakan berbagai faktor yaitu, komunikasi (George Edward III), sumberdaya (George Edward III, Van Meter & Van Horn, Cheema & Rondinelli), isi kebijakan (Grindle), faktor lingkungan (Mazmanian & Sabatier, Cheema & Rondinelli), dan hubungan antara organisasi (Van Meter & Van Horn, Cheema & Rondinelli). Kemudian, kebutuhan dasar dijelaskan menggunakan teori hierarki kebutuhan Maslow yang dipadukan dengan konsep kebutuhan dasar milik BPS. Sedangkan, faktor yang berdampak pada pola konsumsi pangan yaitu, pendapatan, pendidikan, umur, dan jumlah anggota keluarga. Lingkup penelitian berada di Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sumber data yang digunakan yaitu data primer melalui wawancara mendalam pada berbagai tingkatan pemerintah di Kabupaten Sleman dan penerima BST. Selain itu juga didukung dengan data sekunder. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan temuan implementasi BST yang utuh mulai dari perencanaan, verifikasi, pendistribusian, pemantauan, dan pelaporan.

Hasil penelitian ini menunjukan tiga temuan penting, pertama, implementasi BST di Kabupaten Sleman menunjukan masih terbatasnya sosialisasi program BST, konsep BST yang belum matang, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai basis data penerima BST yang tidak perbaharui sesuai kondisi sosial ekonomi saat pandemi, sehingga ditemukan banyak penerima BST yang tidak tepat sasaran. Kedua, BST mampu meringankan beban rumah tangga miskin dalam memenuhi kebutuhan dasar apabila nominal bantuan sebesar Rp 600.000, namun setelah mengalami pemotongan menjadi Rp 300.000  tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar hanya sekedar membantu. Hal ini yang menyebabkan ditemukan penyalahgunaan pemanfaatan dana BST untuk membayar hutang, berjudi, membeli rokok, dan membeli perhiasan. Ketiga, pemenuhan kebutuhan dasar penerima BST sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan pangan. Namun dengan nominal bantuan yang terbatas, penerima BST hanya mampu menggunakan dana bantuan untuk membeli bahan makanan pokok yaitu beras. Artinya, secara umum BST belum mampu meningkatkan pola konsumsi pangan yang bergizi namun dapat menjaga pola konsumsi pangan penerimanya.

The economy of 70 million households in Indonesia is under extreme pressure due to the COVID-19 pandemic. Based on data from the Central Statistics Agency (BPS) in 2020, household consumption contracted by -2.63%. In addition, the COVID-19 pandemic has also changed the food consumption patterns of the Indonesian people, as shown by the national food insufficiency prevalence rate in 2020 reaching 8.34%. Sleman Regency is one of the districts/cities in Indonesia affected by the COVID-19 pandemic. This is indicated by the birth of new poor families in 2020 totaling 119,770 families and increasing again in 2021 to 130,447 families. To overcome this, the government issued various social protection schemes, one of which is Cash Social Assistance (BST). BST is a short-term program and a program that was first initiated during the COVID-19 pandemic. Therefore, the implementation of BST still has several obstacles.

This study uses Barrientos' concept of social protection, which emphasizes that social protection aims to protect households' basic consumption. Furthermore, BST implementation is also understood using various factors, namely, communication (George Edward III), resources (George Edward III, Van Meter & Van Horn, Cheema & Rondinelli), policy content (Grindle), environmental factors (Mazmanian & Sabatier, Cheema & Rondinelli), and relationship between organizations (Van Meter & Van Horn, Cheema & Rondinelli). Then, basic needs are explained using Maslow's hierarchy of needs theory combined with BPS's basic needs concept. Meanwhile, factors that have an impact on food consumption patterns are income, education, age, and number of family members. The scope of the research was in Sleman Regency. The method used in this research is a qualitative research method with a case study approach. The data sources used are primary data through in-depth interviews at various levels of government in Sleman Regency and BST recipients. It is also supported by secondary data. This aims to obtain complete BST implementation findings starting from planning, verification, distribution, monitoring, and reporting.

The results of this study show three important findings, first, the implementation of BST in Sleman Regency shows that there is still limited socialization of the BST program, an immature BST concept, Integrated Social Welfare Data (DTKS) as a database for BST recipients that is not updated according to socio-economic conditions during the pandemic, so that many BST recipients are not on target. Second, BST is able to ease the burden on poor households in meeting basic needs if the nominal assistance is IDR 600,000, but after experiencing cuts to IDR 300,000 it is not sufficient to meet basic needs, only to help. This has led to the misuse of BST funds to pay debts, gamble, buy cigarettes, and buy jewelry. Third, the fulfillment of the basic needs of BST recipients is mostly allocated for food needs. However, with the limited amount of assistance, BST recipients are only able to use the assistance funds to buy basic foodstuffs, namely rice. This means that, in general, BST has not been able to increase nutritious food consumption patterns but can maintain the food consumption patterns of its recipients.

Kata Kunci : BST, kebutuhan dasar, pola konsumsi pangan, COVID-19

  1. S1-2023-428257-abstract.pdf  
  2. S1-2023-428257-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-428257-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-428257-title.pdf