Analisis Deformasi Vertikal Gunung Agung Sebelum dan Saat Erupsi Tahun 2017 Berdasarkan Data UAV Fotogrametri dan InSAR

Muhammad Raihan Arkan, Ruli Andaru, S.T., M.Eng., Ph.D.

2023 | Skripsi | TEKNIK GEODESI

Gunung Agung merupakan titik tertinggi di Pulau Bali dengan ketinggian puncak kawah berada pada 3031 meter di atas permukaan laut. Erupsi Gunung Agung memiliki tingkat risiko yang sangat besar mengingat terdapat 100.000 penduduk yang tinggal pada radius 10 km dari puncak gunung. Dengan banyaknya penduduk yang tinggal pada kawasan rawan bencana, maka diperlukan langkah mitigasi salah satunya dengan pemantauan deformasi vertikal gunung api untuk mengetahui aktivitas magma gunung pada fase sebelum maupun saat erupsi. Deformasi vertikal dapat berupa inflasi (pengembangan tubuh gunung) maupun deflasi (pengempisan tubuh gunung) yang terjadi berada dalam fraksi milimeter hingga sentimeter sehingga membutuhkan instrumen pengamatan yang sensitif dan akurat. Pengamatan deformasi vertikal gunung api menggunakan GPS dan EDM rentan rusak dan berisiko tinggi ketika dilakukan pada fase aktivitas magma meningkat. UAV fotogrametri dan teknologi penginderaan jauh sensor aktif berbasis radar seperti Sentinel-1 dengan metode pengolahan InSAR menjadi pilihan alternatif untuk meminimalisir risiko.

Erupsi Gunung Agung pada tahun 2017 pertama kali terjadi pada tanggal 21 November 2017 yang diikuti oleh rangkaian erupsi hingga 24 Januari 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deformasi vertikal Gunung Agung sebelum dan saat masa erupsi pada tubuh Gunung Agung dengan metode InSAR dan pada kawah Gunung Agung dengan metode UAV fotogrametri. Metode InSAR dilakukan dengan menggunakan tiga citra SAR Sentinel-1 pada tanggal 24 Oktober 2017, 17 November 2017 dan 11 Desember 2017 dan DEMNAS untuk koreksi topografi. Pengolahan dilakukan dengan perangkat lunak GMTSAR hingga mendapatkan citra fase unwrapped. Pengolahan citra fase unwrapped dan citra sudut insiden untuk mendapatkan nilai deformasi vertikal dilakukan pada perangkat lunak SNAP. Data UAV fotogrametri terdiri atas empat epok DEM hasil akuisisi pada tanggal 19, 20, 21 Oktober 2017 dan 16 Desember 2017 secara fotogrametris. Deformasi vertikal berdasarkan data UAV fotogrametri didapatkan dengan melakukan proses DEM difference antar epok.

Dari hasil metode InSAR sebelum erupsi dengan pasangan citra 24 Oktober 2017-17 November 2017, menunjukan terjadi inflasi di bagian atas Gunung Agung pada sekitar kawah dengan nilai maksimum sebesar 0,28 m. Pada saat masa erupsi dengan pasangan citra 17 November 2017-11 Desember 2017, menunjukan bahwa inflasi masih terjadi pada sekitar kawah dengan nilai maksimum sebesar 0,2 m. Inflasi terjadi karena pergerakan magma pada tingkat atas Gunung Agung menekan permukaan di sekitarnya. Deformasi vertikal berdasarkan metode UAV fotogrametri 19-21 Oktober 2017 (sebelum erupsi) menunjukan bahwa pada kawah Gunung Agung tidak terjadi deformasi vertikal. Sedangkan pada masa erupsi, berdasarkan metode UAV fotogrametri tanggal 16 Desember 2017, terjadi inflasi pada kawah dengan nilai maksimum 126 m akibat akumulasi magma.

Agung Volcano is the highest point on the island of Bali with a crater height of 3031 metres above sea level. The eruption of Agung Volcano has a very high risk level considering that there are 100,000 people who live within a 10 km radius of the volcano peak. With so many people living in disaster-prone areas, mitigation measures are needed, one of which is monitoring the vertical deformation of the volcano to determine the magma activity of the volcano in the phase before and during eruption. Vertical deformation can be in the form of inflation (expansion of the volcano body) or deflation (deflation of the volcano body) that occurs in the fraction of millimetres to centimetres, requiring sensitive and accurate observation instruments. Observations of vertical deformation of volcanoes using GPS and EDM are prone to damage and high risk when carried out in the phase of increased magma activity. Photogrammetric UAVs and radar-based active sensor remote sensing technologies such as Sentinel-1 with the InSAR processing method are alternative options to minimise risk.

The first eruption of Agung Volcano in 2017 occurred on 21 November 2017 followed by a series of eruptions until 24 January 2018. This study aims to determine the vertical deformation of Agung Volcano before and during the eruption period on the body of Agung Volcano using the InSAR method and on the crater of Agung Volcano using the UAV photogrammetry method. The InSAR method was conducted using three SAR images of Sentinel-1 on 24 October 2017, 17 November 2017 and 11 December 2017 and DEMNAS for topographic correction. Processing was carried out with GMTSAR software to obtain the unwrapped phase image. Processing of unwrapped phase images and incident angle images to obtain vertical deformation values was carried out in SNAP software. The photogrammetric UAV data consists of four DEM epochs acquired on 19, 20, 21 October 2017 and 16 December 2017 photogrammetrically. Vertical deformation based on photogrammetric UAV data is obtained by performing the DEM difference process between epochs.

The results of InSAR processing before the eruption with the image pair 24 October 2017-17 November 2017, showed that there was inflation at the top of Agung Volcano around the crater with a maximum value of 0.28m. During the eruption period with the image pair 17 November 2017-11 December 2017, it shows that inflation still occurs around the crater with a maximum value of 0.2m. Inflation occurs because the movement of magma at the upper level of Agung Volcano presses the surrounding surface. Vertical deformation measured using photogrammetric UAV data from 19-21 October 2017 (before the eruption) showed that the crater of the volcano had no vertical deformation. During the eruption period, based on data from 16 December 2017, inflation occurred in the crater with a maximum value of 126 m due to magma accumulation.

Kata Kunci : Sentinel-1, InSAR, UAV fotogrametri, deformasi vertikal, Gunung Agung