Laporkan Masalah

Sejarah Pertanian Desa Putat Kecamatan Patuk Gunungkidul 1977-1998

Ahmad Nurkholis, Dr. Mutiah Amini, M.Hum.

2023 | Skripsi | ILMU SEJARAH


4) Terjadi perubahan di lahan pekarangan di Desa Putat dengan digantikannya komoditi palawija dengan komoditi kakao akibat proyek Banpres dan dilanjutkan dengan pola PIR-Bun kakao dengan adanya kredit serta PT. Pagilaran sebagai inti yang menaungi dari penanaman sampai pemasaran dan Masyarakat Desa Putat sebagai plasma (petani). 5) Terjadi kendala dalam program PIR-Bun kakao di Desa Putat antara lain harga yang rendah akibat berlakunya harga proteksi, persaingan harga dengan tengkulak, kurangnya perawatan dikarenakan tanaman baru dan lahan yang sempit.
2)    Masuknya program Revolusi Hijau di Desa Putat memberikan dampak yang signifikan antara lain perubahan sistem pertanian tegalan ke pertanian sawah, menggunakan bibit unggul, pupuk kimia, irigasi sederhana dan panen menjadi dua kali setahun serta perubahan alat pertanian dari menanam sampai panen. 3) Program yang masuk antara lain Bimas yang disempurnakan, Inmas, Insus atau Opsus Gemah Ripah.
Hasil Penelitian ini adalah: 1) Sebelum masuknya modernisasi pertanian masyarakat Desa Putat mengusahakan pertanian dengan menggunakan alat sederhana dan masih berpegang dengan pengetahuan orang tua terdahulu dan adat istiadat masih dilakukan.
Pembangunan pertanian untuk meningkatkan produksi pertanian di Indonesia masa Orde Baru dilakukan dengan intensifikasi pertanian. Salah satu program pemerintah untuk meningkatkan pertanian melalui program Bimas (Bimbingan Massal), Inmas (Intensifikasi Massal), Insus (Intensifikasi Khusus), Opsus (Operasi Khusus) dan dibidang perkebunan melalui PIR-Bun (Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan). Program tersebut tidak hanya menyasar wilayah dataran rendah tetapi juga menyasar wilayah dataran tinggi. Desa Putat mengalami perubahan akibat kebijakan tersebut. Perubahan tersebut dimulai tahun 1977—1998. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan menggunakan sumber primer dan sekunder. Penelitian sejarah terdiri dari tahapan pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Sumber primer yang digunakan yaitu sumber wawancara, surat kabar, dan arsip BPS (Badan Pusat Statistik). Sumber sekunder yang digunakan adalah buku, jurnal, artikel yang diakses di internet dan perpustakaan.

Agricultural development to increase agricultural production in Indonesia during the Orde Baru was carried out by agricultural intensification. One of the government programs to improve agriculture is through the Bimas (Mass Guidance), Inmas (Mass Intensification), Insus (Special Intensification), Opsus (Special Operations) programs and in the plantation sector through PIR-Bun (Core Company for Plantation People). This program not only targets lowland areas but also targets highland areas. Putat Village experienced changes as a result of this policy. These changes began in 1977- 1998. This research used historical research methods utilizing primary and secondary sources. Historical research consists of the stages of topic selection, heuristics, verification, interpretation and historiography. The primary sources used were interview sources, newspapers and BPS (Central Statistics Agency) archives. Secondary sources used included books, journals, articles accessed on the internet and libraries.
The results of this research are: 1) Before the modernization of agriculture, the people of Putat Village cultivated agriculture using simple tools and still adhered to the previous knowledge of their parents and held customs. 2) The introduction of the Green Revolution program in Putat Village had a significant impact, including changing the system of dryland farming to rice fields, the use of superior seeds, chemical fertilizers, simple irrigation and harvesting twice a year as well as changes in agricultural equipment from planting to harvest. 3) The programs included enhanced Bimas, Inmas, Insus or Opsus Gemah Ripah. 4) There was a change in the yard land in Putat Village by replacing secondary crops with cocoa as a result of the Banpres project and continuing with the PIR-Bun cocoa pattern with credit and PT. Pagilaran was the core that covered everything from planting to marketing and the Putat Village Community as plasma (farmers). 5) There were obstacles in the PIR-Bun cocoa program in Putat Village, including low prices due to the implementation of protective prices, price competition with middlemen, lack of maintenance due to new plants and limited land.


Kata Kunci : Orde Baru, Desa Putat, Pertanian, Perkebunan kakao, PIR-Bun kakao.

  1. S1-2023-430988-abstract.pdf  
  2. S1-2023-430988-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-430988-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-430988-title.pdf