Laporkan Masalah

Otonomi daerah dan kebijakan pengelolaan sumber daya hutan :: Studi tentang implementasi kebijakan izin HPHH 100 ha di kabupaten Sintang

KURNIAWAN, Drs. Haryanto, M.A

2003 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Konsekwensi logis dari penerapan otonomi daerah versi Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 terhadap dinamika politik di tingkat daerah (Kabupaten/Kota) diantaranya adalah tersedianya ruang kebijakan publik yang mandiri. Artinya daerah memiliki ruang yang cukup lebar untuk merumuskan, mengimplementasi dan mengevaluasi sebuah kebijakan publik tanpa adanya intervensi dari pemerintah tingkat atas (Pusat dan Propinsi). Pengelolaan hutan adalah satu ruang kebijakan publik yang dimiliki Kabupaten/Kota di era otonomi saat ini. Penelitian ini mencoba menelaah kebijakan pengelolaan sumber daya hutan di era otonomi dengan fokus masalah pada bagaimana implementasi dan dampak kebijakan HPHH 100 ha di Kabupaten Sintang. Implementasi kebijakan ini akan dipahami melalui empat (4) variabel yaitu organisasi pelaksana, komunikasi, kepatuhan pelaksana dan dukungan kelompok sasaran. Sedangkan dampak kebijakan akan mengerti dari 2 (dua) variabel yaitu dampak positif mencakup kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dan peningkatan PAD dan dampak negatif berupa terjadinya konflik sosial (vertikal maupun horisontal). Agar bisa memahami fokus penelitian, dipilih metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif naturalistik. Untuk memperoleh data yang terkumpul akurat dan representatif, sumber data mencakup study kepustakaan, kantor-kantor pemerintah, responden dan informan kunci.. Responden adalah kelompok tani pemilik izin HPHH 100 ha yang tersebar di 14 kecamatan. Jumlah sampel ditetapkan 10 % dari total kelompok tani yang ada yaitu 24 kelompok tani. Untuk sampel wilayah dipilih kecamatan yang memiliki kelompok tani pemegang izin HPHH yang diatas 10 % dari total kelompok tani yang ada, mencakup 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sayan (44,11%), Kecamatan Kota Baru (17,64%) dan Kecamatan Nanga Pinoh (12,18%). Dengan menggunakan angket dan pedoman wawancara untuk menjaring data, sampel responden (masyarakat) adalah ketua kelompok pemegang izin HPHH 100 ha berjumlah 24 orang dan beberapa pemimpin formal di pemerintahan dan pemimpin informal menjadi informan kunci..Sedangkan tehnik sampling menggunakan penggabungan purposif dan aksidental samping. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa implementasi kebijakan HPHH 100 ha di Kabupaten Sintang belum berjalan secara baik dan benar. Indikatornya adalah kegiatan sosialisasi dan pembinaan yang relatif tidak dilakukan, tingkat kepatuhan aparat yang relatif rendah dan dukungan kelompok sasaran yang tidak teraplikasi sesuai dengan yang diharapkan dalam kebijakan HPHH 100 ha. Implikasi dari implementasi kebijakan, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa hadirnya dampak negatif cenderung dominan daripada dampak positif. Meskipun dampak positif ada berupa terjadinya peningkatan penghasilan/pendapatan ini diperoleh dari hasil penjualan kayu log, namun itu cenderung bersifat insidental dan tidak berkelanjutan. Apalagi ada indikasi bahwa perilaku konsumtif anggota kelompok tani itu sangat dominan daripada perilaku yang besifat produkif. Dampak positif lainnya, ternyata implementasi kebijakan HPHH 100 ha membawa perubahan yang cukup signifikan dalam meningkatan jumlah PAD Kabupaten Sintang. Dampak negatif yang terjadi adalah lahirnya konflik sosial khusunya yang bersifat horisontal sedangkan konflik yang bersifat vertikal tidak terjadi. Konflik yang bersifat horisontal itu secara konkrit ada dua yaitu antar masyarakat (kelompok tani) dan antara kelompok tani dengan pengusaha hutan. Penyebabnya yaitu mekanisme pembagian hasil penjualan kayu dari dalam kelompok serta terjadinya perebutan lahan hutan. Sedangkan konflik antara masyarakat dengan pengusaha hutan lebih disebabkan masalah hambatan tehnis dalam pembayaran penjualan kayu. Jika dicermati secara seksama, terjadinya dinamika implementasi yang kurang baik dan benar sehingga membawa dampak kebijakan seperti yang telah dijelaskan dipengaruhi oleh sangat kuanya logika peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Akibatnya kebijakan HPHH 100 ha menjadi wujud dari bias semangat paradigma communiy forestry yang hendak meletakkan masyarakat terutama di sekitar hutan sebagai pelaku dominan dan utama dalam pengelolaan hutan. Selain itu pula, implementasi kebijakan HPHH 100 ha adalah bukti nyata dari adanya pergulatan antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yang tiitik pergulatannya adalah dana reboisasi (DR). Dari itu semua maka kebijakan HPHH 100 ha cenderung lebih menguntungkan Pemda Kabupaten Sintang dan pengusasa hutan sedangkan masyarakat di sekitar hutan yang sesungguhnya menjadi traget groups kebijakan menjadi pihak yang dirugikan. Rekomendasi yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah memberikan 2 (dua) alternatif kepada Pemda kabupaten Sintang Pertama; kebijakan HPHH 100 ha tersebut dihentikan, kemudian agar dipikirkan penciptaan kebijakan yang baru dengan tetap mengindahkan rambu-rambu hukum yang ada.. Kedua; kebijakan HPHH 100 ha tersebut masih bisa terus dilaksanakan tetapi dengan catatan agar melakukan perubahan-perubahan, misalnya merubah orientasi pemunggutan hasil hutan, pelibatan komponen civil society yang lebih besar, pengawasan yang semakin ketat dan sebagainya yang diarahkan agar dapat lebih menguntungkan masyarakat di sekitar hutan dan menjamin tidak terjadinya kerusakan sumber daya hutan.

Kata Kunci : Otonomi Daerah,Kebijakan HPH


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.