Efisiensi Tatalaksana Kasus Infark Miokard Akut dengan Kendali Clinical Pathway di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2022

MUHAMMAD TRI SAKSONO DARMAWAN, Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua; dr. H. Arditya Damar Kusuma, M. Med (Clin Epid), Sp.JP

2023 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar Belakang: Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu penyebab utama kematian, menjadikan beban berat negara. Dengan prevalensi berkisar tiga juta orang di seluruh dunia pada tahun 2020, biaya rawat inap, readmisi, dan kematian menjadi mahal. Sejak penerapan Jaminan Kesehatan Nasional pada 2014, sangat diperlukan efisiensi biaya. Tuntutan kualitas termasuk cepatnya waktu pelayanan dan efisiensi menyebabkan semua harus  efisien. Implementasi clinical pathway merupakan sebuah cara efektif dan efisien standarisasi perkembangan terapi, menjaga kualitas proses klinis dan biaya dengan upaya mengurangi LOS secara aman. 

Tujuan: Untuk mengetahui apakah terdapat Efisiensi pada Tata Laksana Kasus Infark Miokard Akut setelah Penerapan clinical pathway di RSUP Dr. Sardjito

Metodologi. Metodologi yang dipergunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif, observasional analitik, dengan menggunakan pendekatan desain potong lintang (cross sectional).

Hasil: Rerata usia subjek adalah 63,31+12,04 tahun, usia termuda 37 tahun, dan tertua 94 tahun. Sebagian besar subjek termasuk lansia (>60 tahun), 63,9%. Mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki 72,8%. Rerata LOS sebelum clinical pathway 5,69±5,90 hari dan 3,92±3,18 hari setelah clinical pathway, berkurang 1,77 hari dan penurunan ini signifikan secara statistik (p = 0,013). Jumlah subjek yang mengalami readmisi pada penelitian ini hanya enam orang (3,3%), terdiri atas satu orang pada kelompok 1 (17,7%) dan lima orang pada kelompok 2 (83,3%). Sebanyak 38 subjek (21,1%), 16 subjek (17,80%) pada kelompok 1, dan 22 subjek (24,4%) pada kelompok 2. Hasil outcome mortalitas tersebut tidak berbeda signifikan, rerata usia ? 60 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Tagihan rumah sakit per pasien IMA kelompok 1 sebesar Rp. 56.692.161,68, menjadi Rp. 33.793.104,03 setelah implementasi clinical pathway (pengurangan sebesar Rp 22.899.057,65 atau 40,39%) dan perbedaan besaran tersebut berbeda signifikan secara statistik (p<0>

Kesimpulan: Perbaikan implementasi clinical pathway Infark Miokard Akut (IMA) di RSUP Dr. Sardjito dapat meningkatkan efisiensi biaya perawatan kasus infark miokard akut. Hal yang memberikan dampak efisiensi perawatan infark miokard akut adalah pemendekan LOS. Varian pemeriksaan laboratorium dan varian terapi tidak menyebabkan in-efisiensi biaya perawatan

Background: Acute myocardial infarction (AMI) is one of the main causes of death, making it a heavy burden for the country. With a prevalence of around three million people worldwide in 2020, the costs of hospitalization, readmission and death are expensive. Since the implementation of the National Health Insurance in 2014, cost efficiency is urgently needed. Quality demands including fast service time and efficiency cause everything to be efficient. Implementation of a clinical pathway is an effective and efficient way of standardizing therapy development, maintaining the quality of clinical processes and costs in an effort to safely reduce LOS. 

Objective: To find out whether there is efficiency in the management of cases of acute myocardial infarction after the application of the clinical pathway at RSUP Dr. Sardjito Methodology. The methodology used in this study is quantitative, observational analytic, using a cross-sectional design approach. 

Results: The mean age of the subjects was 63.31+12.04 years, the youngest was 37 years old, and the oldest was 94 years. Most of the subjects including the elderly (> 60 years), 63.9%. The majority of research subjects were 72.8% male. The average LOS before the clinical pathway was 5.69 ± 5.90 days and 3.92 ± 3.18 days after the clinical pathway, decreased by 1.77 days and this decrease was statistically significant (p = 0.013). The number of subjects who underwent readmission in this study were only six people (3.3%), consisting of one person in group 1 (17.7%) and five people in group 2 (83.3%). A total of 38 subjects (21.1%), 16 subjects (17.80%) in group 1, and 22 subjects (24.4%) in group 2. The mortality outcomes were not significantly different, the mean age ? 60 years and type male genital. The hospital bill per IMA patient in group 1 is Rp. 56,692,161.68, to Rp. 33,793,104.03 after the implementation of the clinical pathway (a reduction of IDR 22,899,057.65 or 40.39%) and the difference in these amounts was statistically significant (p<0>

Conclusion: Improving the implementation of the acute myocardial infarction (IMA) clinical pathway at Dr. Sardjito can increase the cost efficiency of treating acute myocardial infarction cases. The thing that has an impact on the efficiency of acute myocardial infarction treatment is the shortening of LOS. Variants of supporting examinations and variants of therapy do not cause inefficiencies in treatment costs. 

Kata Kunci : infark miokard akut, clinical pathway, length of stay, efisiensi, varian, acute myocardial infarction, clinical pathway, length of stay, efficiency, variance