Laporkan Masalah

Daya dukung pertanian lahan kering di Nusa Tenggara Timur

KISSE, Darmanto Frestigel, Dr. Ir. Irham, MSc

2003 | Tesis | S2 Ekonomi Pertanian

Suatu penelitian tentang dayadukung produksi pertanian lahan kering di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan menggunakan data sekunder, untuk mengetahui daya dukung produksi pertanian lahan kering di NTT dan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap daya dukung produksi pertanian lahan kering di NTT dan secara keseluruhan wilayah. Daya dukung didasarkan pada : produksi aktual lahan kering, jumlah penduduk/ tanggungan keluarga, tingkat konsumsi penduduk perkapita. Analisa daya dukung dilakukan dengan kebutuhan kalori standar dipakai angka 2100 kalori per orang per hari. Untuk itu seluruh produksi aktual bahan makanan pangan pokok dikonversi menjadi kalori dengan menggunakan tabel konversi tetapan departemen kesehatan Republik Indonesia tahun 1993. Hasil penelitian diketahui bahwa pertanian lahan kering di NTT selama 15 tahun (1982-1996) memiliki daya dukung yang fluktuatif, produktivitas pertanian lahan kering tertinggi 3,19 x 107 kalori/ha/tahun, dayadukung tertinggi dicapai tahun 1996 dengan daya dukung per hektar adalah 416 orang/ km2 (42 orang/ha/tahun) atau sekitar 8,4 kepala keluarga (KK) atau 2.884.850 jiwa (576.970 kk) dan terendah adalah tahun 1982 dengan produktivitas 2,23x 107 kalori/ha/tahun, dayadukung 291 orang/km2 (29 orang/ha/tahun) atau 5,8 KK atau 1.991.920 jiwa ( 398.384 kk) dengan rata-rata dayadukung tahun 1982-1996 adalah 341 orang/km2 (34 orang/ha/tathun) sekitar 6,8 KK atau 2.335.350 jiwa ( 398.070.kk). Dengan dayadukung rerata ini, jika total lahan kering yang ada 1.510.500 ha diusahakan seluruhnya, maka NTT dapat dihuni oleh 51.357.000 jiwa atau sekitar 10.357.000 kk, tetapi karena hingga saat ini baru sekitar 45,47 % lahan kering diusahakan ( 686.868 ha )dengan tingkat produktivitas reratanya selama 15 tahun 73,46 % dan dayadukung rerata pertanian lahan kering di NTT 2.335.350 jiwa atau 467.070 kk. Jadi produktivitas lahan kering di NTT cukup tinggi, tetapi distribusi produk pertanian lahan kering rendah, maka produktivitasnya belum berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat, untuk itu masyarakat mensiasati dengan : 1). Pola Konsumsi minimal, 2). Pengelolaan pendapatan, 3). Ikatan sosial, 4). Konsumsi bertingkat. Selain itu dari penelitian ini diketahui bahwa nilai 1 (satu) kalori pertanian lahan kering di NTT bernilai Rp 0,018 sedangkan beras yang didatangkan Rp.0,69 ( 1 kg beras seharga Rp.2500), sehingga untuk memenuhi kebutuhan kalori 2100 setiap orang di NTT jika mengkonsumsi produk pertanian lahan kering hanya mengeluarkan Rp.47,5 dari beras yang didatangkan dari luar daerah sebesar Rp. 2.452,5 dengan demikian jika mengandalkan konsumsi kalori pada pangan impor (beras), setiap orang NTT harus mensubsidi Rp.2.452,5 ke wilayah sumber beras tersebut didatangkan. Rendahnya produktivitas lahan kering di NTT disebabkan beberapa hal antara : Tingginya seranga n hama dan penyakit, kendala iklim ( curah hujan, distribusi hujan tidak merata), rendahnya tingkat penerapan teknologi di pertanian lahan kering baik pada tingkat penemuan inovasi maupun pada tingkat penggunaan inovasi pertanian lahan kering, pendidikan petani tidak menjawab persoalan di bidang pertanian lahan kering, biasnya kebijakan pembangunan pertanian. Untuk itu dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah untuk pengembangan pertanian lahan kering, memacu distribusi produk pertanian lahan kering, membangun kebanggaan dalam mengkonsumsi pangan produk pertanian lahan kering, pendidikan petani yang berbasis pertanian lahan kering, penentuan harga produk pertanian lahan kering yang berbeda dari produk pangan lainnya bila di kaitkan dengan pembangunan pertanian berkelanjutan, selain itu guna memacu petani meningkatkan produktivitas pertanian lahan kering di NTT, maka upaya reformasi agraria yang berpihak masyarakat petani perlu diberi prioritas sehingga memberi kepastian kepemilikan atas lahan pertanian dan petani terpacu untuk meningkatkan produksi pertanian yang akhirnya mendorong peningkatan daya dukung yang selanjutnya meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarga pada khususnya dan mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat di NTT.

The analys is intended to indentify the carrying capacity of dry farming production of East Nusa Tenggara is carried out by using the data from BPS in east nusa tenggara province in 15 years from 1982 to 1996. They are 12 distric and sum off people in east nusa tenggara included in the analysis those are classified according productivity the farming and residence capacity ( distric) The estimation of the carrying capacity of dry farming production of East Nusa Tenggara using 2100 kalor’s from the national departement health standarized to man refference. The research know the carrying capacity of dry land farming in east nusa tenggara for 15 year’s (from 1982-1996) haved carrying capacity verry fluctuative, the ceilling productivity of dryland farming is 3,19 x 107 kilo calor’s/ha/year’s or 8,4 family or 2.884.850 person at 1996 is 416 person / km2 ( 42 person/ ha/year’s). The floor carrying capacity at 1982 is 291 person/km2 ( 29 person/ha/year’s)or 5,8 family or 1.991.920 person or 467.070 family. With the carrying capacity, if all of the dryland 1.510.500 ha in use, all of them in east nusa tenggara will be lived for 51.357.350 person or 10.357.400 family, but now only 45,47 % ( 686.868 ha) dryland in use and now the productivity of dryland for 15 year’s 73,46 % and now the carrying capacity of dryland farming in east nusa tenggara is 2.335.350 person’s or 467.070 family. The productivity of dryland farming is east nusa tenggara so hight, but the distributived of the product of dryland farming haven’t corelation for the people welfare, make the people in east nusa tenggara give a policy for acheaving with : 1. pattern minimum of consumption, 2. organize the income, 3. social bunch, 4. consumption stage. This research knowed value of one calorie from dryland farming is Rp.0,018 and from import rice is 0,69 ( 1 kg rice is Rp.2.500), until to fill calorie consumption 2100 one person in east nusa tenggara if consumption the product of dryland farming only put outside Rp.42,5 but from the import rice from the outside area, every person in east nusa tenggara must subsidized Rp.2452,5 to the area where the rice imported coming. The fluctuation of dryland farming production in east nusa tenggara, because : advanced of the plant deases, constraint of the climate ( off rain, the rain distribution not smooth), low application of the tecnology in dryland farming in the inovation stage although in the inovation aplication in dryland farming, biased the articulate of agriculture development. For that want a articulate of goverment to meaning sense the dryland farming, to developed rightfully proud to consumption product of dryland farming, farmer education basis dryland farming, act of determining the price of dryland farming product have a difference produc of agriculture if catc h with the sustainable development, in addition to spur dryland farmer productivity in east nusa tenggara, the reformation stand on farmer society must give priority certainty ownership for the agriculture land and farmer extracted to in crease the agriculture product, and last to assist the carrying capacity furthermore happen properity of farmer and family a specialy and send down the proverty in community east nusa tenggara.

Kata Kunci : Ekonomi Pertanian,Pertanian Lahan Kering


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.