Hubungan Riwayat Pemberian Makanan Minuman Prelakteal dan Analisis Asam Amino terhadap Kejadian Wasting pada Baduta di Provinsi Maluku: Analisis Data Riskesdas 2018
Ratih Puspitaningtyas Purbaningrum, Dr. dr. Neti Nurani, M.Kes., Sp.A(K); Digna Niken Purwaningrum, S.Gz., MPH., Ph.D
2023 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Latar belakang: Kasus wasting di Indonesia kerap dianggap belum menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mendesak, padahal kejadian wasting di usia dini berdampak buruk pada anak sampai dewasa. Dalam 15 tahun terakhir, prevalensi wasting di Indonesia selalu berada dalam kategori medium (>5%) dan kasus severe wasting di Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di dunia. Prevalensi wasting tertinggi di Indonesia terjadi pada tahun 2018 (10,2% pada balita dan 11,7% pada baduta).
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan praktik pemberian prelakteal dan profil asam amino terhadap kejadian baduta wasting di Provinsi Maluku tahun 2018.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan menggunakan data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018. Provinsi Maluku dipilih karena dalam kurun waktu 6 tahun terakhir selalu menjadi provinsi tertinggi untuk prevalensi kasus wasting dan menempati peringkat keempat tertinggi untuk proporsi bayi yang mendapatkan prelakteal di Indonesia. Data terkait jenis makanan prelakteal dianalisis secara bioinformatika melalui situs NCBI dan Protparam. Kemudian data diolah dan dianalisis dengan complex samples menggunakan analisis deskriptif, uji chi-square, dan regresi logistik.
Hasil: Penelitian ini mengikutsertakan 612 subjek penelitian dalam analisis. Prevalensi wasting baduta di Provinsi Maluku Tahun 2018 sebesar 19,60%. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin (p = 0,016) dan status imunisasi (p = 0,041) dengan kejadian wasting. Sementara itu, riwayat pemberian makanan atau minuman prelakteal tidak berhubungan dengan kejadian wasting (p = 0,777). Ketika dilakukan analisis pada subsampel yang diberi makanan/minuman prelakteal, ditemukan bahwa baduta yang mengalami wasting memiliki proporsi yang lebih besar menerima prelakteal dari jenis makanan yang lunak, semi-padat, padat atau kombinasi prelakteal berbasis susu dan air, yaitu sebesar 65,85%. Berdasarkan profil asam amino triptofan, tidak ada perbedaan proporsi antara baduta wasting dengan baduta yang tidak wasting (p = 0,995). Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel pemberian makanan/minuman prelakteal jenis lain (OR 5,38; 95%CI 1,71–16,96), anak laki-laki (OR 2,06; 95%CI 1,15–3,69), dan terlahir prematur (OR 1,83; 95%CI 1,06–3,18) berhubungan secara signifikan dengan kejadian wasting pada baduta di Provinsi Maluku setelah memperhitungkan variabel lain.
Kesimpulan: Baduta di Provinsi Maluku (tahun 2018) yang berjenis kelamin laki-laki, mendapatkan makanan minuman prelakteal jenis lain, dan terlahir prematur, memiliki peluang lebih tinggi untuk mengalami wasting setelah dikontrol dengan faktor lain.
Background: Even though wasting at a young age has detrimental effects on children and adults, cases of wasting are frequently not thought to be an urgent public health problem in Indonesia. In the past 15 years, Indonesia has consistently had a medium incidence of wasting (> 5%), and the country has the second-highest rate of severe wasting worldwide. The highest prevalence of wasting in Indonesia occurred in 2018 (10,2% for toddlers and 11,7% for under-fives).
Objective: This study aims to determine the relationship between the prelacteal feeding practices and prelacteal’s amino acid profile with wasting among under two years (0-23 months) children in Maluku Province in 2018.
Method: This study used a cross-sectional design and used secondary data from Indonesian Basic Health Research (Riskesdas) 2018. Maluku Province was chosen because in the last 6 years it has always been the highest province with wasting prevalence and ranked fourth highest for the proportion of newborn who receive prelacteals in Indonesia. Data related to prelacteal types were analyzed bioinformatically through the NCBI and Protparam websites. Then the data were processed and analyzed with complex samples using descriptive analysis, chi-square test and logistic regression.
Results: This study analysis included 612 research subjects. The wasting in Maluku Province in 2018 was 19.61%. The chi-square test showed that there was a significant difference in proportion between sex child (p = 0,016) and vaccination status (p = 0,041) with wasting. Meanwhile, a history of prelacteal feeding was not associated with wasting (p = 0,777). When we analyzing the prelacteals sub-samples, it was found that the wasting children had a greater proportion receiving prelacteals from soft/semi-solid/solid foods or a combination between milk and water-based prelacteals, which was 65,85%. Based on the tryptophan amino acid profile, there was almost no difference proportion between wasting and non-wasting children (p = 0,995). The logistic regression test showed that any prelacteal feeding (OR 5,38; 95% CI 1,71–16,96), boys (OR 2,06; 95% CI 1,15–3,69), and premature birth (OR 1,83; 95% CI 1,06–3,18) were significantly associated with wasting in under-two children in Maluku after controlled by other variables.
Conclusion: Any prelacteal, boys, and premature birth were significantly associated with wasting among under-two children in Maluku after controlled by other variables.
Kata Kunci : wasting, baduta, prelakteal, asam amino, bioinformatika, Maluku, under-two years, prelacteal feeding, amino acids, bioinformatics