Kepemimpinan dalam kekuasaan :: Studi sosiologi politik Ibnu Khaldun
CASTRO, A. Ali, Drs. Lambang Trijono, M.A
2003 | Tesis | S2 SosiologiAbu Zaid Abdurrahman bin Muhammad Ibn Khaldun yang popular dengan nama Ibn Khaldun adalah tokoh muslim yang mempunyai pengalaman dan keahlian dalam berbagai bidang. Ia adalah sosiologi, filosof, antropolog, budayawan, historian, faqih dan juga ahli politik sekaligus politikus kawakan. Ia dilahirkan di Tunisia Afrika Utara pada 1 Ramadhan 732 H yang bertepatan dengan 27 Mei 1337 M dan wafat pada 26 Ramadhan 808 H/2 Maret 1406 di Mesir saat beliau tengah menjalankan tugas sebagai ketua Hakim Agung Kerajaan dengan gelar Waliyuddin. Apa yang menarik dari Ibn Khaldun tidak terletak pada kemenonjolannya dalam satu disiplin ilmu pengetahuan tertentu, melainkan terletak pada kemampuannya menjaga penguasaannya secara proposional dan terpadu terhadap berbagai segi ilmu social, termasuk politik. Dengan cara ini ia mencoba melihat fenomena kemanusiaan dan berbagai dimensi sosial. Pemikiran-pemikiran Ibn Khaldun mempunyai keterkaitan erat dengan situasi sosial semasa hidupnya. Sebagaimana diketahui bahwa keadaan masyarakat yang ia lihat dan ia alami adalah masa kemunduran dan perpecahan yang merupakan konsekuensi logis dari adanya konflik yang melanda dunia Islam. Padahal Eropa saat itu telah memperlihatkan tanda-tanda perubahan kebangkitan pemikiran. Dengan demikian situasi itu merupakan data empiris yang ia kumpulkan sebagai bahan untuk membangun berbagai kerangka teori yang dikembangkan Ibn Khaldun. Dengan menyadari akan eksistensi manusia, Ibn Khaldun menegaskan akan perlunya kerjasama antara manusia itu sendiri. Dari kerjasama inilah yang menimbulhan peradaban sejarah manusia. Selama manusia masih terus berhubungan dengan yang lainnya, maka selama itu pula peradaban terus bertahan. Namun di balik semua itu ada kekurangan yang sangat fatal pada diri manusia, yaitu bahwa manusia munurut Ibn Khaldun memiliki naluri untuk menguasai, merampas hak milik saudaranya sesame manusia. Penindasan dan pengeksploitasian serta sifat dan naluri manusia semacam ini mengandung potensi anarkis dalam masyarakat. Anarki itu sendiri akan mengakibatkan kehancuran manusia. Maka untuk mencegah kehancuran itu, diperlukan upaya untuk menimbulkan kesadaran manusia agar mendelegasikan tugas mengatur organisasi kemasyarakatan atau dalam skala besar berbentuk sebuah Negara. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa menurut Ibn Khaldun pendekatan yang digunakan untuk menuju kehidupan manusia dalam masyarakat bukanlah pendekatan keagamaan melainkan pendekatan kultur, suatu pendekatan yang memiliki ruang lingkup yang luas dan universal aplikasinya. Disini ia menekankan peranan ‘ashabiyah sebagai factor integrative dan pengutuh berbagai perdebatan yang timbul dalam masyarakat. Peran ‘asyabiyah itu akan berjalan mulus apabila ‘ashabiyah itu berjalan berdampingan dengan agama. Keduanya menggalang dan mempertinggi moralitas masyarakat dan Negara. Berangkat dari pemikiran di atas, tesis ini mencoba untuk menelusuri kembali bagaimana konstruksi pemikiran Ibn Khaldun mengenai kepemimpinan dan kekuasaan yang tertuang dalam karya Magnum opusnya Muqadimah. Kemudian bagaimana ia membangun konsepnya tersebut dengan mengadakan pengamatan yang mendalam, dimana ia juga sering terlibat didalamnya-terhadap fenomena masyarakat pengembaraan dan masyarakat menetap. Dua tipologi masyarakat yang ada pada saat itu. Kedua tipologi masyarakat tersebt, ia masukkan dalam wilayah peradaban (umara’). Di sini juga terlihat bagaimana referensi ‘ashabiyah dalam kehidupan masyarakat, dalam upaya menunjang keberhasilan suatu gerakan keagamaan, dan juga sangat berperan dalam jatuh bangunnya sebuah kekuasaan.
Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad Ibn Khaldun, popilar with name Ibn Khaldun was Moslem figure that had experience and skill in all kinds. She was sosiolog, filosof, anthropology, cultural observer, historian, Islamic lawyer and politician, all experienced politician at once. He was born in Tunisia, South Africa at I Ramadhan 732, coinceded with 27 may 1337 M and pass away at 26 Ramadhan 808 H/2 march 1406 at Mesir, when he leaded as kingdom justice of the supreme court chairman with title Waliyuddin. Something interested from Ibn Khaldun wasn’t located at his superiority in certain knowledge, but located in his capability to keep capacity by reasonable about all social science at once, included poliyic. With this manner, he tried look at humanity phenomena from several social dimention. Ibn Khaldun thoughts have deep connection with social situation at the time when he lived. As well know that situation of community which was constitute logical consistent from being conflict knock downed Islamic world. Whereas, at the time Europe displayed the change signs of resurgence of thinking. Thus, the social situation sonstituted empiric data, he joined at substance to building variouos of theory frame-work expended by Ibn Khaldun. By realized human exixtence, Ibn Khaldun explained cooperation needed between human itself. From this cooperation bring human historical cultured. During human still related with the other, so at that time the culture directed horded out. But, behind that all, locked by serious by at human itself, that human. Oppression, explatation as well as characteristic and human feeling this kind contained anarchis potential in community. That anarchis well resulted in human destroy. So, to prohibit the destroyed be needed means to bring humans pureness to delegated duty to set community organization up on state. One of something to attentioned that by Ibn Khaldun the approucher which was used to went human living in community wasn’t religious approucher but culture approucher, one approucher has large scope and application universal. Here, he stressed ‘ ashabuyah rolear integratic factor and integrationist debate averious which was emerged in community the ‘ashabiyah character will be fast working if the ‘ashabiyah worked side by with religious. The both clocked and enhanced community and state morality. Leaved from the thought, this thesis tried to go back traced why Ibn Khaldun thought thought construction about leadership and pourd in Muqadimah the worker of magnum. Than why he build the concept’s with deeped observate, where he often go in deeper – about phenomenon of adventured community and stay community up. Two thyphology of community being at the time. Both the thyphology of community, entered from part of culture (‘umara’). Here look at too, why ‘ashabiyah reference in living community. To back success up about community movement, and every actor in power stability.
Kata Kunci : Kepemimpinan dan Kekuasaan,Ibnu Khaldun,Sosiologi