Pengajuan Pembatalan Akta Perdamaian yang Dibuat Di Hadapan Notaris (Studi Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 71/Pdt.G/2017/PN.Pdg jo Putusan Tinggi Padang Nomor 25/Pdt/2018/PT.Pdg jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 2879K/Pdt/2018)
Vidivicia Sukses Soenoe, Prof. Dr. Tata Wijayanta, S.H., M.Hum.
2023 | Tesis | S2 Magister Kenotariatan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis 1) kualifikasi pemaksaan dan ancaman yang membatalkan akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris dan 2) pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Padang Nomor 25/Pdt/2018/PT.Pdg jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2879K/PDT/2018 yang tidak membatalkan akta perdamaian. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang didukung wawancara narasumber yaitu, dua orang Notaris/PPAT dan seorang Hakim Pengadilan Negeri. Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Cara pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Data dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif analisis kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan pemaksaan dan ancaman membatalkan perjanjian karena tidak sesuai dengan unsur subjektif mengenai kesepakatan. Putusan Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi untuk tidak membatalkan akta perdamaian karena memuat hak masyarakat hukum adat atas penjualan tanah pusaka tinggi.
Kesimpulan penelitian adalah 1) Kualifikasi paksaan dan ancaman dalam akta perdamaian adalah pada saat pembuatan perjanjian menimbulkan ketakutan secara fisik atau psikis yang tidak sesuai dengan syarat sah perjanjian 2) Putusan Mahkamah Agung sudah tepat untuk tidak membatalkan akta perdamiaan dengan memandang segala aspek yang bersifat yuridis, filosofis, dan sosiologis. Sedangkan saran yang diberikan yaitu 1) notaris sebaiknya melakukan pemeriksaan secara langsung untuk mengetahui terjadi paksaan dan ancaman pada pembuatan akta perdamaian 2) Mahkamah Agung diharapkan membuat yurisprudensi tentang paksaan dan ancaman yang tidak diatur dalam KUHPerdata.
This research aims to find out and analyze 1) the qualifications of coercions and threats that annul the mediated settlement agreement made in front of a notary and 2) the judge considerations on the high court of Padang decision number 25/Pdt/2018/PT.Pdg jo the supreme court decision number 2879K/PDT/2018 which does not annul the mediated settlement agreement. This research is a normative juridicial research supported by the interviews with informants, two notaries/PPAT and a district court judge. The research materials used are primary, secondary and tertiary legal materials. The data collection methods used is document studies. The data were analyzed qualitatively and presented in descriptive qualitative analysis.
The result and the discussions of this research shows that coercions and threats annul the agreement because it is not suitable with subjective elements in the agreement. The supreme court’s decision upheld the high court’s decision decision not to annul the mediated settlement agreement because it contained the rights of indigenous people of selling the heritage land.
This research shows that 1) the qualifications of coercions and threats in mediated settlement agreement are when in the making process of agreement creates physical of physicological fear that is not suitable with the legal terms of the agreement 2) the supreme court’s decision is appropriate not to cancel the mediated settlement agreement by looking all aspetcs includes juridicials, philosophicals, and sociologicals. While the suggestions given are 1) the notary should conduct a direct examination to find out the occurrence of coercions and threats in the process of making agreement 2) the supreme court is expected to make juriprucence regarding the coercion and threats that are not regulated in the civil code.
Kata Kunci : Akta Perdamaian, Pembatalan, Notaris