Laporkan Masalah

Kajian Indeks Kekeringan di Daerah Aliran Sungai Luk Ulo Bagian Hulu

Muhammad Farhan Athaya, Prof. Dr. Slamet Suprayogi, M.S.

2023 | Skripsi | GEOGRAFI DAN ILMU LINGKUNGAN

Kekeringan merupakan bencana hidrometeorologis yang ditandai dengan keadaan kering abnormal dan berkepanjangan  akibat kurangnya pasokan air. Salah satu wilayah yang kerap kali mengalami kekeringan ialah daerah aliran sungai (DAS) Luk Ulo bagian hulu, yakni suatu DAS yang mencakup Kabupaten Kebumen, Banjarnegara, dan Wonosobo. Salah satu upaya dalam memahami karakteristik kekeringan di DAS Luk Ulo bagian hulu adalah melalui identifikasi ketersediaan air serta indeks kekeringan. Salah satu indeks kekeringan adalah indeks kekeringan Palmer yang mencakup Palmer Hydrological Drought Index (PHDI) dan Palmer Drought Severity Index (PDSI). Tujuan dari penelitian ini ialah (1) Mengkaji ketersediaan air di DAS Luk Ulo bagian hulu dan (2) Mengkaji indeks kekeringan PHDI dan PDSI di DAS Luk Ulo bagian hulu.

Metode yang digunakan dalam menghitung ketersediaan air adalah melalui penentuan nilai surplus dan defisit berdasarkan neraca air Thornthwaite. Sementara itu, pemahaman keadaan kekeringan dapat dilakukan menggunakan indeks kekeringan Palmer, yaitu berupa berbasis neraca air yang membandingkan keadaan pada suatu waktu dengan keadaan normal melalui nilai Climatically Appropriate for Existing Condition (CAFEC). Perhitungan dilakukan berdasarkan wilayah pengaruh stasiun hujan, yakni sebanyak tiga stasiun yang mencakup Stasiun Wadaslintang, Karangsambung, dan Singomerto. Waktu kajian dilakukan selama 10 tahun, yakni pada tahun 2011–2020.

Ketersediaan air tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan besaran sebagai berikut: Wadaslintang 4.166 mm, Karangsambung 4.316 mm, dan Singomerto 3.725 mm. PHDI pada tahun 2016 juga menunjukkan klasifikasi terparah dan terluas mencapai klasifikasi sangat basah, yakni di Karangsambung dan Wadaslintang sehingga menimbulkan dampak seluas 202,14 km2. Tahun yang sama PDSI mencapai klasifikasi basah ekstrem dengan luasan yang serupa. Sebaliknya, ketersediaan air mengalami nilai terendah pada tahun 2019 di Wadaslintang dan Karangsambung, sedangkan Singomerto pada tahun 2015, yakni secara berturut-turut sebesar 1.120 mm, 1.364 mm, dan 1.523 mm. Sementara itu, PHDI menunjukkan kekeringan terparah dan terluas mencapai kering lemah pada 2014 yang berlaku di Karangambung dan Singomerto sehingga menimbulkan dampak seluas 257,38 km2. Sementara itu, PDSI menunjukkan kekeringan terparah dan terluas mencapai kering lemah di Karangsambung dan Wadaslintang pada 2019 dan 2020 sehingga menimbulkan dampak seluas 202,14 km2. Berdasarkan jumlah kejadian, PHDI dan PDSI menunjukkan sebagian besar berklasifikasi kering. Walau begitu, tidak teridentifikasi adanya bulan yang mencapai kering ekstrem.

Drought is a hydrometeorological disaster characterized by abnormal and prolonged dry conditions due to lack of water supply. One of the areas that often experiences drought is the upper Luk Ulo watershed, which covers Kebumen, Banjarnegara and Wonosobo regencies. One of the efforts in understanding the characteristics of drought in the upper Luk Ulo watershed is through the identification of water availability and drought indices. One of the drought indices is the Palmer drought index which includes the Palmer Hydrological Drought Index (PHDI) and Palmer Drought Severity Index (PDSI). The objectives of this study are (1) to assess the availability of water in the upper Luk Ulo watershed and (2) to assess the PHDI and PDSI drought indices in the upper Luk Ulo watershed.

The method used in calculating water availability is through the determination of surplus and deficit values based on Thornthwaite's water balance. Meanwhile, understanding the state of drought can be done using the Palmer drought index, which is a water balance-based that compares the situation at a time with the normal situation through the Climatically Appropriate for Existing Condition (CAFEC) value. The calculation was carried out based on the area of influence of the rain station, which is as many as three stations covering Wadaslintang, Karangsambung, and Singomerto Stations. The study time was conducted for 10 years, namely in 2011-2020.

The highest water availability occurred in 2016 with the following amounts: Wadaslintang 4,166 mm, Karangsambung 4,316 mm, and Singomerto 3,725 mm. PHDI in 2016 also showed that the worst and widest classification reached the severe wet classification, namely in Karangsambung and Wadaslintang, causing an impact of 202.14 km2. In the same year the PDSI reached the extreme wet classification within similar area. In contrast, water availability experienced the lowest values in 2019 in Wadaslintang and Karangsambung, while Singomerto in 2015, which amounted to 1,120 mm, 1,364 mm and 1,523 mm, respectively. Meanwhile, PHDI shows that the worst and widest drought reached mild dry in 2014, which occurred in Karangsambung and Singomerto, causing an impact of 257.38 km2. Meanwhile, the PDSI shows the worst and widest drought reaching mild dry in Karangsambung and Wadaslintang in 2019 and 2020, causing an impact of 202.14 km2. Based on the number of events, PHDI and PDSI show that most of them are classified as dry. However, no months were identified that reached extreme dryness.

Kata Kunci : neraca air, ketersediaan air, indeks kekeringan, PDSI, PHDI

  1. S1-2023-445026-abstract.pdf  
  2. S1-2023-445026-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-445026-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-445026-title.pdf