Laporkan Masalah

PERSEPSI DOKTER SPESIALIS TERHADAP PRAKTIK MONOLOYALITAS DI RSA UGM

Ratna Kurniasari, Dr. dr. Andreasta Meliala, Dipl.PH., M.Kes., M.A.S.

2023 | Tesis | MAGISTER KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

Latar belakang: Berdasarkan Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Surat Izin Praktik dokter atau dokter gigi dapat diberikan untuk paling banyak di 3 tempat. Praktik di lebih dari satu tempat dapat membantu dokter untuk meningkatkan pendapatan, meningkatkan profesionalisme, meningkatkan akses pasien ke layanan kesehatan. Namun, hal tersebut dapat beresiko menimbulkan konflik kepentingan, kelelahan, keterlambatan, inefisiensi sehingga menurunkan kualitas pelayanan kesehatan (1). Saat ini timbul wacana aturan monoloyalitas dokter. Monoloyalitas Dokter merupakan aturan yang mengizinkan dokter untuk praktik di satu tempat (2). Dokter dianggap dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan medis dengan menjalankan monoloyalitas. Akan tetapi praktik monoloyalitas juga menimbulkan kekhawatiran. Praktik monoloyalitas diduga akan menimbulkan potensi kekurangan dan maldistribusi dokter. Selain itu perlu dipertimbangkan aspek kepentingan Dokter (3).

Tujuan: Mengkaji persepsi Dokter Spesialis RSA UGM terhadap praktik monoloyalitas dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi Dokter Spesialis terhadap praktik monoloyalitas. 

Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan mixed method. Metode kuantitatif dengan cross-sectional. Data kualitatif diperoleh dari wawancara. Penelitian dilaksanakan di RSA UGM dengan responden penelitian kuantitatif sebanyak 55 dokter dan responden penelitian kualitatif sebanyak 6 Dokter Spesialis RSA UGM. 

Hasil Penelitian : Dari hasil pengisian kuesioner, didapatkan hasil 43,6% dokter memilih sangat tidak setuju; 18,3% tidak setuju; 25,5% netral; 7,3% setuju; dan 3% sangat setuju dalam menjalankan monoloyalitas. Faktor yang mempengaruhi persepsi diperdalam melalui wawancara dan didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi dokter adalah faktor usia, jenis kelamin, status pernikahan, jenis spesialisasi, status kepegawaian, jumlah tempat praktek, pendapatan, otonomi, bebean kerja, regulasi, dan akses layanan kesehatan.

Kesimpulan: Persepsi Dokter Spesialis di RSA UGM sebagian besar negatif (tidak setuju) terhadap praktik monoloyalitas. Kesulitan penerapan monoloyalitas terletak pada kesenjangan antara harapan Dokter dan penawaran penyedia layanan (Rumah Sakit). Alternatif untuk meningkatkan kualitas layanan adalah dengan memperbaiki kondisi lingkungan kerja, memberikan kesempatan bagi Dokter untuk meningkatkan karir dan keilmuan untuk meningkatkan motivasi Dokter bekerja di Rumah Sakit tersebut.

Background: Based on Law No. 29 of 2004 concerning Medical Practice, a license to doctor practice or dentist can be issued for maximum of 3 places. Practicing in more than one place can help doctors to increase revenue, professionalism, patient access to health services. However, this can lead to conflicts of interest, fatigue, delays, inefficiencies that reduce the quality of health services (Moghri et al.,2016). Currently there is monoloyalty rule for doctors. Doctor monoloyalty is a rule that allows doctors to practice in one place (Pratama,2022). Doctors are considered to provide more optimal services so as to improve the quality of medical services by practicing monoloyalty. However, the practice of monoloyalty also raises concerns. Monoloyalty practices are expected to create doctors shortages and maldistribution. In addition, doctor's interests need to be considered (Khumaidi,2021).


Purpose: This study aims to examine the perceptions of Specialist at RSA UGM towards monoloyalty practices and identify the factors that corelate the perceptions of specialist towards monoloyalty.


Method: This study used a mixed method design. Quantitative method with cross-sectional. Qualitative data obtained from interviews. The research carried out at RSA UGM with 55 doctors for quantitative respondents and 6 doctors for qualitative respondents.


Results: the questionnaire results obtained were 43.6% Doctors chose to strongly disagree; 18.3% disagree; 25.5% neutral; 7.3% agree; and 3% strongly agree towards monoloyalty. Factors influencing perception were deepened through interviews and found factors such as age, gender, marital status, type of specialization, employment status, number of practice places, income, autonomy, workload, regulations, and access to health services.


Conclusion: The perceptions of specialist doctors at RSA UGM are mostly negative (disagree) with monoloyalty practices. The difficulty of implementing monoloyality lies in the gap between the doctor's expectations and the service provider's (hospital) offering. An alternative to improve the quality of service is to improve the conditions of the work environment, providing opportunities for doctors to improve their careers and knowledge to increase the motivation of doctors to work in the hospital.

Kata Kunci : monoloyalitas, persepsi dokter, Surat Izin Praktik, Praktik Dokter Spesialis, jumlah praktik dokter

  1. S2-2023-484457-abstract.pdf  
  2. S2-2023-484457-bibliography.pdf  
  3. S2-2023-484457-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2023-484457-title.pdf