Analisis Perbandingan Metode Kuat Dukung Fondasi Bore Pile dan Inner Bore (Studi Kasus Gedung SGLC Fakultas Teknik UGM)

Nofal Alif Zulanda, Dr. Eng. Fikri Faris, ST., M.Eng.

2023 | Skripsi | TEKNIK SIPIL

Pemilihan tipe fondasi yang dipakai tergantung pada beban dan kondisi tanah. Salah satu jenis fondasi yang sering digunakan adalah bore pile. Tipe fondasi ini memiliki berbagai macam keuntungan yaitu minim kebisingan yang muncul akibat pelaksanaan. Untuk mendapatkan kapasitas dukung yang lebih baik, dikembangkan metode baru yaitu metode inner bore. Metode inner bore ini merupakan pengembangan metode hypernaks yang dikembangkan di Jepang. Pada metode inner bore digunakan spun pile sebagai tiang serta terdapat tambahan grouting yang diharapkan dapat meningkatkan tahanan gesek dan tahanan ujung tiang. Metode fondasi ini masih tergolong awam di Indonesia sehingga dalam tugas akhir ini akan dicoba membandingkan kapasitas-kapasitas material, kapasitas dukung aksial, kapasitas dukung lateral tiang, dan pemakaian jumlah tiang antara bore pile dan inner bore.

Studi kasus dilakukan pada gedung bertingkat tinggi, yaitu pada Gedung SGLC UGM yang berlokasi di Sleman, Yogyakarta. Analisis terbagi menjadi empat tahapan, yang pertama yaitu menganalisis kapasitas material menggunakan diagram interaksi dengan membandingkan kuat tekan terfaktor, momen terfaktor, dan kuat geser terfaktor. Analisis kedua yaitu membandingkan daya dukung aksial tiang antara bore pile dan inner bore. Analisis ketiga yaitu menghitung jumlah tiang yang dipakai pada perencanaan tiang kelompok, apabila bore pile diganti menjadi inner bore. Terakhir, yaitu membandingkan kapasitas dukung lateral yang dihitung menggunakan metode p-y curve.

Pada kapasitas material, diameter spun pile yang dipakai untuk metode inner bore pada skripsi ini sebesar 600 mm dengan mutu beton sebesar 52 MPa. Terlihat ada penurunan kapasitas material, jika dibandingkan dengan tiang bore pile eksisting yang memiliki diameter sebesar 800 mm dengan mutu beton 30 MPa. Pada kapasitas dukung aksial, metode inner bore memberikan kapasitas dukung yang lebih tinggi, yaitu sebesar 48?ri tiang bore pile eksisting. Selain itu pada perencanaan tiang kelompok, jumlah tiang yang digunakan dapat direduksi, yang pada awalnya memakai sebanyak 14 tiang dapat direduksi menjadi 9 tiang. Walaupun demikian defleksi pada tiang bore pile eksisting jauh lebih kecil, yaitu sebesar 2,52 mm. Berbanding terbalik dengan spun pile pada metode inner bore yang mengalami defleksi sebesar 16,87 mm. Batas defleksi maksimum tiang fondasi yang diizinkan di Indonesia yaitu sebesar 2,5 mm, sehingga tiang bore pile lebih memenuhi persyaratan dibandingkan spun pile dengan metode inner bore.

The choice of foundation type used depends on the load and soil conditions. One type of foundation that is often used is bore pile. This type of foundation has various advantages, including a bore pile with minimal noise that arises due to construction. During its development, to obtain a better bearing capacity, a new method was developed, namely the inner bore method. This inner bore method is a development of the hypernaks method which was developed in Japan. In the inner bore method, a spun pile is used as the pole and there is additional grouting which is expected to increase the friction resistance and the pile tip resistance. This foundation method is still relatively common in Indonesia, so in this final project we will try to compare the material capacity, axial bearing capacity, pile lateral bearing capacity, and the use of the number of piles between the bore pile and the inner bore.

The case study was carried out in a high-rise building, namely the SGLC UGM Building located in Sleman, Yogyakarta. The analysis is divided into 4 stages, namely the first is material capacity analysis using interaction diagrams, by comparing factored compressive strength, factored moment, and factored shear strength. The second analysis is comparing the axial bearing capacity of the pile between the bore pile and inner bore. The third analysis is calculating the number of piles used in group pile planning, if the bore pile is changed to inner bore. Lastly, compare the lateral bearing capacity calculated using the p-y curve method.

In terms of material capacity, the spun pile diameter used for the inner bore method in this thesis is 600 mm with a concrete quality of 52 MPa. It can be seen that there is a decrease in material capacity, when compared to the existing bore pile which has a diameter of 800 mm with a concrete quality of 30 MPa. In terms of axial bearing capacity, the inner bore method provides a higher bearing capacity, namely 48% of the existing bore pile pile. Besides that, in group pile planning, the number of poles used can be reduced, which initially uses 14 piles can be reduced to 9 piles. However, the deflection on the existing bore pile is much smaller, namely 2.52 mm. In contrast to the spun pile in the inner bore method which experienced a deflection of 16.87 mm. The maximum permissible deflection limit for foundation piles in Indonesia is 2.5 mm, so bore piles meet the requirements more than spun piles using the inner bore method.

Kata Kunci : Spun pile, Inner bore, Bore pile, Kapasitas dukung, Beton