Hubungan Estimasi Laju Filtrasi Glomerular (eGFR) Preoperatif Terhadap Mortalitas Selama Perawatan Pasien Paska Operai Bedah Jantung Di Indonesia
META RESTU SYNTHANA, Dr. dr. Juni Kurniawati., M.Sc., Sp.An, KAKV.; dr. Yunita Widyastuti., M.Kes ., Sp.An.,KAP., Ph.D
2023 | Tesis-Subspesialis | SUBSPESIALIS ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
Latar Belakang: Acute kidney injury (AKI) merupakan masalah utama pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit. AKI paska operatif terjadi sekitar 1% pada pasien dengan pembedahan umum, dan 30% pada pasien yang menjalani operasi pembedahan jantung dan prosedur vaskular. Disfungsi jantung sering menyertai gagal ginjal, begitu pula sebaliknya. Disfungsi ginjal preoperatif merupakan faktor resiko penyebab komplikasi dan mortalitas paska operasi bedah jantung. Disfungsi ginjal secara kuantitas di tunjukkan dengan kadar kreatinin serum preoperatif yang dimasukkan dalam perhitungan Revised Cardiac Risk Index dan Cleveland Clinic Risk Score. Kreatinin serum memiliki estimasi yang buruk pada pasien dengan gangguan ginjal ringan. Estimasi GFR (eGFR) merupakan pengukuran dengan akurasi yang cukup baik pada setting klinis. Tujuan: Mengetahui hubungan estimasi laju filtrasi glomerular (eGFR) preoperatif terhadap mortalitas selama perawatan pasien paska operasi bedah jantung di Indonesia. Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain kohort retrospektif di instalasi catatan medik di 4 Rumah Sakit selama 5 tahun. Subyek dibagi berdasarkan luaran mortalitas dan tidak. Kemudian dilakukan uji statistik bivariate. Analisis bivariate hubungan 2 variabel skala kategori yaitu penurunan eGFR atau kreatinin serum dengan Mortalitas dengan Uji Chi-Square (jika tidak ada sel <5) atau Fisher exact test (jika ada sel <5). Bila didapatkan hasil p<0,25 maka variabel-variabel tersebut dimasukkan dalam analisis multivariate dengan uji regresi logistik. Hasil: Hasil analisis multivariate diketahui bahwa eGFR merupakan prediktor mortalitas yang bermakna yaitu eGFR 30-90 ml/min/1,73 m2 (p=0,000) dengan resiko OR=1,842 kali, eGFR < 30 ml/min/1,73 m2 (p= 0,000) dengan resiko OR=5,789 kali lebih tinggi dibandingkan pasien dengan eGFR > 90 ml/min/1,73 m2. Mortalitas pasien paska perasi bedah jantung akan meningkat secara signifikan pada eGFR < 30 ml/in/1,73m2. Grafik kurva ROC didapatkan hasil Area Under Cover (AUC) eGFR 0,615 lebih tinggi dibandingkan kreatinin serum 0,588 dengan perbedaan yang bermakna p=0,001. Titik acuan (cutoff) eGFR yang dapat memprediksi mortalitas di Indonesia adalah kadar eGFR < 77,6 ml/min/1,73m2. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara estimasi GFR preoperatif terhadap mortalitas paska operasi bedah jantung. Estimasi GFR memiliki prediksi mortalitas paska operasi bedah jantung yang lebih baik dibandingkan dengan kadar kreatinin serum.
Background: Acute kidney injury (AKI) is a major problem in patients undergoing hospitalization. Postoperative AKI occurs in approximately 1% of patients undergoing general surgery and 30% of patients undergoing surgical and vascular procedures. Cardiac dysfunction often accompanies kidney failure, and vice versa. Preoperative renal dysfunction is a risk factor for complications and mortality after cardiac surgery. Dysfunction according to the quantity according to the preoperative serum creatinine level included in the calculation of the Revised Cardiac Risk Index and Cleveland Clinic Risk Score Serum creatinine is poorly estimated in patients with mild renal impairment. The estimated GFR (eGFR) is a measurement with fairly good accuracy in clinical settings. Aim: To determine the relationship between estimated preoperative glomerular filtration rate (eGFR) and mortality during post-cardiac surgery care in Indonesia. Methods: This study was conducted using a retrospective cohort design in medical record installations in 4 hospitals for 5 years. Subjects were divided based on mortality outcomes or not. Then a bivariate statistical test was carried out. Bivariate analysis of the relationship between two categorical scale variables, namely the decrease in eGFR or serum creatinine, and mortality with the Chi-Square Test (if there are no cells 5) or Fishers exact test (if there are cells 5). If the results obtained are p 0.25, these variables are included in the multivariate analysis using the logistic regression test. Results: The results of multivariate analysis showed that eGFR was a significant predictor of mortality, namely eGFR 30-90 ml/min/1.73 m2 (p = 0.000) with a risk of OR = 1.842 times and eGFR 30 ml/min/1.73 m2 (p = 0.001) with a risk of OR = 5.789 times higher than patients with eGFR > 90 ml/min/1.73 m2. The mortality of patients after cardiac surgery will increase significantly at an eGFR of 30 ml/in/1.73 m2. The ROC curve graph shows that the Area Under Cover (AUC) eGFR is 0.615 higher than serum creatinine (0.588), with a significant difference of p = 0.001. The eGFR cut off point that can predict mortality in Indonesia is eGFR 77.6 ml/min/1.73 m2. Conclusion: There is a relationship between preoperative GFR estimation and mortality after cardiac surgery. GFR estimation is a better predictor of mortality after cardiac surgery compared to serum creatinine levels.
Kata Kunci : eGFR, mortalitas, operasi bedah jantung, mortality, cardiac surgery