Lemahnya Proses Penertiban Tanah Telantar di Jawa Tengah

Samba Habib Hauri, Ir. Agam Marsoyo, M.Sc., Ph.D.

2023 | Tesis | S2 Magist.Prnc.Kota & Daerah

Kegiatan penelantaran tanah masih marak terjadi di Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan pertanahan yang menjadi salah satu isu strategis nasional ini sangat layak menjadi perhatian serius mengingat keberadaannya yang kontradiktif dengan fungsinya sebagai penunjang kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan pembangunan wilayah. Upaya penanganan tanah telantar sebenarnya sudah dimulai sejak dirilisnya UUPA dan secara teknis diwujudkan pada tahun 1998. Namun, implementasi proses penertiban dianggap masih belum berjalan efektif seiring masih ditemukannya fenomena penelantaran tanah oleh pemegang hak. Selain itu, masih banyaknya kekalahan dalam perkara gugatan PTUN atas penetapan tanah telantar turut menyumbang persepsi bahwa proses penertiban tanah telantar masih menemui kendala. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan kelemahan dalam pengimplementasian prosedur penertiban tanah telantar dan menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.

Penelitian ini menggunakan metode induktif kualitatif. Dengan data penelitian yang dikategorikan terbatas, lokasi penelitian yang berada di Kabupaten Demak dan Kota Salatiga dianggap mampu menggambarkan bagaimana proses penertiban dijalankan karena pada dasarnya langkah-langkah yang akan diambil oleh badan pertanahan cenderung sama dengan penertiban tanah telantar di wilayah lain. Peneliti mengumpulkan unit-unit informasi kemudian dikondensasi melalui kaidah penelitian kualitatif yang menghasilkan tema-tema empiris untuk menyusun konsep pernyataan interpretatif.

Berdasarkan rekonstruksi hasil penjelasan tema-tema empiris penelitian, maka dapat dinyatakan bahwa terdapat kelemahan dalam penerapan prosedur penertiban tanah telantar. Lemahnya implementasi prosedur penertiban tanah telantar disebabkan oleh terbatasnya ketersediaan anggaran dan adanya perubahan regulasi. Hal-hal lainnya yang turut menjadi penyebab lemahnya pelaksanaan kegiatan penertiban tanah telantar adalah terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia, masih kurangnya komunikasi antar aktor yang terlibat, adanya upaya manipulatif pemegang hak yang menyamarkan kegiatan pemanfaatan tanah untuk menghentikan proses penertiban, dan masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung upaya pengendalian pemanfaatan tanah.

The phenomenon of land abandonment continues to be prevalent in Central Java Province. Land issues, which are one of the national strategic concerns, are highly deserving of serious attention due to their contradictory nature with their function as a support for the social-economic life of the community and regional development. Efforts to address abandoned land issues actually began with the release of the Agrarian Law (UUPA) and were technically implemented in 1998. However, the implementation of the controlling process is still considered ineffective as there is still the phenomenon of land abandonment by rights holders. Furthermore, the numerous losses in the administrative court cases against the designation of abandoned land contribute to the perception that the abandoned land controlling process still faces obstacles. The aim of this research is to identify weaknesses in the implementation of abandoned land controlling procedures and to uncover the contributing factors.

This research employs a qualitative inductive method. Given the limited categorized research data and the research locations in Demak Regency and Salatiga City, it is considered capable of illustrating how the controlling process is conducted, because fundamentally, the steps to be taken by the land authority tend to be similar to abandoned land controlling in other areas. The researcher gathers units of information, which are then condensed through qualitative research principles, resulting in empirical themes for constructing interpretative statement concepts.

In accordance with the reconstruction of the explanations of empirical research themes, it could be stated that there were weaknesses in the application of abandoned land controlling procedures. The weakness in the implementation of abandoned land controlling procedures was attributed to the limited budget availability and regulatory changes. The other factors contributing to the weakness in the implementation of land controlling activities included the limited availability of human resources, the insufficient communication among the involved actors, the manipulative efforts of rights holders to conceal land utilization activities to halt the controlling process, and the inadequate participation of the community in supporting land utilization control efforts.

Kata Kunci : abandoned land, controlling process, land governance