Akibat hukum terhadap perkawinan nyeburin antar kasta menurut Hukum Adat Bali
SUSILOWATI, Nyoman Sri, Djoko Sukisno, SH.,CN
2003 | Tesis | S2 Ilmu Hukum (Magister Kenotariatan)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang tata cara/prosedur sahnya perkawinan nyeburin antar kasta menurut Hukum Adat Bali dan untuk memperoleh pemahaman tentang akibat hukum terhadap kedudukan suami dari perkawinan nyeburin antar kasta dalam hukum kekerabatan menurut Hukum Adat Bali. Penelitian mengenai akibat hukum terhadap perkawinan nyeburin antar kasta menurut Hukum Adat Bali ini merupakan penelitian sosiologis yuridis. Data primer dan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan lapangan dengan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan lapangan serta kuisioner dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa Upacara perkawinan nyeburin antar kasta yang menurut adat dinilai selaku pemuput atau penyelesaian dilakukan di rumah keluarga pihak wanita. Dengan demikian bukan pihak wanita yang kawin keluar melainkan pihak laki-laki yang masuk ke dalam lingkungan keluarga wanita. Baik dalam tata cara perkawinan nyeburin antar kasta yang dilakukan dengan sistem ngrorod/kawin lari maupun dengan sistem mepadik/meminang haruslah dilakukan dengan upacara melukat/ pembersihan diri ke laut guna menyamakan kasta satu sama lain. Apabila seorang laki-laki dari kasta yang lebih rendah kawin nyeburin dengan seorang wanita yang berasal dari kasta yang lebih tinggi, maka kasta suaminya akan naik mengikuti kasta isterinya dan dipanggil Jero atau Mekel atau Gusti/Aji. Sebaliknya jika seorang laki-laki dari kasta yang lebih tinggi kawin nyeburin dengan seorang wanita yang berasal dari kasta yang lebih rendah maka suaminya akan turun kastanya sampai kasta isterinya dan mendapat sebutan Pan atau Nang. Dalam hal ini suami tidak berhak mewarisi harta peninggalan orang tua di kerabat isterinya. Anakanak dari wanita yang kawin keceburin dalam hal pewarisan berkedudukan sebagai ahli waris penuh terhadap harta peninggalan orang tua dan keluarga ibunya.
This research aims to know about the tradition/procedure legality of Nyeburin Marriage between castes according to Balinese customary law and to get understanding about the law consequences towards the husband’s status of Nyeburin marriage between castes in kinship according to Balinese customary law. The research about the law consequences towards Nyeburin marriage between castes accoding to Balinese customary law forms a sociology research. The primary and secondary data is got through library and field research with data collection instruments such as library and field study, questionnaire, and interview. Based on the questionnaires acquired, it is known that nyeburin marriage ceremony between castes, which according to the custom as pemuput or solving, is done in famale’s house. Thus, it is not the famale who is beyond eharriage but the male who comes inside to the famale’s family. Whether the nyeburin marriage between castes is done by ngrorod system or runaway marriage or by mepadik system or proposing, it should be performed with melukat ceremony or self purification in the sea order to place on a part one caste to another. If a man from lower caste married nyeburin to a woman from higher caste, so the caste of the husband willl be go up following the wife’s caste and he will be increased and called Jero or Mekel or Gusti/Aji. Henceforth, if a man from higher caste married nyeburin to a woman who from the lower caste, so the caste of husband will be go down to his wife’s caste and will be called Pan or Nang. In this case, the husband doesn’t have a right to inherit the heirs of the wife parent’s family. The children from woman whose marriage keceburin, in term of inheritance is statuted as the full joint heirs of their parents and mother’s family.
Kata Kunci : Hukum Adat Bali,Perkawinan Nyeburin