Model Pengembangan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal
Sitti Hermina, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil.; Hendrie Adji Kusworo, M.Sc., Ph.D. ; Prof. Dr. Ir. Chafid Fandeli, M.S.
2023 | Disertasi | S3 Kajian Pariwisata
Penelitian
ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi potensi di Kabupaten Muna yang dapat
dikembangkan sebagai destinasi wisata, 2) menganalisis kearifan lokal
masyarakat setempat yang dapat diterapkan dalam mengembangkan destinasi
pariwisata sehingga tercapai pariwisata berkelanjutan, 3) menemukan model
pengembangan destinasi pariwisata berbasis kearifan lokal untuk mewujudkan
pariwisata berkelanjutan.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Muna Propinsi
Sulawesi Tenggara. Untuk menentukan informan menggunakan teknik snowball sampling. Informan dalam penelitian ini
adalah aparat pemerintah, pelaku usaha pariwisata, wisatawan,
tokoh adat, petani, pengrajin, penenun dan masyarakat setempat. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah studi kepustakaan, observasi
dan wawancara mendalam. Data dianalisis dengan menggunakan deskriptif
kualitatif model Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil
penelitian menunjukan bahwa 1) Kabupaten Muna memiliki beberapa destinasi
wisata yang menarik namun belum dilengkapi dengan fasilitas wisata yang memadai
seperti akses jalan menuju beberapa destinasi masih berupa pengerasan; pada
setiap destinasi belum menyediakan papan petunjuk jalan, fasilitas penginapan,
rumah makan dan toko cenderamata. Selain itu, Kabupaten Muna memiliki potensi
wisata alam, budaya dan buatan yang dapat dikembangkan menjadi destinasi
wisata. Potensi wisata budaya merupakan kearifan lokal Muna yang dapat
dijadikan sebagai daya tarik wisata. 2) Dalam mewujudkan pariwisata
berkelanjutan, masyarakat Muna memiliki kearifan lokal yaitu : a) kearifan
lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan antara lain sistem pengelolaan
lingkungan alam sesuai dengan kondisi vegetasinya, tata cara dalam pengambilan
hasil hutan dan falia yaitu larangan
yang dilaksanakan oleh masyarakat Muna guna menjaga kelestarian
lingkungan; b) Kearifan lokal dalam
menjaga hubungan sosial antara lain pandangan hidup masyarakat Muna meliputi dopoangka-angkatau (saling menolong dan
saling memberdayakan), koemo wuto sumano
liwu (jangan diri yang penting kampung atau orang lain), pandehao wuto (mengetahui potensi diri
sendiri serta memahami posisi dan kedudukanya dalam kehidupan bermasyarakat),
tradisi pokadulu dan pokaowa (tradisi gotong royong), tradisi
kantorai (saling berbagai dan saling
mengoreksi) dan tradisi kamafaka
(tradisi musyawarah mufakat), 3) Kearifan lokal dalam kehidupan ekonomi
masyarakat yang terdiri dari sistem kepemilikan tanah dan tradisi bercocok
tanam. Kearifan lokal tersebut dapat diterapkan oleh para pemangku kepentingan
yang terdiri dari pemerintah, akademisi, pelaku usaha dan masyarakat dalam
mengembangkan destinasi sehingga dapat terwujud pariwisata berkelanjutan.
Selain itu, kearifan lokal dapat diterapkan oleh wisatawan selama berada di
lokasi destinasi seperti falia yang
harus dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
This research aims to 1) identify
the potential in Muna regency that can be developed as tourist destination, 2)
analyze the local wisdom of the Muna community that can be applied in
developing tourism destinations to achieve sustainable tourism, 3) finding a
model for developing tourism destination based on local wisdom to achieve
sustainable tourism.
This research was conducted in
Muna Regency, Southeast Sulawesi Province. The snowball sampling technique was
used to determine the informants. The informants in this study included government
officials, tourism industry players, tourists, indigenous leaders, farmers,
craftsmen, weavers, and local communities. The data collection methods used
were literature review, observation, and in-depth interviews. The data were
analyzed using the qualitative descriptive method by Miles and Huberman, which
consists of three stages: data reduction, data display, and conclusion.
The research findings indicate
that 1) Muna Regency has several attractive tourist destinations, but they are
not yet equipped with adequate tourism facilities. For example, the road access
to some destinations is still unpaved. Moreover, the destinations lack
signboards, accommodation facilities, restaurants, and souvenir shops.
Additionally, Muna Regency has natural, cultural, and artificial tourism
potentials that can be developed into tourist destinations. The cultural
tourism potential represents the local wisdom of Muna and can serve as a
tourism attraction. 2) in realizing sustainable tourism, the Muna community has
local wisdom, including: a) Local wisdom in preserving the environment, such as
the natural resource management system that is in accordance with the
vegetation conditions, and the falia (prohibitions) implemented by the Muna
community to preserve the environment; b) Local wisdom in maintaining social
relationships, such as the Muna community's life philosophy that includes dopoangka-angkatau (mutual help and
empowerment), koemo wuto sumano liwu
(prioritizing the community or others before oneself), pandehao wuto (knowing one's own potential and understanding one's
position and role in community life), traditional of pokadulu and pokaowa
(mutual assistance), tradition of kantorai
(sharing and correcting each other), and tradition of kamafaka (consensus-based decision-making); c) Local wisdom in the
community's economic life, which includes land ownership systems and
traditional farming practices. These local wisdom can be applied by
stakeholders, including the government, academics, business practitioners, and
the community, in developing destinations to achieve sustainable tourism.
Additionally, tourists can also apply local wisdom while at the destination,
such as adhering to falia to preserve
the environment.
Kata Kunci : Kearifan Lokal, Masyarakat Muna, Pariwisata Berkelanjutan