Penentuan Nilai Ambang Batas (Threshold) Soil Moisture Penyebab Longsor di Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo
Luqman Hakim, Dr. es. sc. tech. Ir. Ahmad Rifa’i, M.T.
2023 | Skripsi | TEKNIK SIPIL
Bencana longsor merupakan bencana yang sering dijumpai di Indonesia dengan korban dan kerusakan yang ditimbulkan cukup banyak. Salah satu penyebab longsor paling umum adalah hujan deras. Ketika terjadi hujan deras, air hujan akan meresap ke dalam tanah yang menyebabkan kelembapan tanah meningkat. Kondisi kelembapan tanah yang tinggi menyebabkan tekanan air pori meningkat sehingga kekuatan tanah menjadi berkurang. Kekuatan tanah yang berkurang dapat menyebabkan terjadinya keruntuhan lereng. Maka dari itu, kondisi kelembapan tanah basah dan curah hujan yang tinggi berpotensi tinggi menyebabkan kejadian longsor. Solusi pencegahan longsor yang sudah diterapkan adalah sistem peringatan dini longsor menggunakan curah hujan sebagai parameter ambang batasnya. Studi ini bertujuan untuk menentukan nilai ambang batas kelembapan tanah sebagai parameter peringtan dini longsor.
Studi dilaksanakan di Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian diawali inventarisasi data longsor dan pemasangan sensor soil moisture di lapangan. Tahap berikutnya adalah penyiapan dan pengolahan data longsor serta soil moisture (in-situ dan satelit). Kemudian dilanjut ke proses interpolasi spasial untuk memperoleh nilai soil moisture pada lokasi kejadian longsor. Terakhir adalah proses analisis Receiver Operating Characteristic (ROC) dan Area Under Curve (AUC) untuk memperoleh nilai ambang batas soil moisture penyebab longsor. Penentuan nilai ambang batas akan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu ambang batas terbaik secara statistik dan ambang batas dengan false alarm terkecil.
Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa pola kencenderungan antara soil moisture dengan kejadian hujan terlihat konsisten. Ketika curah hujan semakin tinggi, maka nilai soil moisture juga meningkat, begitu juga dengan sebaliknya. Selain itu, studi ini berhasil mendapatkan nilai ambang batas terbaik melalui analisis ROC Curve. Untuk nilai ambang batas dari sensor in-situ adalah 57,9%, Soil Moisture Active Passive (SMAP) sebesar 42,9%, dan Advanced Microwave Scanning Radiometer 2 (AMSR2) sebesar 59,5%. Kemudian nilai ambang batas dengan false alarm terendah dari sensor in-situ adalah 59%, Soil Moisture Active Passive (SMAP) sebesar 43%, dan Advanced Microwave Scanning Radiometer 2 (AMSR2) sebesar 60%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data in-situ menunjukkan korelasi lebih baik dan dapat digunakan sebagai acuan yang lebih akurat untuk sistem peringatan dini longsor. Sedangkan data satelit menunjukkan pola yang cukup konsisten namun terdapat perbedaan di metode pengukurannya. Terdapat beberapa data yang hilang dari satelit AMSR2 sehingga satelit SMAP lebih baik karena konsistensi, resolusi, dan kelengkapan data.
Landslides are one of the most common disaster often found in Indonesia which cause a lot of significance casualties and damages. One of the causes that triggers landslide is the long rainfall event. High rainfall events cause water to infiltrate into soil which then increasing the soil moisture value. High soil moisture condition can lead to an increase of pore water pressure which can reduce the soil strength. This reduced soil strength can result in slope, hence the combination of antecedent soil moisture and high rainfall events have a high potential to cause landslides. One of the preventive solutions implemented is the landslide early warning system. This study aims to investigate and determine the threshold value that can be used in the landslide early warning system.
The study was conducted in Girimulyo District, Kulon Progo Regency, Special Region of Yogyakarta. The research began with field activities for data inventory of landslide district. and installation of in-situ soil moisture sensor. The next step involved in preparation and processin of landslide and soil moisture data (in-situ and satellite). Spatial interpolation was then conducted to to determine the soil moisture values at landslide locations. The final step of this research was running Receiver Operating Characteristic (ROC) and Area Under Curve (AUC) analysis to determine soil moisture threshold value and the correlation between soil moisture and landslides. The determination of threshold value was divided into two categories: the statistically best threshold value and threshold value with the lowest false alarm rate.
The result of this study showed a consistent pattern between soil moisture and rainfall events. The soil moisture values increase when the rainfall occurs and vice versa when there is no rainfall. However , there are different circumstances between rainfall station calculation and soil moisture sensor. In addition to the trend pattern, this study successfully obtained the best threshold value through ROC Curve analysis. The threshold value for in-situ sensor data is 57.9%, for Soil Moisture Active Passive (SMAP) data is 42.9%, and for Advanced Microwave Scanning Radiometer 2 (AMSR2) data is 59.5%. Furthermore, the threshold value with the lowest false alarm rate for in-situ sensor data is 59%, for Soil Moisture Active Passive(SMAP) data is 43%, and for Advanced Microwave Scanning Radiometer 2 (AMSR2) data is 60% These results indicate that in-situ data shows a better correlation and can be used effectively. As for satellite data, on the other hand exhibit a relatively consistent patten but differ in measurement methods. Some data were missing from the AMSR2 satellite thus SMAP data much more preferable due to its consistency, resolution, and data completeness.
Kata Kunci : longsor, soil moisture, ambang batas, ROC, curah hujan, peringatan dini longsor