Implementasi Kebijakan Penyelesaian Konflik Tenurial Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten
NUGROHO NOTOSUSANTO, Dr. Wahyu Wardhana, S.Hut., M.Sc.; Dr.Ir. Ris Hadi Purwanto, M.Agr.Sc.
2023 | Tesis | S2 Ilmu Kehutanan
Konflik
penguasaan lahan kawasan hutan merupakan sebuah dampak yang terjadi oleh karena
adanya perbedaan pandangan terhadap suatu nilai atas kepentingan, status,
kekuasaan dan kelangkaan terhadap sumber daya hutan yang terjadi antara
pihak-pihak yang berkepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penghambat, penutupan lahan,
serta penerapan sesuai : SK Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan,
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Serta
Penggunaan Kawasan Hutan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode studi kasus analisis deskriptif melalui wawancara secara mendalam
dan tidak terstruktur. Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi
lapangan. Penentuan
responden/sampel dengan cara pengambilan sampel Purposive Sampling, mengkaji
penutupan lahan, pelaksanaan penataan batas kawasan, serta pemancangan
batas sementara. Data sekunder diperoleh
dari BPKH Wilayah XI Yogyakarta, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan
instansi terkait lainnya yang termasuk ke dalam anggota PTB Kabupaten
Lebak. Analisis data menggunakan Rapid
Land Tenure Assessment
(RaTA), dan software ArcGIS 10.6.
Hasil
penelitian menunjukkan penghambat proses penataan batas kawasan TNGHS adalah
adanya proses dan tujuan kegiatan penataan batas kawasan tidak dipahami
masyarakat disertai dengan adanya provokasi dari oknum masyarakat dengan
membawa tuntutan agar lahan garapan dikeluarkan dari kawasan TNGHS.
Identifikasi wilayah konflik diketahui melalui penutupan lahan secara wilayah
administrasi yang dibandingkan dengan zonasi TNGHS, diketahui bahwa sebagian
wilayah yang digarap masyarakat masuk ke dalam wilayah kawasan hutan TNGHS.
Diperlukan kebijakan perubahan batas untuk menentukan kawasan
yang sebenarnya yang disepakati oleh Panitia Tata Batas. Masyarakat sepakat
dengan adanya perubahan batas yang mengakomodir keperuntukkan wilayah yang
seharusnya sebagai lokasi kawasan konservasi maupun hak milik untuk segera
dilakukan. Perubahan Batas dapat dilakukan dengan mengimplementasikan kebijakan
berdasarkan SK Nomor 7/2021 Tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan
Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Serta Penggunaan Kawasan Hutan.
Forest land
tenure conflicts are impacts that occur due to differences in views on a value
of interest, status, power and scarcity of forest resources that occur between
the parties concerned. This research aim For find
out termination, land closure, and implementation in accordance with: Decree
Number 7 of 2021 concerning Forestry Planning, Changes in Allocation of Forest
Areas and Changes in Function of Forest Areas, and Use of Forest Areas. This
study uses a qualitative approach with a descriptive case analysis study method
through in-depth and unstructured interviews. Primary data collection is done
by field observation. Studying respondents/samples by means of purposive sampling , studying
land cover, implementing area boundary delineation , and erecting
temporary boundaries. Data secondary obtained
from BPKH Region XI Yogyakarta, Mount Halimun Salak National Park Agency, and
other related agencies that are members of the PTB Lebak Regency. An analysis data use Rapid Land Tenure
Assessment ( RaTA ) , and ArcGIS
10.6 software .
The results showed that the inhibition of the process of demarcating the boundaries of the TNGHS area was that the community did not understand the process and objectives of demarcating the boundaries of the area, including calls from unscrupulous members of the public who demanded that prohibited land be removed from the TNGHS area. Identification of conflict areas is known through land cover by administrative area compared to TNGHS zoning. It is known that some of the areas cultivated by the community are included in the TNGHS forest area. A boundary change policy is needed to determine the actual area that is agreed upon by the Boundary Demarcation Committee. Communities with changes in boundaries that accommodate designation of areas that should be conservation areas and property rights should be carried out immediately. Boundary changes can be made by implementing policies based on Decree Number 7 of 2021 concerning Forestry Planning, Changes in Allocation of Forest Areas, Changes in Functions of Forest Areas, and Use of Forest Areas.
Kata Kunci : Land Cover, Boundary Demarcation , Conflict, Boundary Change