Laporkan Masalah

Praktik Pemberdayaan Kaum Transpuan melalui Komunitas Ikatan Waria Klaten (IWAK)

Fachmi Fabian, Milda Longgeita Br. Pinem, S.Sos.,M.A.,Ph.D.

2023 | Skripsi | ILMU SOSIATRI

Pemberdayaan sering dimaknai sebagai upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk mengubah kondisi pihak yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya, dimana pihak tersebut menggunakan daya dan kekuatan yang dapat dimaksimalkan. Munculnya pemberdayaan erat kaitannya dengan isu pembangunan. Istilah pemberdayaan sendiri muncul pada dekade 1970-an akibat adanya kesenjangan sosial dan ekonomi di bumi bagian selatan serta negara-negara berkembang yang diakibatkan pesatnya pembangunan saat itu. Seiring berjalannya waktu, program pemberdayaan semakin banyak dilakukan terutama dari pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Praktik-praktik pemberdayaan selama ini lebih menyasar pada masyarakat dengan gender biner, sedangkan masyarakat dengan identitas gender non-biner seperti transpuan masih sedikit dilakukan.

 Penelitian ini membahas bagaimana praktik-praktik pemberdayaan transpuan melalui komunitas Ikatan Waria Klaten (IWAK). Teori yang digunakan dalam penelitian yakni teori analisis kekuasaan dari Jo Rowlands serta dalam mengidentifikasi gender menggunakan teori performativitas dari Judith Butler. Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yakni metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus tunggal (Single Case Study). Penelitian ini memiliki unit analisis terkait dengan praktik pemberdayaan  kaum transpuan melalui komunitas Ikatan Waria Klaten (IWAK) dilakukan serta praktik pada level individu, masyarakat dan komunitas serta teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik keabsahan data Triangulasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik-praktik pemberdayaan kaum transpuan melalui komunitas Ikatan Waria Klaten (IWAK) telah berjalan dengan baik. Pemberdayaan transpuan pada level individu menunjukkan bahwa adanya pemaknaan di dalam diri para anggota yakni adanya proses mengenali diri sendiri, merasa nyaman ketika berpenampilan layaknya seorang wanita, adanya pergolakan batin dan pertentangan dari pihak keluarga serta melakukan berbagai pelatihan untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.

Pemberdayaan transpuan pada level masyarakat menunjukkan bahwa para anggota bisa beradaptasi dan bersosialisasi dengan mengikuti berbagai organisasi baik di tingkat desa hingga di tingkat kabupaten. Selain itu, beberapa anggota juga mengaku bahwa beberapa kali diminta membantu dalam kegiatan hajatan warga seperti membantu memasak dan merias pengantin serta menata dekorasi.

Pemberdayaan transpuan pada level komunitas menunjukkan bahwa adanya hubungan erat antar anggota IWAK, saling membantu jika terdapat anggota yang mengalami kesusahan, adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta sering bekerja sama dengan beberapa LSM maupun lembaga pemerintahan. Pada berbagai kesempatan para anggota IWAK juga sering diajak untuk mengikuti pertandingan sepak bola dan voli dari Polres Klaten serta sering mengadakan rapat bulanan seperti arisan, latihan bola voli serta latihan menari. Beberapa anggota juga mendapatkan intervensi program dari pemerintah berupa bantuan modal usaha. Hal ini menunjukkan bahwa praktik pemberdayaan transpuan sudah berjalan dengan baik.

Disisi lain, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DINSOSP3AKB) Kabupaten Klaten mengaku bahwa masih kesulitan dalam melakukan intervensi program karena keterbatasan data yang dimiliki serta adanya pihak kelurahan yang enggan dalam melaporkan adanya kelompok minoritas, sehingga ada yang kurang terakomodir. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya perhatian dari Pihak DINSOSP3AKB dalam melakukan pemberdayaan pada kaum transpuan.

Empowerment is often interpreted as an effort made with the aim of changing the condition of the powerless party to become more empowered, where the party uses power and strength that can be maximized. The emergence of empowerment is closely related to development issues. The term empowerment itself emerged in the 1970s due to social and economic disparities in the southern hemisphere and developing countries due to the rapid development at that time. As time goes by, more and more empowerment programs are carried out, especially from the government, private sector and non-governmental organizations. Empowerment practices so far have focused more on people with binary gender, whereas people with non-binary gender identities such as transwomen are still few.

 

This study discusses transwomen empowerment practices through the Klaten Waria Association (IWAK) community. The theory used in this research is the power analysis theory from Jo Rowlands and in identifying gender using the performativity theory from Judith Butler. The method used in conducting this research is a qualitative method with a single case study approach. This research has a unit of analysis related to the practice of empowering transwomen through the Klaten Waria Association (IWAK) community carried out as well as practices at the individual, community and community levels as well as data collection techniques by conducting interviews and documentation.

 

This research shows that transgender empowerment practices through the Klaten Waria Association (IWAK) community have been going well. Empowerment of transwomen at the individual level shows that there is meaning within the members, namely there is a process of recognizing oneself, feeling comfortable when looking like a woman, there is inner turmoil and conflict from the family and carrying out various trainings to develop their potential. Empowerment of trans women at the society level shows that members can adapt and socialize by joining various organizations at the village level to the district level. In addition, several members also admitted that they had been asked to help with community celebrations such as cooking and make-up for the bride and groom and arranging decorations.

 

Empowerment of members at the community level shows that there is a close relationship between IWAK members, mutual assistance when members experience difficulties, opportunities to express opinions and often cooperate with several NGOs and government agencies. On various occasions IWAK members are also often invited to take part in soccer and volleyball matches from the Klaten Police and often hold monthly meetings such as social gathering, volleyball practice and dance practice. Several members also received intervention programs from the government in the form of venture capital assistance. This shows that the practice of empowering trans women has been going well.

 

On the other hand, the Klaten Regency Office of Social Affairs, Women's Empowerment, Child Protection and Family Planning (DINSOSP3AKB) admitted that there were still difficulties in carrying out program interventions due to limited data and the existence of urban village officials who were reluctant to report the presence of minority groups, so that some were not accommodated. This shows that there is still a lack of attention from the DINSOSP3AKB in empowering transwomen.

 

Kata Kunci : Pemberdayaan, gender, transpuan, IWAK ; Empowerment, gender, transgender women, IWAK

  1. S1-2023-430784-abstract.pdf  
  2. S1-2023-430784-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-430784-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-430784-title.pdf