Laporkan Masalah

Peran dan Kedudukan Perempuan dalam Mode Produksi di Daerah Pertanian dan Tambak Garam di Kabupaten Sumenep

Khomsiyatul Mukarromah, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil., Prof. Dr. Setiadi, S.Sos., M.Si

2023 | Disertasi | S3 Ilmu-ilmu Humaniora

INTISARI

Perempuan Madura menghadapi sebuah kenyataan adanya toleransi dalam pernikahan bahwa laki-laki tidak harus mapan secara ekonomi untuk melakukan pernikahan yang hal ini memiliki konsekuensi bahwa perempuan harus terlibat dalam produksi ekonomi. Perempuan Madura bersifat akomodatif dan komplementer serta memenuhi tujuan sosial yang tidak serta merta bisa dicapai sebelum mampu berpisah dapur (majhaghah dapor). Tantangan lain yang harus dihadapi adalah kondisi alam yang merupakan pulau tandus dengan deretan bukit kapur dan pesisir tambak garam yang membutuhkan mekanisme adaptasi. Hal tersebut memunculkan pertanyaan bagaimana peran dan kedudukan perempuan menikah dalam mode produksi di daerah pertanian dan tambak garam? Bagaimana hasil kerja berdampak pada kedudukan dan peran perempuan menikah pada aspek sosiokultural Madura dan bagaimana peran itu ditunjukkan? Nilai-nilai apa yang mendasari peran dan kedudukan perempuan menikah di daerah pertanian dan tambak garam?

Fenomena tersebut dikaji dengan pengamatan etnografi dengan metode pengumpulan data riset arsip, observasi langsung, observasi partisipasi, dan wawancara. Penelitian dilakukan pada perempuan yang telah menikah pada lapisan menengah ke bawah selama satu tahun pada Tahun 2019. Paradigma kajian ini adalah ekologi budaya Sutton dan Anderson tanpa mengabaikan pemikiran Julian Steward sebagai pencetus pondasi pemikiran dengan didukung teori mode produksi, gender, dan nilai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, perempuan memiliki peran yang kuat dalam mode produksi baik di daerah pertanian dan tambak garam. Kerja bagi perempuan selain untuk membangun ekonomi keluarga juga merupakan cara untuk mendapatkan kenaikan peran dan meningkatkan value mereka dalam sosiokultural dan kegamaan. Perempuan memiliki gairah kerja yang tinggi yang ditunjukkan di daerah pertanian, perempuan sepanjang musim berperan sebagai tenaga kerja keluarga, tenaga kerja musiman upah (dherreb) dan tenaga berbalas tenaga (ompangan), dan tenaga kerja sukarela. Sementara, di daerah tambak garam pada musim kemarau sebagai tenaga kerja keluarga, buruh musiman dan harian. Pada musim penghujan perempuan beralih menjadi pedagang ikan dan makanan di kawasan kampung dan perkotaan, serta sebagai buruh musiman sebagai penjual ikan. Kedua, materi atau hasil kerja adalah alat yang mempengaruhi mobilitas dan keluasan peran sosiokultural dan ritual keagamaan perempuan yang ditandai dengan kemampuan pisah dapur dan keterlibatan dalam tengka sebagai pintu masuknya. Perempuan berperan sebagai perekat, penyambung, dan pemerluas hubungan sosial kekerabatan serta sebagai penyelenggara dan pelaku ritual lingkungan dan pengurus serta anggota kegiatan keagamaan. Ketiga, nilai-nilai Madura mendorong dan mendasari perempuan untuk berperan dalam setiap aspeknya yang begitu mengakar kuat yang ditunjukkan dengan kesamaan nilai di masing-masing daerah dengan perbedaan hanya berlangsung pada mekanisme adaptasi.

ABSTRACT

Madurese women face the fact that there is tolerance in a marriage that men do not have to be economically well-off to enter into marriages, which has the consequence that women must be involved in economic production. Madurese women are accommodative and complementary and fulfill social goals that cannot be achieved immediately before being able to separate kitchens (majhaghah dapor). Another challenge that must be faced is the natural condition which is a barren island with rows of limestone hills and coastal salt ponds that require an adaptation mechanism. This raises the question what is the role and position of married women in production modes in agricultural areas and salt ponds? How does work result affect the position and role of married women in the sociocultural aspects of Madura and how is this role shown? What values ??underlie the role and position of married women in agricultural areas and salt ponds?

This phenomenon was studied by ethnographic observations using archival research data collection methods, direct observation, participatory observation, and interviews. The research was conducted on women who had been married to the lower middle class for one year in 2019. The paradigm of this study is the cultural ecology of Sutton and Anderson without ignoring Julian Steward's thought as the originator of the foundation of thought supported by the theory of modes of production, gender, and values. The results showed that first, women have a strong role in the mode of production both in agricultural areas and salt ponds. Work for women, in addition to building the family economy, is also a way to gain an increased role and increase their socio-cultural and religious values. Women have a high enthusiasm for work which is shown in agricultural areas, women throughout the season play a role as family labor, wage seasonal labor (dherreb) and reciprocal labor (ompangan), and voluntary labor. Meanwhile, in the salt pond area during the dry season as family labor, seasonal and daily labor. In the rainy season, women switch to being fish and food traders in village and urban areas, as well as seasonal workers as fish sellers. Second, material or work output is a tool that influences the mobility and breadth of women's socio-cultural and religious ritual roles which are marked by the ability to separate the kitchen and involvement in tengka as the entry point. Women act as adhesives, connectors and extensions of kinship social relations as well as organizers and performers of environmental rituals and administrators and members of religious activities. Third, Madurese values ??encourage and underlie women to play a role in every aspect which is so deeply rooted as shown by the similarity of values ??in each region with the difference only occurring in the adaptation mechanism.

Kata Kunci : peran perempuan, mode produksi, pertanian, tambak garam, ekologi budaya

  1. S3-2023-405395-abstract.pdf  
  2. S3-2023-405395-bibliography.pdf  
  3. S3-2023-405395-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2023-405395-title.pdf