KERJA WAJIB DI KABUPATEN ADIKARTA KADIPATEN PAKUALAMAN 1880—1910-an
Arif Akbar Pradana, Dr. Sri Margana, M.Phil.
2023 | Skripsi | ILMU SEJARAHAdikarta merupakan kabupaten di bawah Kadipaten Pakualaman yang tumbuh di alam tradisi feodal Jawa. Reforma ekologi dari saujana rawa-rawa ke lahan pertanian produktif berkausal pada datangnya arus kapitalisasi industri pertanian ekstraktif. Perusahaan partikelir yang menginduk pada sistem hukum kolonial secara gradual membuat transformasi di bidang politik, hukum, dan ekonomi di Adikarta. Regulasi kolonial lalu bertemu dengan tradisi feodal kerja wajib yang nantinya menetaskan dualisme hukum. Kerja wajib ditempuh untuk mendapatkan dua motif yakni ekonomi dan stabilitas teritorial. Kerja wajib sebagai cara kerja diinstruksian oleh institusi kolonial yang diwakili perusahaan partikelir dan Residen Yogyakarta dan mantri polisi, kepala distrik, bupati wedana, hingga Patih Pakualaman dari intitusi tempatan. Terdapat beberapa praktik yang muncul seperti pada bidang budidaya tanaman perkebunan, instalasi bangunan negeri, infrastruktur, pengairan, hingga keamanan dan ketertiban. Penelitian ini menggunakan data arsip tekstual yang dikeluarkan oleh institusi Pakualaman dan kolonial baik itu berupa surat resmi, peraturan, laporan, surat proses verbal, lembaran negara, maupun surat kabar. Datum-datum yang sebagian besar beraksara jawa dialih literasikan ke latin untuk kemudian bersama dengan arsip-arsip berbahasa Belanda dan melayu dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Data yang telah siap tersaji diverifikasi secara substansial dan untuk selanjutnya diinterpretasi sesuai dengan kerangka dasar. Pasca proses penulisan sejarah atau historiografi diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, terjadi perubahan terhadap praktik kerja wajib di Kabupaten Adikarta setelah masuknya perkebunan kolonial pada 1880. Kedua, kerja wajib yang bersubyekkan kepala keluarga eksis hingga 1910-an. Ketiga, kerja wajib dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan praktis perusahaan perkebunan.
Adikarta was
a regency under the Pakualaman Duchy which grew in the realm of Javanese feudal
traditions. Ecological reform from swampy landscape to productive agricultural
land were causal to the arrival of the capitalization of extractive agricultural
industries. Private companies that obey to the colonial legal system gradually
made transformation systems in political, legal, and economic. Colonial
regulation which converge feudal tradition of compulsory services thereafter
invent the legal dualism. Compulsory service had taken to obtain two motives,
namely the economy matter and teritorial stability. Compulsory service as a mechanism
were instructed by colonial institution represented by private companies and Resident
of Yogyakarta, meanwhile for local instiusions represented by police officers, head of district, regent, to Patih
Pakualaman. There were several practices that emerge such as plantation
cultivation, public fasillities installation, infrastructure services,
irrigation services, to security services. This study uses textual archival
data produced by Pakualaman and colonial institutions in the form of official
letters, laws, general reports, verbal criminal reports, gouvernement regulations, and newspapers. The datums which were mostly
written in Javanese translitered to latin, and then simultanously with Dutch
and Malay archives translated into bahasa Indonesia. The data that have ready
to be presented is substantially verified and then interpreted according to the
framework. After the process of
historiography, some conclusions are obtained. First, there were a changes in
the practice of compulsory services in Adikarta Regency after the arrival of
colonial plantations in 1880. Second, compulsory services which subjected the
head of the family existed until 1910s. Third, compulsory services modified to
suit the practical business of plantation companies.
Kata Kunci : kerja wajib, Adikarta, Feodalisme, Sistem Kolonial/compulsory service, Adikarta, Feudalism, Colonial System