Kajian Delimitasi 'Dual Maritime Boundaries' Antara Indonesia dan Vietnam di Laut Natuna Utara dengan Menggunakan Metode 'Three-Stage Approach'
Agnezte Berthryvena, I Made Andi Arsana, S.T., ME., Ph.D
2023 | Skripsi | TEKNIK GEODESI
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki potensi batas maritim dengan 10 negara pantai sebagai tetangganya. Setiap negara pantai memiliki yurisdiksi terhadap wilayah laut yang diatur sesuai hukum laut internasional UNCLOS 1982. Indonesia dan Vietnam adalah negara yang memiliki potensi batas maritim di Laut Natuna Utara. Kesepakatan batas maritim untuk garis landas kontinen telah disetujui tahun 2003 dan diratifikasi Indonesia tahun 2007. Namun, garis batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) belum disepakati untuk 19 tahun dan sudah melalui proses negosiasi yang panjang sejak tahun 2010. Kedua negara memiliki perbedaan pandangan dalam penerapan garis batas ZEE, di mana Indonesia mengajukan garis batas ZEE berbeda dengan landas kontinen atau dengan garis batas maritim ganda "dual maritime boundaries" dengan membuat garis klaim sepihak pada Peta NKRI 2017 sementara Vietnam menginginkan garis batas ZEE yang sama dengan landas kontinen dengan garis batas maritim tunggal "single maritime boundary", menjadi opening position dalam negosiasi penentuan garis batas kedua negara.
Pada penelitian ini, garis batas ZEE ditentukan melalui delimitasi batas maritim dengan menggunakan metode Pendekatan Tiga Tahap (Three-Stage Approach) yang telah digunakan oleh International Court of Justice (ICJ) dan International Tribunal for the Law f the Sea (ITLOS) sejak tahun 2009 pada Black Sea Case. Metode ini sesuai dengan dasar hukum internasional untuk mencapai hasil yang adil. Pendekatan Tiga Tahap (Three-Stage Approach) dilakukan dengan membuat garis sama jarak sementara, melakukan modifikasi garis sementara terhadap faktor relevan dan melakukan uji disproporsionalitas bahwa hasil ZEE memenuhi prinsip adil dengan perbandingan luas area dan panjang garis pantai.
Hasil dari penelitian ini adalah opsi garis batas ZEE Indonesia dan Vietnam dengan menggunakan garis pangkal dan titik pangkal yang berbeda untuk Vietnam sehingga menghasilkan beberapa opsi garis batas dan membandingkannya dengan klaim sepihak Indonesia dan Vietnam. Dari beberapa opsi, luas ZEE dari hasil delimitasi menggunakan Pendekatan Tiga Tahap (Three-Stage Approach) dengan hasil area paling adil adalah 135,280.9 km2 untuk Indonesia dan 131,653.8 km2 untuk Vietnam dengan perbandingan luas sebesar 1:1.028 menguntungkan Indonesia. Sementara jika dibandingkan dengan klaim sepihak, garis ZEE dengan perbandingan paling tidak signifikan ditunjukkan dengan area Indonesia berkurang sebesar 48.7% ke selatan dari klaim Indonesia dan Vietnam berkurang sebesar 51.3% ke utara dari klaim Vietnam. Dengan demikian, diperoleh evaluasi "dual maritime boundaries" di mana dari perolehan area paling adil, dihasilkan luas overlapping jurisdiction paling minimum yaitu sebesar 14,803.5 km2.
Indonesia is an archipelagic state that has potential maritime boundaries with ten neighboring states. Each coastal state has its jurisdiction over the sea which is governed according to international law, UNCLOS 1982. Indonesia and Vietnam are states that have potential maritime boundaries in the North Natuna Sea. The maritime boundary agreement for the continental shelf line was signed in 2003 and ratified by Indonesia in 2007. However, the maritime boundary of the exclusive economic zone (EEZ) has been the subject of long negotiations since 2010 and have not been agreed upon for 19 years. The two states have had different views on the implementation of EEZ boundary, where Indonesia proposed the EEZ boundary to be different from the continental shelf or to have the "dual maritime boundaries" by making a unilateral claim line as depicted on the Peta NKRI 2017, while Vietnam proposed the EEZ boundary to coincide with the continental shelf or to have a "single maritime boundary", which became the opening position in the negotiations on determining the boundaries of the two states.
In this study, the EEZ boundary is determined through maritime boundary delimitation using the method of the Three-Stage Approach which has been used by the International Court of Justice (ICJ) and the International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) since 2009 in the Black Sea Case. This method complies with the legal basis for EEZ delimitation as in Article 74 of UNCLOS 1982 which states that delimitation shall be effected by international law to achieve an equitable solution. The Three-Stage Approach is carried out by constructing provisional equidistance lines, modifying provisional lines on relevant circumstances, and conducting a disproportionality test with the ratio of the relevant area and the length of the relevant coastline.
The result of this study are the EEZ boundary options for Indonesia and Vietnam by using several different baselines and base points from Vietnam to produce several boundary line options, and compared with Indonesia's and Vietnam's unilateral claims. From the several options, the EEZ area of the results from delimitation using the Three-Stage Approach which yields the most equitable result is 135,280.9 km2 for Indonesia and 131,653.8 km2 for Vietnam with an area ratio of 1:1.028 in Indonesia's favor. Meanwhile, compared to unilateral claims, the EEZ boundary with the least significant differences is indicated by Indonesia withdraws 48.7% to the south from Indonesia's claim and Vietnam withdraws 51.3% to the north from Vietnam's claim. Consequently, an evaluation of the "dual maritime boundaries" is obtained, where the most equitable option of the EEZ area led to the minimum overlapping jurisdiction area of 14,803.5 km2.
Kata Kunci : UNCLOS 1982, delimitasi, zona ekonomi eksklusif (ZEE), three-stage approach, dual maritime boundaries.