Laporkan Masalah

Sastra Terjemahan Indonesia-Inggris: Kajian Produksi Kultural Pada Ruang Pascakolonial

M. Yuseano Kardiansyah, Dr. Aprinus Salam, M.Hum.; Dr. Nur Saktiningrum, M.Hum.

2023 | Disertasi | S3 Ilmu-ilmu Humaniora

Penelitian ini menginvestigasi praktik produksi karya sastra Indonesia ke dalam bahasa Inggris (sastra terjemahan Indonesia-Inggris) yang secara ‘politis’ dilakukan oleh para agen sastra terjemahan Indonesia-Inggris di dalam ruang mediasi. Ruang mediasi sendiri merupakan ruang ketiga – berkarakter hibrid – yang muncul akibat pertemuan arena sastra Indonesia dan arena sastra dunia karena praktik penerjemahan sastra. Sebagai dua arena sastra yang hingga kini masih digelayuti oleh isu-isu pascakolonialisme, maka ruang ketiga atau ruang mediasi yang muncul dari pertemuan keduanya dengan sendirinya menjadi ruang pascakolonial. Secara khusus, penelitian ini terfokus mengkaji praktik para agen sastra terjemahan dalam memproduksi sastra terjemahan Indonesia-Inggris, pola relasi sosial antar agen yang terjadi di ruang mediasi, serta implikasi kultural yang muncul dari praktik produksi sastra terjemahan Indonesia-Inggris baik bagi arena sastra dunia maupun bagi arena sastra Indonesia.

Sebagai kerangka berpikir, penelitian ini mengembangkan usulan Michaela Wolf ihwal ruang mediasi yang menggabungkan teori arena produksi kultural Pierre Bourdieu dan konsep ruang ketiga Homi K. Bhabha. Sebagai suatu penelitian kualitatif, peneliti menerapkan teknik sample bertujuan (purposive sampling) dalam proses penelitian. Hal itu menggiring penelitian ini untuk memiliki sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer bersumber dari sampel karya yang diteliti dan wawancara terhadap agen terkait. Sementara data sekunder bersumber dari pelbagai artikel penelitian, hasil wawancara pihak lain, buku, dan informasi digital dari internet. Data tersebut dianalisis secara relasional demi menjawab setiap rumusan masalah dalam penelitian ini.

Berdasarkan penelitian, dapat ditemukan bahwa ruang mediasi tercipta atas interaksi para agen yang bervariasi, yaitu: organisasi internasional, pemerintah, penerbit, penerjemah, dan sastrawan. Dengan demikian, pola relasi yang terbentuk cenderung bervariasi bergantung dari agen seperti apa yang terlibat dan pelbagai modal – ekonomi, sosial, kultural, dan simbolik – yang dibawa dalam suatu produksi karya terjemahan Indonesia-Inggris. Hibriditas yang inheren di ruang ini juga membuat produk karya sastra terjemahan Indonesia-Inggris menjadi ambivalen (patuh sekaligus resisten terhadap bahasa Inggris), lantas menciptakan eksotisme di dalamnya. Lebih jauh lagi, secara politik kebudayaan, praktik produksi di ruang mediasi ini turut memberikan implikasi kultural bagi arena sastra dunia dan arena sastra Indonesia, yaitu: 1. Resistensi terhadap doksa bahasa Inggris di arena sastra dunia, 2. Praktik politik kebudayaan demi meraih legitimasi sastra dunia, 3. Praktik pendistribusian selera sastra dominan – yang mengandung eksotisme kelokalan – pada arena sastra nasional, dan 4. Pengkonsekrasian sastrawan di arena nasional.

This research investigates the production practice of Indonesian literary work into English version (Indonesian-English literary translation) ‘politically’ managed by the Indonesian-English literary translation agents in the mediation space. The mediation space is the third space – with a hybrid character – that emerges along with the encounter of the Indonesian and world literary fields because of literary translation practice. As the postcolonialism issues still overshadow the two fields, the third or mediation space that emerges is a postcolonial space by itself. Specifically, this research focuses on studying the practice of the agents in producing Indonesian-English literary works, with every social relation pattern that happened in the mediation space, and the cultural implication of the agents’ practice both for the world literary field and the Indonesian literary field.

As the framework of thought, this research develops Michaela Wolf’s ideas on the concept of mediation space that combines Pierre Bourdieu’s theory of cultural production field and Homi K. Bhabha’s third space concept. As it is qualitative research, the researcher applies the purposive sampling technique during the research process. The application leads this research to have primary and secondary data sources. The primary data are sourced from the sample of works mentioned previously and interview with related agents. Meanwhile, the secondary data are obtained from research articles, the interview result from other sources, books, and digital information from the internet. Those data are relationally analyzed to answer every problem formulated in this research.

The investigation reveals that the mediation space has emerged due to the interaction of various agents, such as international organization, government, publisher, translator, and writer. The social relation patterns among them tend to be diverse depending on the kind of agents involved and the capital – economic, social, cultural, and symbolic – they brought to the production of Indonesian-English work. The hybridity inherent in this space also leads the Indonesian-English translation works to be ambivalent (submissive and resistant at the same time to English), creating exotism inside. In the view of cultural politics, the production practice in the mediation space also gives cultural implications for the world literary field and Indonesian literary field: 1. Resistance to English domination in the world literary field, 2. The practice of cultural politics to gain world literary legitimacy, 3. The practice of Distributing the dominant literary taste – containing locality exotism – in the Indonesian literary field, and 4. The practice of consecration to national writers.

Kata Kunci : Sastra Terjemahan Indonesia-Inggris, Ruang Pascakolonial, Arena Sastra, Hibriditas, Eksotisme


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.