Revitalisasi Eks Pabrik Gula Colomadu menjadi Cagar Budaya dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wisata Budaya Wilayah (Studi pada De Tjolomadoe Desa Malangjiwan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar)
WASIS PUJIANTO, Dr. Ir Muhammad, S.T., M.T., IPU, ASEAN Eng., Dr. Saryani, M.Si.
2023 | Tesis | S2 Ketahanan Nasional
Pabrik Gula Colomadu mengalami pertumbuhan yang baik sejak beroperasi
tahun 1861 sampai dengan tahun 1936. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia,
dimana pemerintahan Swapraja Mangkunegaran dibubarkan dan seluruh aset
perusahaan dinasionalisasi menjadi milik pemerintah maka Pabrik Gula Colomadu
mengalami masa surut dengan menurunnya hasil produksi gula dan diakhiri dengan
penutupan pabrik pada tahun 1997. Selama mangkrak sekitar 20 tahun terdapat
aset bangunan dan alat produksi yang bernilai sejarah menjadi rusak dan hilang.
Upaya revitalisasi dilakukan pada tahun 2018 dengan mengubah fungsi menjadi Cagar
Budaya yang digunakan sebagai pusat wisata budaya dan komersial
area dengan nama De Tjolomadoe.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses revitalisasi eks
Pabrik Gula Colomadu dan implikasinya terhadap ketahanan wisata budaya wilayah.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara
langsung dengan informan terkait, observasi langsung ke De Tjolomadoe
dan studi dokumen perpustakaan Keraton Mangkunegaran, PT. Perkebunan Nusantara
IX dan PT. Sinergi Colomadu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
revitalisasi diawali dari pertimbangan atas faktor intern dan faktor ekstern,
kemudian dilakukan pemilahan fasad struktur bangunan atas dasar kajian nilai
Cagar budaya sehingga diperoleh bangunan yang dipertahankan dan bangunan yang
dialihfungsikan. Proses revitalisasi dilakukan melalui tiga tahapan yaitu
intervensi fisik, revitalisasi ekonomi dan revitalisasi sosial sehingga
dihasilkan bangunan dengan arsitektur dan struktur dari layu menjadi kuat dan
menarik. Implikasi revitalisasi terhadap ketahanan wisata budaya secara intern
sangat berpengaruh bagi De Tjolomadoe, hal ini terlihat dari hasil
analisis dan penilaian dengan aspek 4A (Attraction, Amenities, Acces dan Ancillary Service) menunjukkan hasil
yang cukup diminati oleh wisatawan dan pengguna fasilitas. Sedangkan implikasi
terhadap ketahanan wisata budaya wilayah mempunyai nilai positif dari aspek
penyelamatan sejarah dan arsitektur bangunan, namun mempunyai nilai negatif
pada aspek penyelamatan tradisi karena belum dapat menghidupkan tradisi yang
pernah ada di masyarakat.
The Colomadu Sugar
Factory experienced significant growth from its establishment in 1861 until
1936. However, following the independence of the Republic of Indonesia, the
Swapraja Mangkunegaran government was dissolved, and all company assets were
nationalized and became the property of the government. This resulted in a
decline in the factory's productivity and led to its closure in 1997. During
its closure for about 20 years, historical building assets and production
equipment of great historical value were damaged and lost. In 2018,
revitalization efforts were made by converting the factory into a Cultural
Heritage site, which is now used as a cultural and commercial tourism center
known as De Tjolomadoe.
This research aims to analyze the revitalization process of the former Colomadu
Sugar Factory and its implications for the cultural tourism resilience of the
region. This study was conducted using a qualitative approach through direct
interviews with relevant informants, direct observations of De Tjolomadoe, and
a review of documents from the Mangkunegaran Palace library, PT. Perkebunan Nusantara IX, and PT. Sinergi Colomadu.
The
research findings indicate that the revitalization process began with
considerations of both internal and external factors, followed by the sorting
of building facades based on cultural heritage value studies to determine which
structures should be preserved and which should be repurposed. The
revitalization process was conducted in three stages: physical intervention,
economic revitalization, and social revitalization, resulting in buildings with
attractive and strong architecture and structures. The implications of the
revitalization on the cultural tourism resilience internally have significantly
impacted De Tjolomadoe, as demonstrated by the analysis and assessment of the
4A aspects (Attraction, Amenities, Access, and Ancillary Service), which show
that tourists and facility users are highly interested in the site. However,
the implications for the cultural tourism resilience of the region have a
positive value in terms of preserving the historical and architectural aspects
of the building, but have a negative value in terms of preserving the
traditional aspects since the site has not yet revitalized the traditions that
once existed in the community.
Kata Kunci : Revitalisasi, De Tjolomadoe, Ketahanan wisata budaya wilayah