Laporkan Masalah

Mantra Santet Osing dan Stigma Agama

ARIF AL ANANG, Dr. Samsul Maarif

2023 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

Mantra santet adalah bagian dari ritual sakral dan doa kesukuan komunitas Osing turun-temurun. Seiring perkembangan zaman, kini mantra santet mengalami resistensi dan diskriminasi di tengah-tengah kehidupan agama dunia. Sebagai pelaku mantra, merapal mantra merupakan cara yang saleh untuk memohon kepada Tuhan. Namun sebaliknya, bagi outsider justru mantra sebagai warisan tribal, tindakan animis, dan berujung pada perbuatan kafir.

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ini adalah dengan menggunakan teknik-teknik berikut ini: Kajian Pustaka, Pengamatan, Wawancara, dan Dokumentasi. Wawancara akan dilakukan khususnya pada informan utama seperti pemuka agama, ketua adat, sesepuh, dan akan dikembangkan ke para pelaku mantra sendiri. Dengan demikian, hasil wawancara dengan berbagai latar belakang akan menemukan data yang signifikan.

Hasil penemuan dari penelitian ini adalah, meski teks mantra Santet Osing telah mengalami transformasi dan hibridisasi dengan agama Islam, namun tidak sepenuhnya diakui oleh muslim di luar pelaku mantra. Terlebih bagi organisasi Muhammadiyah, mantra santet Osing lebih dipandang kearah negatif. Ketidakselarasan sudut pandang antara insider dan outsider ini kemudian menimbulkan stigma pada mantra. Sebagai rekomendasi dari penelitian ini, sudah sepatutnya eksistensi mantra Osing tetap dipertahankan dan diberlakukan setara sebagai rangakain sakral seperti dalam agama-agama lainnya. Sebagai warisan leluhur, kini mantra santet telah mengalami transformasi dari doa sakral menjadi tarian profan yang mampu menjadi tempat untuk mengais pundi-pundi rupiah khususnya bagi pegiat budaya Banyuwangi.

Mantras are part of the sacred rituals and prayers of the  Osing community for generations. Along with the times, mantras experience resistance and discrimination in the midst of world religious life. As a mantra reciter, chanting mantras is a pious way of invoking God. On the other hand, for outsiders, mantras are a tribal legacy, animist, and lead to disbelief.

This research is a literature study. The method used to collect this data is by using the following techniques: Literature Review, Observation, Interview, and Documentation. Interviews will be conducted specifically with key informants such as religious leaders, traditional leaders, and will be developed for the mantra reciter themselves. Thus, the results of interviews with various backgrounds will find significant data.

The findings from this study are, although the text of the Osing’s mantra has undergone transformation and hybridization with the Islam, it is not fully recognized by Muslims outside the mantra reciter. Especially for the Muhammadiyah organization, Osing's mantra is seen more in a negative direction. This misalignment of viewpoints between insiders and outsiders then creates a stigma on the mantra. As a recommendation from this study, it is appropriate that the existence of the Osing’s mantra be maintained and applied equally as a series of sacred rituals in other religions. As an ancestral legacy,  mantra has undergone a transformation from a sacred prayer to a profane dance that is able to provide wealth for cultural activists and the city of Banyuwangi.

Kata Kunci : Mantra Osing, Ritual Agama Leluhur, Stigma, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama

  1. S2-2023-467670-abstract.pdf  
  2. S2-2023-467670-bibliography.pdf  
  3. S2-2023-467670-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2023-467670-title.pdf