Uji Kepekaan Mupirosin dan Kemampuan Pembentukan Biofilm Isolat Methicillin Resistant Staphylococcus aureus di RSUD dr. Moewardi Surakarta
Dessy Kurnia Sari, Prof. dr. Titik Nuryastutui, M.Si, Ph.D, Sp.MK(K); dr. Abu Tholib Aman, M.Sc, Ph.D, Sp.MK(K)
2023 | Tesis-Spesialis | Mikrobiologi Klinik
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan
bakteri patogen yang menjadi penyebab infeksi di seluruh bagian tubuh dan
dilaporkan di seluruh dunia. Penggunaan antibiotik beta laktam yang luas
menyebabkan timbulnya bakteri resisten antibiotik beta laktam yang disebut methicillin
resistant S. aureus (MRSA). Penatalaksanaan individu carrier dan
pasien terinfeksi MRSA di antaranya adalah dengan dekolonisasi hidung
menggunakan salep mupirosin 2%. Penggunaan mupirosin yang luas dapat
meningkatkan risiko resistensi terhadap mupirosin. Risiko resistensi antibotik
pada MRSA dapat disebabkan kemampuan pembentukan biofilm, yang dapat
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penelitian tentang
resistensi terhadap mupirosin dan kemampuan pembentukan biofilm pada
MRSA belum pernah dilakukan di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat resistensi terhadap mupirosin, pola kepekaan antibiotik
dan kemampuan pembentukan biofilm pada isolat MRSA di RSDM Surakarta.
Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan pendekatan analitik cross sectional dengan
menggunakan isolat MRSA dari laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD dr. Moewardi
Surakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Febuari
2023. Sampel yang digunakan adalah seluruh isolat MRSA yang disimpan pada -800C
di laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD dr. Moewardi Surakarta dari bulan Mei
- Oktober 2022. Uji kepekaan mupirosin menggunakan metode difusi Kirby Bauer.
Kemampuan pembentukan biofilm menggunakan microtiter plate assay,
dan pola kepekaan antibiotik pada MRSA menggunakan data hasil uji kepekaan
antibiotik dari Vitek2.
Pada penelitian ini didapatkan
64 isolat MRSA dari berbagai spesimen klinis berdasarkan cefoxitin screen
menggunakan Vitek2. Hasil uji kepekaan isolat MRSA terhadap mupirosin
didapatkan 5 isolat resistensi tinggi mupirosin. Kemampuan pembentukan biofilm
pada isolat MRSA didapatkan 40,6% memiliki kemampuan biofilm lemah,
21,9% biofilm sedang, dan 37,5% tidak membentuk biofilm. Hasil
uji kepekaan antibiotik pada isolat MRSA didapatkan seluruh isolat resisten
terhadap benzylpenicillin dan sensitif terhadap tigecycline.
Sebagian besar isolat MRSA resisten terhadap ciprofloxacin dan levofloxacin
(70,3?n 68,7%), serta gentamicin, erithromycin dan tetracycline
(64,1%; 59,4%; dan 56,3%).
Resistensi tinggi mupirosin
dan kemampuan pembentukan biofim pada MRSA yang merupakan MDR perlu
menjadi perhatian karena dapat mempengaruhi prognosis infeksi MRSA. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi tim PPI dan PPRA dalam
menerapkan program pengendalian infeksi dan resistensi antibiotik di RSDM
terutama dalam manajemen infeksi MRSA.
Kata kunci: kepekaan antibiotik, MRSA, mupirosin, biofilm
Background: Staphylococcus
aureus (S. aureus) is pathogenic bacteria that causes infections in all
parts of the body as reported worldwide. Widespread use of beta-lactam
antibiotics has led to the emergence of beta-lactam antibiotic-resistant
bacteria called methicillin resistant S. aureus (MRSA). Individual
management of carriers and patients infected with MRSA includes nasal
decolonization using 2% mupirocin ointment. Extensive use of mupirocin may
increase the risk of mupirocin resistance. Antibiotic resistance in
MRSA could increase due to the ability to form biofilms, which can lead to
increased morbidity and mortality. Research on mupirocin resistant and biofilm
producer in MRSA has never been done at RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Aim
of this study:
This research was conducted to look at mupirocin resistance, antibiotic
sensitivity patterns and biofilm producer in MRSA isolates at RSDM Surakarta.
Methods: This research is a
descriptive study with a cross-sectional analytic approach using MRSA isolates
from the Clinical Microbiology Laboratory of RSUD dr. Moewardi Surakarta. The
study was conducted from October 2022 to February 2023. The samples we used
were all MRSA isolates from the Clinical Microbiology Laboratory of RSDM
Surakarta collected from May - October 2022. Mupirocin sensitivity test using
the Kirby Bauer diffusion method. The ability to form biofilms using a
microtiter plate assay, and the pattern of antibiotic sensitivity in MRSA using
the results of the antibiotic sensitivity test from Vitek2.
Result: In this study, 64 MRSA
isolates were obtained from various clinical specimens based on the cefoxitin
screen using Vitek2. The results of the sensitivity test of MRSA isolates to
mupirocin showed that 5 isolates had high mupirocin resistance. The ability to
form biofilms in MRSA isolates was found 40.6% having weak biofilm ability,
21.9% moderate biofilms, and 37.5% biofilm negative. The results of the
antibiotic susceptibility test on MRSA isolates showed that all isolates were
resistant to benzylpenicillin and sensitive to tigecycline. Most of the MRSA
isolates were resistant to ciprofloxacin and levofloxacin (70.3% and 68.7%), as
well as gentamicin, erythromycin and tetracycline (64.1%; 59.4%; and 56.3%).
Conclusion: We should pay attention on
the evidence of high level mupirocin resistant, MDR and biofilm producer from
MRSA isolates in this study. We hope the results of this study could be useful for
the PPI and PPRA teams in implementing infection control and antibiotic
resistance programs at RSDM especially in the management of MRSA infections.
Key word: antibiotic sensitivity, MRSA, mupirocin,
biofilm
Kata Kunci : Kepekaan antibiotik, MRSA, mupirosin, biofilm
