TERJEPIT DI ANTARA DUA PERAN: DUALISME POSISI REFUGEE INTERPRETER DALAM MENGAKSES LAYANAN KESEHATAN PENGUNGSI DI DKI JAKARTA DAN BANTEN
Ulima Nabila Adinta, Dr. Realisa D. Masardi, S.Ant., M.A.
2023 | Skripsi | ANTROPOLOGI BUDAYA
Pengungsi yang
saat ini tinggal di Indonesia cenderung melihat Indonesia sebagai negara
transit daripada negara tujuan, meskipun masa tinggal mereka semakin lama dan
menahun. Mereka berada dalam ketidakpastian sebab tidak ada payung hukum yang
menegaskan secara detail hak-hak kemanusiaan yang bisa didapatkan, termasuk
dalam akses kesehatan. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 1,5 bulan
dari Agustus-Oktober 2022 di DKI Jakarta dan Banten. Berdasarkan wawancara
dengan delapan informan yang berusia 20-35 tahun serta berperan sebagai refugee
interpreter dari Afghanistan, Pakistan, Sudan, Somalia, dan Iran, saya
mengilustrasikan potret layanan kesehatan pengungsi di Indonesia dari kacamata refugee
interpreter. Saya menggabungkan perspektif mikro dalam posisi mereka
sebagai ‘pengungsi’ dan meso dalam posisi mereka sebagai ‘interpreter’
yang bertujuan untuk menganalisis bagaimana refugee interpreter menavigasi
tantangan saat mengalami dualisme posisi dalam layanan kesehatan pengungsi.
Refleksi kritis atas tantangan etis dan metodologis mendukung analisis dan
argumen saya, terutama karena kebijakan pengungsi serta migrasi di Indonesia
tidak jelas sampai pada mekanisme penerapan dan banyaknya organisasi
kemanusiaan yang mempengaruhi prosesnya. Hal menarik dalam analisis saya, refugee
interpreter berperan penting dan strategis untuk melihat kondisi pengungsi
dari dua perspektif yang berbeda. Ketidaktunggalan posisi dan realitas yang ada
memperlihatkan bahwa agenda lokalisasi kemanusiaan yang senantiasa digaungkan
organisasi kemanusiaan seperti UNHCR tidak selalu bisa melembagakan kesetaraan
struktural di lapangan. Tidak terjaminnya hak refugee interpreter
menyebabkan munculnya berbagai strategi bertahan dalam ketidakpastiaan
kehidupannya di Indonesia sebagai negara transit. Setidaknya, penelitian yang dilakukan dengan
baik dan penuh pertimbangan tentang refugee interpreter akan membantu
kita untuk melihat lebih dalam tentang masalah migrasi, pengungsi, dan
kesehatan kelompok minoritas yang memiliki pilihan terbatas.
Refugees currently living in Indonesia tend to see Indonesia as a transit country rather than a destination country, despite the fact that their stays are increasing in length. They are in a state of uncertainty because there is no legal umbrella that emphasizes in detail the human rights that can be obtained, including access to health. This research was conducted for about 1.5 months from August to October 2022 in DKI Jakarta and Banten. Based on interviews with eight informants aged 20-35 who act as refugee interpreters from Afghanistan, Pakistan, Sudan, Somalia, and Iran, I illustrate the portrait of refugee health services in Indonesia through the refugee interpreter’s perspective. Combining a micro perspective as a ‘refugee’ and a meso perspective as an ‘interpreter’ in order to analyse how refugee interpreters navigate the challenges of experiencing dual positions in refugee health service. Critical reflections on ethical and methodological challenges underpin my analysis and arguments, especially as refugee and migration policies in Indonesia are unclear down to the mechanisms of implementation and the many humanitarian organizations that influence the process. Of particular interest in my analysis is that refugee interpreters play an important and strategic role in viewing refugee conditions from two different perspectives. The discrepancy between the position and the existing reality shows that the humanitarian localization agenda that is always echoed by humanitarian organizations such as UNHCR cannot always institute structural equality in the field. The lack of guaranteed refugee interpreter rights has led to the emergence of various survival strategies in the uncertainty of life in Indonesia as a transit country. At the very least, a well-researched, yet considerate studies of refugee interpreters will help us to look more deeply into the issues of migration, refugees, and the health of minority groups with limited choices.
Kata Kunci : pengungsi, interpreter, Indonesia, layanan kesehatan, posisi, strategi