Tangisan senyap: Sebuah studi mengenai tangisan janda pada kematian suami di budaya Minangkabau
Maghfira Assyifa Amandinta Azzahra, Koentjoro, Prof. Drs., MBSc., Ph.D., Psikolog
2023 | Tesis | S2 PsikologiAturan menangis di budaya Minangkabau mempedomani aturan dalam kitab suci agama islam, yaitu alquran dan hadist. Berdasarkan hal tersebut, menangis ketika berduka atas kematian suami boleh saja asal tidak disertai dengan ratapan. Di sisi lain, masyarakat seringkali menilai menangis sebagai perilaku yang tidak baik dilakukan ketika menghadapi kematian. Namun, masyarakat akan menilai bahwa janda tersebut tidak merasa sedih atas kematian suaminya jika tidak terlihat menangis. Pemahaman ini membuat janda yang berduka menjadi serba salah dalam mengekspresikan rasa dukanya dengan menangis. Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses dan makna menangis pada janda yang kehilangan suami bagi budaya Minangkabau. Partisipan penelitian terdiri dari 4 orang janda bersuku minangkabau yang menghadapi kematian suami. Pengambilan data menggunakan wawancara mendalam yang dianalisis menggunakan metode kualitatif fenomenologi deskriptif. Hasil penelitian menemukan proses menangis pada janda ini memiliki 5 tema utama, yaitu norma, tidak menangis di ruang publik, substitusi, menangis di ruang privat, dan negosiasi. Kemudian, janda di minangkabau memaknai bahwa menangis adalah bentuk manifestasi dari kelemahan dan tidak stabilnya emosi mereka setelah kematian suaminya.
The rules for weeping in Minangkabau culture revolve around the religious sources of Islamic guidance, namely the Quran and Hadith. According to the guidance in those texts, weeping upon the death of a husband is acceptable as long as it is not followed by wailing. On the other hand, society often judges weeping as an improper action when grieving over a death. However, society also believes that the widow does not experience any loss if she does not cry over the death of her husband. The conflicting idea of crying puts the mourning widow in a disadvantageous situation when expressing her grief by weeping. This study aims to understand the process and meaning of crying by a widow over her husband’s death in Minangkabau culture. The subjects of this study are four Minangkabau widows facing the death of their husbands. The data was collected through in-depth interviews, which were analyzed using descriptive phenomenological qualitative methods. The results of the study found that the process of weeping for widows has five main themes: norms, not weeping in public spaces, substitutions, weeping in private spaces, and negotiations. Then, the widows in Minangkabau interpret weeping as a manifestation of their weakness and emotional instability after the death of their husbands.
Kata Kunci : Menangis, janda, minangkabau, weeping, widow, minangkabau.