PROBLEMATIKA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAPOR TINDAK PIDANA KORUPSI

Irwan Effendi, Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M.(HR), Ph.D.

2023 | Tesis | S2 HUKUM LITIGASI

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis politik hukum terkait perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana korupsi, problematika pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana korupsi dan permasalahan pengaturan dan kebutuhan reformulasi pengaturan perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana korupsi.

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif-empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua), pertama data primer yang menggunakan teknik wawancara kepada responden yang berasal dari KPK, LPSK dan aktivis anti korupsi dan narasumber yang berasal dari akademisi. Kedua data sekunder yang menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif dan bentuk penelitian ini adalah preskriptif.

    Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dapat ditarik kesimpulan yaitu :

Pertama, politik hukum terkait perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana korupsi bertujuan untuk memberikan perlindungan dan keamanan dari segala ancaman yang dapat menyerang dirinya yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku terkhusus dalam UU Tipikor, UU KPK dan UU PSK. Kedua, problematika pelaksanaan perlindungan hukum masih bermasalah. Pelapor masih mendapatkan upaya serangan balik oleh pelaku dengan melaporkan dugaan pencemaran nama baik sesuai dengan 5 (lima) temuan kasus dan masih terdapat laporan serangan balik yang diproses terlebih dahulu oleh aparat penegak hukum. Faktor tersebut dapat disebabkan oleh pelaku yang memiliki kekuasaan dan juga disebabkan kurangnya pemahaman aparat penegak hukum yang masih mendasarkan pada aturan internal. Ketiga, limitasi imunitas tidak dengan iktikad baik belum diatur secara detail terkait batasan-batasan bagi pelapor dan belum adanya pengaturan sanksi yang diberikan bagi pelaku yang mengganggu proses laporan. Perlunya untuk melakukan reformulasi Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU PSK dengan menambahkan batasan-batasan tidak dengan iktikad baik dan membuat bab khusus yang mengatur perlindungan terhadap pelapor dan/atau membuat undang-undang baru yang khusus mengatur perlindungan terhadap pelapor tindak pidana.

    The purpose of this research is to explore and analyze the legal politics pertaining to the legal protection of whistleblowers in cases of corruption, the challenges faced in enforcing legal protection for whistleblowers in corruption cases, and the regulatory issues and the need for reformulating regulations concerning the legal protection of whistleblowers in corruption cases.

    This study represents a normative-empirical legal research. The data employed in this study encompass two categories. Firstly, primary data is obtained through interviews conducted with respondents from institutions such as the Corruption Eradication Commission (KPK), the Law and Human Rights Office (LPSK), anti-corruption activists, as well as academic experts acting as sources. Secondly, secondary data is derived from primary legal sources, secondary legal sources, and tertiary legal sources. The nature of this research is descriptive and its form is prescriptive.

    Based on the conducted research, the following conclusions can be drawn: Firstly, the legal politics regarding the legal protection of whistleblowers in cases of corruption aim to provide protection and security against any threats that may be directed towards individuals who have reported criminal acts, as stipulated in the prevailing legislation, specifically the UU Tipikor, UU KPK and UU PSK. Secondly, the implementation of legal protection still poses challenges. Whistleblowers continue to face retaliatory actions by wrongdoers, who file defamation claims based on five identified cases. Furthermore, there are instances where reports of retaliatory actions are prioritized and processed by law enforcement authorities. These issues can be attributed to the power held by the wrongdoers and the insufficient understanding of law enforcement officials, who still rely on internal regulations as their basis of operation. Thirdly, the limitations of immunity without good faith have not been sufficiently detailed in terms of the boundaries for whistleblowers and there is a lack of regulation regarding sanctions imposed on individuals who obstruct the reporting process. There is a need to reformulate the explanation of Article 10, paragraph (1) of UU PSK by incorporating specific limitations pertaining to lack of good faith. Additionally it’s necessary to establish a dedicated section that governs the protection of whistleblowers and/or enact a new law specifically addressing the protection of whistleblowers in criminal cases.

Kata Kunci : Problematika, Perlindungan Hukum, Pelapor, Tindak Pidana Korupsi, Pencemaran Nama Baik.