Laporkan Masalah

KERAGAMAN PROFIL MINYAK ATSIRI Curcuma zanthorrhiza Roxb. DAN Curcuma longa L. DARI DAERAH MANGUNAN, NGAWEN, DAN MENOREH SERTA AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA

CATUR ARYANTO RAHMAN, Purwanto, M.Sc., Ph.D., Apt.; Dr. Djoko Santosa, M.Si.

2023 | Tesis | MAGISTER ILMU FARMASI

Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang besar. Salah satu kekayaan alam Indonesia yang telah diwariskan secara turun temurun adalah tanaman obat. Walaupun herbal banyak digunakan dalam pengobatan, seringkali efek yang dihasilkan oleh tanaman berbeda, yang mana salah satunya disebabkan oleh perbedaan lokasi pertumbuhannya. Perbedaan lokasi tumbuh ini dapat menimbulkan perbedaan kandungan metabolit aktifnya. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis profil kandungan metabolit dalam minyak atsiri rimpang temulawak dan kunyit yang tumbuh di 3 daerah yang berbeda, yaitu Mangunan (tanah humus), Ngawen (tanah kapur), dan Menoreh (tanah liat). Analisis minyak atsiri ini akan dilakukan dengan GCMS, sedangkan untuk uji aktivitas farmakologis dilakukan uji efek antibakteri pada bakteri Escherichia coli (bakteri Gram negatif) dan Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif) dengan metode mikrodilusi. Daerah Mangunan memiliki kadar xanthorrhizol tertinggi dengan persentase area adalah 21,07%. Kadar ar-turmeron tertinggi berada pada daerah Ngawen yaitu 47,79%. Biplot pada PCA menunjukkan hubungan kadar senyawa antara ketiga minyak atisiri temulawak tidak memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya begitu juga dengan minyak atsiri kunyit. Nilai MIC50 minyak atsiri temulawak dari daerah Mangunan, Menoreh, dan Ngawen lebih kecil menghambat pertumbuhan bakteri E. coli yaitu 1620,78 ppm, 1777,69 ppm, dan 1688,39 ppm daripada terhadap bakteri S. aureus yaitu 3080,80 ppm, 3340,14 ppm, dan 2869,54 ppm. Minyak atsiri kunyit dari daerah Mangunan dan Ngawen memiliki nilai MIC40 terhadap bakteri E. coli yaitu 2668,13 ppm dan 2262,11 ppm. Sedangkan minyak atsiri kunyit yang berasal dari daerah Menoreh memperoleh nilai MIC50 yaitu 3304,67 ppm. Namun minyak atsiri kunyit dari ketiga daerah untuk menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus tidak efektif. Minyak atsiri rimpang temulawak mengandung kadar xanthirrhizol yang tertinggi dan minyak atsiri rimpang kunyit mengandung kadar ar-turmeron yang tertinggi dari masing-masing daerah berdasarkan analisa menggunakan GCMS. Rimpang temulawak dan rimpang kunyit dari daerah Mangunan, Menoreh, dan Ngawen tidak memiliki hubungan kekerabatan berdasarkan analisa menggunakan PCA. Minyak atsiri temulawak mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus dari masing-masing daerah Mangunan, Menoreh, dan Ngawen. Minyak atsiri kunyit tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus dari masing-masing daerah Mangunan, Menoreh, dan Ngawen.

As a tropical country, Indonesia has a large diversity of flora and fauna. One of Indonesia's natural wealth that has been passed down from generation to generation is medicinal plants. Even though herbs are widely used in medicine, often the effects produced by plants are different, one of which is caused by differences in the location of their growth. Differences in the location of this growth can lead to differences in the content of active metabolites. In this study, an analysis of the profile of metabolite content in the essential oils of temulawak and turmeric rhizomes grown in 3 different areas, namely Mangunan, Ngawen, and Menoreh was carried out. This essential oil analysis will be carried out with GCMS, The Mangunan area has the highest xanthorrhizol content with an area percentage of 21.07%. The highest ar-turmeron content was in the Ngawen area, namely 47.79%. The biplot on PCA shows that the relationship between the levels of compounds between the three temulawak essential oils has no resemblance to one another as well as to turmeric essential oil. The MIC50 value of temulawak essential oil from Mangunan, Menoreh, and Ngawen areas was less inhibiting the growth of E. coli bacteria, namely 1620.78 ppm, 1777.69 ppm, and 1688.39 ppm, compared to S. aureus bacteria, namely 3080.80 ppm, 3340 .14 ppm, and 2869.54 ppm. Turmeric essential oil from the Mangunan, Menoreh and Ngawen areas had MIC40 values for E. coli bacteria, namely 2668.13 ppm, 2668.86 ppm and 2262.11 ppm. However, turmeric essential oil from the three regions to inhibit the growth of S. Temulawak rhizome essential oil contains the highest levels of xanthirrhizol and turmeric rhizome essential oil contains the highest levels of ar-turmerone from each region based on analysis using GCMS. Curcuma rhizome and turmeric rhizome from Mangunan, Menoreh, and Ngawen areas have no kinship based on analysis using PCA. Temulawak essential oil was able to inhibit the growth of E. coli and S. aureus bacteria from Mangunan, Menoreh, and Ngawen areas, respectively. Turmeric essential oil was not able to inhibit the growth of E. coli and S. aureus bacteria from Mangunan, Menoreh, and Ngawen areas, respectively.

Kata Kunci : Curcuma, minyak atsiri, essential oil, PCA, GCMS, antibakteri, antibacterial

  1. S2-2023-465496-abstract.pdf  
  2. S2-2023-465496-bibliography.pdf  
  3. S2-2023-465496-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2023-465496-title.pdf