Analisis Perluasan Kriteria Penilaian Pemohon yang Beritikad Tidak Baik pada Praktik Pemeriksaan Merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Menilik Fenomena Pendaftaran Merek Citayam Fashion Week)
CINTYA SEKAR AYU PERMATASARI, Dr. Hariyanto, S.H., M.Kn.
2023 | Skripsi | S1 HUKUMPenelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kriteria penilaian pemohon yang beritikad tidak baik dalam praktik pemeriksaan merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) serta apakah fenomena pendaftaran merek CFW dapat memperluas kriteria penilaian pemohon yang beritikad tidak baik selain yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode yuridis-empiris yang menggabungkan antara penelitian kepustakaan dengan penelitian lapangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa penelitian lapangan yang dilakukan dengan wawancara terhadap responden dan narasumber serta data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Dari penelitian ini ditarik kesimpulan bahwa dalam praktiknya untuk waktu pemeriksaan selain berdasarkan UU MIG, DJKI mempunyai kewenangan diskresi untuk mengatasi kondisi yang menimbulkan keresahan di masyarakat dengan tetap memperhatikan rambu-rambu hukum. DJKI mempunyai lima kriteria penilaian pemohon yang beritikad tidak baik dalam praktiknya dimana hanya 4 (empat) kriteria yang mempunyai keabsahan secara pasti dari UU MIG dan /atau yurisprudensi. Satu kriteria yang tidak mempunyai keabsahan pasti yakni pendaftaran tanda milik umum yang kemudian juga tidak dapat dibuktikan dengan fenomena pendaftaran merek CFW. Istilah CFW tidak dapat disebut sebagai tanda milik umum. Oleh karena itu, fenomena CFW belum dapat menjadi dasar perluasan. Meski demikian kasus yang telah berkekuatan hukum tetaplah yang layak menjadi dasar perluasan.
This legal research aims to analyze the criteria for determining applicants with bad faith in the practice of trademark examination at the Directorate General of Intellectual Property (DGIP) and whether the CFW trademark registration case can expand the criteria for determining applicants with bad faith other than what is stipulated in the The Law Number 20 of 2016 on Trademarks and Geographical Indications (Trademarks Law). This research used a juridical-empirical method combining both literature and field research. The data used in this study are primary data collected from interviewing respondents and source persons; as well as secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. Furthermore, the data were analyzed qualitatively. This research concludes that, in practice, DGIP has discretionary authority to solve situations that cause unrest in society which implementation of this discretion must be in accordance with the law. DGIP also has 5 (five) criteria in determining applicant with bad faith where only 4 (four) criteria have definite validity from Trademark Law and/or jurisprudence. One criteria that does not definite validity namely an applicant registering a public property mark. This criteria cannot be proven by the phenomena of CFW. The term CFW cannot be classified as a public property mark. Therefore, the CFW phenomenon cannot serve as basis for expansion. However, an applicant with bad faith can be expanded using other criteria based on an analysis of cases that are legally binding.
Kata Kunci : Pemohon yang Beritikad Tidak Baik, Pemeriksaan Merek, Citayam Fashion Week.