Memagari Khidmat dalam Keniscayaan Berpolitik Praktis: Jejak Pemikiran KH. Salahuddin Wahid
FIRDA FARA DIANITA, Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A.
2023 | Skripsi | S1 POLITIK DAN PEMERINTAHANIni merupakan studi pemikiran politik kiai. Studi ini terkait keniscayaan kiai dalam berpolitik praktis. Politik praktis dan kiai dianggap tidak tepat untuk bersatu, sebab politik praktis sering dikonotasikan sebagai tindakan buruk yang bertujuan pragmatis. Kiai sebagai pedoman hidup bagi pengikutnya tidak tepat jika melakukan sesuatu yang bersifat pragmatis dan keduniawian. KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) sebagai dzuriyyah Tebuireng dekat dengan keniscayaan bahwa kiai berpolitik praktis. Lantas, apa yang menjadi pagar pemikiran Gus Sholah dalam berpolitik praktis hingga tidak menurunkan martabatnya sebagai kiai yang menjadi simbol moralitas publik. Politik praktis kiai dianggap sebagai khidmat, pengabdian diri kiai sebagai seorang yang berilmu untuk mengamalkan pengetahuannya guna memberi kemaslahatan bagi umat. Ideologi kiai yaitu ahlussunnah wal jamaah yang berisikan sunnah Nabi Muhammad. Ideologi ini berisikan nilai-nilai yang dikodifikasikan dalam Khittah NU 1926 dan menjadi landasan berpikir, bertindak dan bersikap jamaah dan jamiyyah Nahdlatul Ulama. Metode politik praktis kiai yaitu siyasah aliyah samiyah yang digagas oleh KH. Sahal Mahfudh, bahwa tindakan politik praktis dilakukan dalam bentuk politik kebangsaan, politik kerakyatan dan etika politik yang ditujukan untuk tercapainya kemaslahatan umat. Pemikiran Gus Sholah mengenai ide-ide tentang kemaslahatan, kebangsaan dan kerakyatan, etika performatif sejalan dengan pemikiran dari Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari. Ajaran Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari mengenai paham ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah terus diperjuangkan oleh Gus Sholah untuk senantiasa dapat dilaksanakan ajaran-ajarannya sesuai kondisi kemasyarakatan di Indonesia.
This is a study of the kiai's political thought. This study is related to the necessity of kiai in practical politics. Practical politics and kiai are considered inappropriate to unite, because practical politics is often connoted as a bad action with pragmatic aims. Kiai as a way of life for his followers is not appropriate if he does something that is pragmatic and worldly. KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) as dzuriyyah Tebuireng is close to the inevitability that kiai engage in practical politics. Then, what has become the fence for Gus Sholah's thoughts in practical politics so as not to degrade his dignity as a kiai who is a symbol of public morality. The kiai's practical politics is considered solemn (khidmat), the kiai's self-dedication as someone who is knowledgeable to apply his knowledge to benefit the people. The ideology of the kiai is ahlussunnah wal jamaah which contains the sunnah of the Prophet Muhammad. This ideology contains the values codified in the 1926 Khittah NU and becomes the basis for the thinking, acting and behaving of the Nahdlatul Ulama congregation and jam'iyyah. The kiai's practical political method, namely siyasah aliyah samiyah initiated by KH. Sahal Mahfudh, that practical political action is carried out in the form of national politics, populist politics and political ethics aimed at achieving the benefit of the people. Gus Sholah's thoughts regarding the ideas of benefit, nationality and democracy, performative ethics are in line with the thoughts of Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari. Teachings of Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari regarding the understanding of ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah continues to be fought for by Gus Sholah so that his teachings can always be carried out according to social conditions in Indonesia.
Kata Kunci : kiai, politik praktis, khidmat, aswaja