Laporkan Masalah

PETERNAK DAN TAMAN NASIONAL: KOMPETISI KONSEP DAN HAK HIDUP DI SITUBONDO, JAWA TIMUR

ROBI'ATUL ADAWIYAH, Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A.

2023 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Penelitian ini membicarakan mengenai peternakan sapi yang disebut penggembalaan liar karena cara menggembala sapi oleh masyarakat dilepaskan ke hutan konservasi. Penelitian dilakukan di Kampung Merak, Desa Sumberwaru, Kabupaten Situbondo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi partisipan, wawancara, dan studi literatur sebagai data pendukung dalam analisis. Hasil temuan menyatakan bahwa istilah penggembalaan liar diberikan kepada penggembalaan ternak karena masyarakat tidak memiliki lahan gembala. Masyarakat tidak memiliki kuasa atas tanah yang mereka tempati dan manfaatkan karena lahan tersebut milik Taman Nasional Baluran. Meskipun masyarakat memiliki pola penggembalaan seperti pengandangan, perawatan, dan jadwal penggembala tetapi istilah penggembalaan liar tersebut tetap disematkan pada penggembalaan ternak yang dilakukan masyarakat Kampung Merak. Ternak sebagai domestikasi tidak dapat dikatakan sebagai liar, sehingga istilah tersebut tidak tepat. Konflik antara pihak taman nasional dan peternak kemudian diberikan jalan tengah berupa izin gembala dengan batas tertentu yaitu tidak memasuki zona inti taman nasional dan percontohan penggemukan sapi dengan cara dikandangkan oleh taman nasional. Selain itu, pihak taman nasional juga mengikutsertakan peternak menjadi agen dalam menjaga hutan sehingga menjadikan relasi antara pihak taman nasional dan masyarakat terjalin dengan baik.

This research discusses cattle farming which is called illegal grazing because the way of herding cows the community is released into the conservation forest. The research was conducted in Merak Village, Sumberwaru Village, and Situbondo Regency. The method used in this research is qualitative research with data collection techniques of participant observation, interviews, and literature studies as supporting data in the analysis. The findings stated that the term illegal grazing was given to livestock grazing because the community did not have grazing land. The community does not have control over the land they occupy and use because the land belongs to the Baluran National Park. Even though the community has grazing patterns such as penning, grooming, and shepherding schedules, the term illegal grazing is still attached to cattle grazing by the people of Kampung Merak. Livestock as domestication cannot be said to be wild, so that term is not appropriate. The conflict between the national park and breeders was then given a middle ground in the form of a herding permit with certain limits, namely not entering the core zone of the national park and pilot cattle fattening through being penned by the national park. In addition, the national park also includes breeders as agents in protecting the forest so that the relationship between the national park and the community is well established.

Kata Kunci : Peternakan Sapi, Penggembalaan Liar, Taman Nasional

  1. S1-2023-439483-abstract.pdf  
  2. S1-2023-439483-bibliography.pdf  
  3. S1-2023-439483-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2023-439483-title.pdf