Otonomi Seksual dan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Usia Subur di Indonesia (Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017)
YUYUN FERIYANTI A, Dr. Drs. Abdul Wahab, MPH
2023 | Tesis | MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKATLatar Belakang : Wanita menjadi kelompok rentan infeksi menular seksual, namun umumnya tidak bergejala sehingga seringkali tidak terlaporkan. Stigma dan diskriminasi dari lingkungan membuat wanita menutupi gejala IMS yang dialami. Otonomi dan pemberdayaan diri wanita menjadi bagian integral untuk kemampuan menegosiasikan dan menggunakan hak kesehatan seksual dan reproduksi. Rumusan masalah apakah pelaporan gejala infeksi menular seksual ditemukan lebih tinggi pada wanita yang memiliki otonomi seksual dibandingkan wanita yang tidak memiliki otonomi seksual Tujuan : Mengetahui hubungan otonomi seksual dan pelaporan gejala infeksi menular seksual pada wanita usia subur di Indonesia. Metode : Penelitian menggunakan data sekunder hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 dengan desain cross sectional. Sampel penelitian adalah wanita usia 15-49 tahun yang berstatus menikah atau hidup besama dan memiliki data lengkap sebanyak 32.686 subjek. Analisis data akan dilakukan menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik. Hasil : Pelaporan gejala IMS ditemukan lebih besar pada wanita usia subur yang memiliki otonomi seksual dbandingkan yang tidak memiliki otonomi seksual dengan OR 1,28 (95% CI 1,20-1,37). Wanita yang melaporkan gejala IMS adalah 13,7%. Prevalensi wanita yang memiliki otonomi seksual adalah 56,8%. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pelaporan gejala IMS adalah usia <24 tahun, memiliki pendidikan menengah keatas, belum memiliki anak, memiliki partisipasi dalam pengambilan keputusan rumah tangga, menerima kekerasan oleh pasangan, dan regional tempat tinggal.
Background: Women are a vulnerable group to sexually transmitted infections. However, they are generally asymptomatic, so they are often not reported. Stigma and discrimination from the environment make women cover up their STI symptoms. Women autonomy and self-empowerment are integral to their ability to negotiate and exercise sexual and reproductive health rights. The formulation of the problem is whether reporting of symptoms of sexually transmitted infections is found to be higher in women who have sexual autonomy than in women who don’t have sexual autonomy Objective: To determine the relationship between sexual autonomy and reporting symptoms of sexually transmitted infections in women of reproductive age in Indonesia. Methods: The study used secondary data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey results with a cross-sectional design. The research sample was women aged 15-49 years who were married or living together and had complete data on 32,686 subjects. Data analysis will be performed using the chi-square test and logistic regression test. Results: Women who are sexually independent report greater STI symptoms than those who don’t have sexual independence with an OR of 1.28 (95% CI 1.20-1.37). Women reporting STI symptoms in Indonesia is 13.7%. The prevalence of women who have sexual autonomy is 56.8%. Other factors that may affect the reporting of STI symptoms are age <24 years, having secondary education and above, never gave birth, having participation in household decision making, receiving violence by a partner, and regional.
Kata Kunci : wanita usia subur, otonomi seksual, infeksi menular seksual, SDKI, women of reproductive age, sexual autonomy, sexually transmitted infections, IDHS