UPAYA PEMANFAATAN LAHAN SECARA OPTIMAL PADA USAHATANI AGROFORESTRY ( Kasus di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul )
Darudono, Dr.Ir. Moch. Sambas Sn., M.Sc
1995 | Tesis | S2 Ilmu KehutananPenelitian ini dilakukan di sebuah desa yang terletak di sekitar hutan, yaitu Desa Banyusoco, K ecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola agroforestry yang optimal di daerah penelitian, yang dapat memberikan keuntungan finansial maksimal. Ada tujuh jenis komoditas usahatani yang menjadi obyek penelitian, yaitu : (1) jati, (2) tanaman pangan pola 1 (jagung-kedelai-ubi kayu), (3) tanaman pangan pola 2 (jagung-kacang tanah-ubi kayu), (4) tanaman pangan pangan pola 3 (jagung-kedelai-kacang tanah-ubi kayu), (5) gula kelapa, (6) ternak sapi, (7) ternak kambing. Dari ke tujuh jenis komoditas dibedakan menjadi tiga kombinasi usahatani, yaitu : (1) kombinasi 1 : jati + tanaman pangan pola 1 + gula kelapa, (2) kombinasi 2 : jati + tanaman pangan pola 2 + ternak sapi, (3) kombinasi 3 jati + tanaman pangan pola 3 + ternak kambing. Jangka analisis penelitian adalah 25 tahun, ditetapkan berdasarkan pada kebiasaan masyarakat setempat dalam menebang pohon jati, yaitu pada umur jati 25 tahun. Nilai uang pada waktu yang akan datang (selama jangka analisis) diperhitungkan berdasarkan harga konstan pada tahun ke nol (present value), dengan asumsi tingkat suku bunga sebesar 12 % per tahun. Untuk mencari pendapatan petani yang maksimal digunakan metoda optimalisasi memakai model programasi linier. Penyelesaian analisisnya dilakukan memakai program komputer Tora Optimization System. Berdasarkan analisis diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Pada usahatani kombinasi 1, dengan pemilikan lahan rata-rata seluas 0,5953 hektar, pola optimal akan diperoleh apabila lahannya ditanami jati sebanyak 1.372 batang pada lahan seluas 0,4188 hektar (69,18 %) dan kelapa sebanyak 28 batang pada lahan seluas 0,1835 hektar (31,82 %). Pada pola optimal usahatani kombinasi 1, keuntungan petani akan meningkat sebesar 17,63 % dari Rp 17.689.565,- menjadi Rp 20.823.388,-. (2) Pada usahatani kombinasi 2, dengan pemilikan lahan rata-rata seluas 0,5580 hektar, pola optimal akan diperoleh apabila lahannya ditanami tanaman pangan pola 2 (jagung-kacang tanah-ubi kayu) seluas 0,4774 hektar (85,56%) dan rumput pakan ternak seluas 0,0806 hektar (14,44 %). Pada pola optimal usahatani kombinasi 2, keuntungan petani akan meningkat sebesar 28,82 ¾ dari Rp 16.263.904,- menjadi Rp 20.950.790,-.Untuk memenuhi persyaratan agroforestry, maka harus ada tanaman kehutanan (jati). Dengan adanya kebijaksanaan khusus tersebut, maka pola optimalnya berubah menjadi jati sebanyak 558 batang pada lahan 0,1674 hektar (30%); tanaman pangan pola 2 seluas 0,2292 hektar (53,92 %) dan hijauan pakan ternak 0,0914 hektar (16,39%) dengan jumlah ternak 1 ekor sapi per tahun. Keuntungan yang akan diterima juga berubah menjadi Rp 19.647.353,- turun sebesar 6,22% dari pendapatan bersih pola optimal usahatani sebelum diterapkan kebijaksanaan khusus, dan meningkat sebesar 20,80% dari keuntungan pola usaha petani. (3) Pada usahatani kombinasi 3, dengan pemilikan lahan rata-rata seluas 0,5776 hektar, pola optimal akan diperoleh apabila lahannya ditanami tanaman pangan pola 3 (jagung-kedelai-kacang tanah-ubi kayu) seluas 0,5776 hektar (100 %). Pada pola optimal usahatani kombinasi 3, keuntungan petani akan meningkat sebesar 67,72 % dari 10.469.427,- menjadi Rp 17.559.086,-. Dengan adanya kebijaksanaan khusus, maka pola optimalnya berubah menjadi jati sebanyak 577 batang pada lahan seluas 0,1733 hektar (30%) dan tanaman pangan pola 3 seluas 0,4043 hektar (70%). Keuntungan yang akan diterima juga berubah menjadi Rp 17.337.280,- turun sebesar 1,26% dari pendapatan bersih pola usahatani optimal sebelum diterapkan kebijaksanaan khusus, dan meningkat sebesar 65,60% dari keuntungan pola usaha yang diterapkan oleh petani.
The present study was in Banyusoco, a village close to forest area in Sub district Playen, Regency of Gunung kidul. The objective of the study was to the determine optimum agroforestry based farming suitable to the area so that maximum profit can be materialized. Seven activities were considered : (1) teak growing, (2) food crop growing of scheme 1 (corn-soybean-cassava), (3) food crop growing of scheme 2 (corn-peanut-cassava), (4) food crop growing of scheme 3 (corn-soybean-peanut-cassava), (5) palm sugar production, (6) cow raising, and (7) goat raising. Three combinations of the seven activities were evaluated (1) Combination 1 : teak growing + food crop growing of scheme 1 + palm sugar production, (2) Combination 2 : teak growing + food crop growing of scheme 2 + cow raising, and (3) teak growing + food crop growing of scheme 3 + goat raising. Analisis was done covering 25 years, as local inhabitants normally log the teak they are growing after 25 years. Future value was calculated based on the present value by assuming interest rate of 12 ¾ per year. Farmer income was maximized using linier programming through Tora Optimization System computer software. The results are as follows (1) Using combination 1, with an average land holding of 0.5953 hectare, optimum condition will be reached if 1,372 teak trees are grown in an area of 0.4188 hectare (69.18%) and 28 coconut trees are grown in the rest of the area 0.4188 hectare (31.82%). In this scheme, farmer profit will increase by 17.63% : from Rp 17,689,565.- to Rp 20,823,388.-. (2) Using combination 2, with an average land holding of 0.5580 hectare, optimum condition will be obtained if food crops of scheme 2 (corn-peanut-cassava) is grown in an area of 0.4774 hectare (85.56%) and grasses are grown in the remainning area : 0.0806 hectare (14.44%). In this scheme, profit will be increase by 28.82 %, from Rp 16,262,904.- to Rp 20,950,790.-. However, as teak growing is a must in the agroforestry being considered here, the optimum condition will be reached if 558 teak trees are grown in area of 0.1674 hectare (30%), the food crops of scheme 2 are grown in the area of 0.2292 hectare (53.62%), and grasses are planted in the rest of the area: Profit that will be obtained in this scheme is Rp 19,647,353.-, a reduction of 6.22% from the maximum profit wich can be obtained if teak growing is not a must. However, trere is still profit increase of 20.80% from agriculture. (3) Using combination 3, with an average land holding of 0.5776 hectare, optimum condition will be reached if food crops of scheme 3 (corn-soybean-peanutcassava) are grown in the whole area. Farmer profit will increase by 67.72 %, from Rp 10,469,427.- to Rp 17,337,280.-. With teak growing to be included, optimum condition is materialized if 577 teak trees are planted in area of 0.1733 hectare (30 %), and in the remainning area: 0.4043 hectare (70%), food crop of scheme 3 are grown. Maximum profit will be Rp 17,337,280.- a redution of 1.26% from maximum profit without having to grow teak trees, but there is still an increase of 65.60 % compared what now being practiced by the farmers. 0.094 hectare (16.39%) destined for one cow being raised.
Kata Kunci : Ilmu Kehutanan,Agroforestry